Hendri tumbur Simamora (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Bakkara - Kondisi pertanian di Perkampungan Bakkara, Kecamatan Bakti Raja, Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, semakin terpuruk. Dr Hendri Tumbur Simamora mendengar langsung keluhan para petani bawang yang merasa terhimpit oleh harga pupuk yang tinggi dan harga jual yang jauh dari biaya produksi.
Pertemuan ini berlangsung pada Senin, 11 November 2024, dan mengungkapkan sejumlah masalah struktural yang harus segera di atasi.
Kennedy Sianturi, satu di antara petani dalam diskusi itu mengeluhkan terbatasnya lahan pertanian yang hanya bisa menanam dua rante per kepala keluarga.
"Harga bawang terus anjlok. Kami hanya bisa mengandalkan lahan sempit, dan dengan harga yang tidak jelas, kami terhimpit di antara biaya produksi yang tinggi dan harga jual yang rendah," kata Kennedy.
Diwawancarai usai dialog dengan petani, Hendri menegaskan bahwa petani di Bakkara didapatinya terperangkap dalam kondisi di mana harga jual hasil pertanian tak bisa menutupi biaya produksi.
"Harga produk pertanian terus merosot, sementara biaya produksi semakin tinggi. Pupuk mahal, obat-obatan mahal, dan distribusi yang kacau membuat petani semakin terjepit. Itu sebabnya harga pokok produksi melonjak," ujar Hendri yang merupakan calon Bupati Humbahas ini dengan tegas.
Petani mengeluhkan bahwa mereka sering kali harus membeli pupuk dengan harga selangit karena distribusinya yang tidak tepat waktu.
"Pupuk datang terlambat, saat mereka hampir panen, atau bahkan tidak sampai ke tangan petani yang membutuhkan. Ini sangat merugikan petani," tambah Hendri.
Tak hanya masalah pupuk, petani juga terbebani dengan fluktuasi harga pasar yang tak menentu. Contohnya, ketika harga cabai melonjak, seluruh petani ikut menanam cabai, namun ketika panen bersama-sama, harga jual anjlok drastis.
"Ini contoh klasik ketidak teraturan yang terjadi. Petani tidak bisa hanya mengikuti tren harga pasar, harus ada sistem yang mengatur," tegas Tumbur.
Hendri juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap ketidak seimbangan distribusi pupuk.
"Pupuk jangan hanya jadi komoditas tengkulak. Pupuk harus sampai ke petani tepat waktu, agar hasil tanaman bisa optimal. Tanpa itu, usaha pertanian mereka sia-sia," ujarnya.
Hendri menambahkan, pemerintah harus lebih serius mengatur distribusi pupuk dan menyediakan bibit serta pupuk gratis untuk petani yang benar-benar membutuhkan, bukan hanya sebagai proyek instansi.
"Ini bukan hanya soal memberi bantuan, tapi memastikan bantuan itu tepat sasaran dan membawa dampak nyata," ungkapnya.
Hendri mengakhiri pertemuan dengan mengingatkan pentingnya menjaga ketahanan pangan nasional.
"Jika kita tidak bijak, kita akan terus tergantung pada impor. Pemerintah harus serius dengan program ketahanan pangan, mengatur distribusi yang baik, dan memastikan petani mendapat keuntungan yang layak," ujarnya.
Dengan tantangan yang semakin berat, Hendri Tumbur menekankan bahwa sudah saatnya pemerintah beralih dari retorika menjadi aksi nyata untuk memperbaiki nasib petani, terutama di wilayah-wilayah seperti Bakkara yang semakin terpuruk.
Selain itu, Hendri juga mengkritik penyalah gunaan budaya Togu-torgu Ro (TTR) yang kini dipolitisasi dengan praktik politik uang.
"TTR seharusnya jadi simbol kebersamaan, bukan alat untuk merusak demokrasi. Jika ini terus terjadi, bukan hanya petani yang rugi, tapi masyarakat akan semakin terpecah," tegasnya.
(REL/RZD)