Vanesa Jingga, wakil dari Indonesia yang meraih Juara 1 untuk Kategori Benua Asia di Global Finals of the17th Chinese Bridge 2024 di Tian Jin, Tiongkok diabadikan dengan piagam penghargaan yang diterimanya. (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Vanessa Jingga, siswa Kelas XII SMA Nanyang Zhi Hui, Medan berhasil mengharumkan nama Indonesia pada lomba ?Global Finals of the17th Chinese Bridge 2024? yang diadakan di Tian Jin, Tiongkok, 14-19 Oktober. Dalam lomba tingkat internasional di Tiongkok itu, Vanessa Jingga bertanding mewakili Indonesia. Vanessa adalah Juara Nasional Chinese Bridge Competition 2024 yang diadakan di Jakarta, Juni lalu.
Lomba diikuti 113 peserta yang berasal dari 5 benua, yakni Asia, Afrika, Amerika, Eropa, dan Australia. Vanessa Jingga berhasil meraih gelar Juara 1 untuk tingkat Asia, sedangkan untuk tingkat benua diraih siswa dari Laos.
Lomba ini versi lain dari Olimpiade Internasional untuk bidang Bahasa dan Budaya Mandarin yang diadakan pemerintah Tiongkok. Ada 4 elemen yang dinilai juri dari para peserta, yakni berpidato, ujian tertulis, tanya jawab (games) dan seni pertunjukan.
Prestasi yang berhasil diukir Vanessa Jingga tentu tak hanya membuat bangga bangsa Indonesia, tapi juga masyarakat Sumatera Utara dan Medan khususnya.
?Namun prestasi yang diraih Vanessa Jingga tak dibuat lewat perjuangan ekspres, atau seketika. Vanessa Jingga sudah dibimbing, dibina di sekolah Nanyang Zhi Hui sejak kelas 1 SD bersama kakak dan adiknya. Hasil ini tentu sangat membanggakan bagi kami dan mudah-m7dahan menginspirasi pelajar lain,? ujar Kepala SD Nanyang Zhi Hui, Jenny, saat ditemui di Sekolah Nanyang Medan bersama Vanessa Jingga dan guru pembimbingnya, Cynthia, Jumat (1/11).
Dapat Beasiswa Sarjana di Universitas Tiongkok
Atas keberhasilannya itu, panitia penyelenggara, yakni
Center for Language and Education Cooperation (CLEC), lembaga pendidikan non profit yang bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Tiongkok, selain memberi piagam, sertifikat
Hanyu Shuiping Kaoshi (HSK) atau TOEFL Bahasa Mandarin, piala, merchandise, panitia juga memberi beasiswa sarjana (4 tahun) di berbagai universitas di Tiongkok.
?Beasiswanya berlaku mulai tahun 2025 di berbagai universitas di Tiongkok yang menjalin kerja sama dengan CLEC,? ujar Vanessa Jingga.
Bagi Vanessa Jingga beasiswa tersebut memang sudah lama diincarnya sejak ia mengikuti Chinese Bridge baik tingkat Medan, Sumatera Utara dan nasional. Ia bercita ingin kuliah di Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Informatika. Tak heran saat belum berhasil lolos di tingkat nasional, ia tak mau berputus asa. Ia justru terus memacu diri. Membaca adalah salah satunya. Ia mengaku gemar membaca cerita-cerita klasik rakyat Tiongkok, pepatah dan peribahasa Tiongkok, termasuk belajar bermain guzheng. Bukan tak ada gunanya semua itu ditekuni.
Suatu hari peserta lomba dibawa panitia ke Guwenhua Jie, Jalan Budaya Kuno di tepi barat Sungai Hai, Tian Jin. Di sana peserta juga diberi suguhan pertunjukan ?wayang kulit? yang berkisah tentang kera sakti Sun Go Kong. Perjalanan budaya ke Tian Jin itu, terutama saat menonton pertunjukan wayang kulit Sun Go Kong, diadakan Vanessa bahan pidatonya.
?Saya membandingkan pertunjukan wayang itu dengan yang ada di negara kita. Yang berbeda hanya cerita dan tokoh-tokoh dalam cerita itu, tapi sama-sama sebagai sebuah seni pertunjukan wayang,? tutur Vanessa Jingga. Ternyata pidato itu mendapat apresiasi juri yang mengaku tidak menyangka bahwa ada juga kesenian wayang di Indonesia.
Bahasa Mandarin Makin Mendunia
Banyak kesan didapat Vanessa selama mengikuti lomba. Selain menambah banyak kenalan baru dari berbagai benua, ia juga sempat belajar arti penting kemampuan membuat pangsit bagi setiap anggota keluarga di Tiongkok. Ia pernah mengikuti acara kunjungan ke rumah seorang siswa SMA Nankai Tianjin, dan melihat bagaimana orang tua sahabat barunya itu tengah membuat pangsit.
Sedang bagi Cynthiaa, ia mengaku terkesan saat melihat orang-orang yang datang dari benua Amerika, Australia dan Afrika sangat fasih berkomunikasi dalam bahasa Mandarin selama acara berlangsung. Terlebih peserta dan relawan dari Afrika, meski mereka memiliki hambatan teknologi dan fasilitas pendidikan bahasa di sekolah-sekolah, namun penampilan mereka juga cukup bagus.
?Beberapa peserta dari Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Laos memang sangat maju karena sudah lebih lama belajar Bahasa Mandarin. Kita sendiri memang agak terlambat, baru setelah reformasi 1998,? ujar Cynthia.
Namun meski belum lama Bahasa Mandarin diajarkan dilembaga pendidikan, dari Nanyang Zhi Hui sudah menghasilkan seorang seperti Vanessa Jingga yang baru saja meraih Juara 1 tingkat Asia. Dan menurut Jenny:
?Kita sudah membina untuk menghasilkan Vanessa-Vanessa lain,? katanya.
(JA/BR)