Orang-orang melintasi Jembatan Waterloo saat bulan purnama terbit di atas distrik keuangan ibu kota di London, Inggris pada 17 Oktober 2024. (ANTARA/Xinhua/Stephen Chung.)
Analisadaily.com, London - London dinobatkan sebagai kota terbaik di dunia selama 10 tahun berturut-turut dalam peringkat tahunan Kota Terbaik di Dunia (World's Best Cities) yang dirilis pada Rabu (20/11). Ibu kota Inggris itu mempertahankan posisi teratasnya, mengungguli New York, Paris, dan Tokyo.
Peringkat tersebut, yang disusun oleh Resonance, firma konsultan global di bidang real estat, pariwisata, dan pembangunan ekonomi, mengevaluasi kota-kota berpopulasi lebih dari 1 juta jiwa.
London secara konsisten mendominasi peringkat sejak awal, bahkan ketika kriteria evaluasi berkembang setiap tahun.
Peringkat itu menggarisbawahi daya tarik global London sebagai kota yang secara konsisten memadukan warisan budaya yang kaya, infrastruktur bisnis yang kuat, dan kualitas hidup yang tak tertandingi.
Pemeringkatan tahun ini, bekerja sama dengan lembaga jajak pendapat terkemuka Ipsos, memperkenalkan persepsi publik sebagai salah satu metrik penting.
Untuk pertama kalinya, wawasan dari lebih dari 22.000 orang di 30 negara disertakan, menambahkan data berbasis persepsi ke dalam analisis.
Evaluasi itu mempertimbangkan berbagai faktor lain, termasuk kualitas lingkungan alami dan buatan, semangat budaya, tempat makan dan hiburan malam, perbelanjaan, dan infrastruktur bisnis.
Evaluasi ini juga menilai konektivitas bandara regional dan kualitas universitas, yang semuanya menunjukkan korelasi kuat dalam menarik penduduk berusia 25 hingga 44 tahun.
"Orang-orang pindah dan bermigrasi, tren yang menguat saat pandemi karena individu tidak hanya mencari tempat yang terjangkau namun juga tempat yang menyenangkan," kata Chris Fair, presiden sekaligus CEO Resonance. "Hasilnya menunjukkan bahwa orang-orang di seluruh dunia terus bercita-cita untuk tinggal, berkunjung, dan bekerja di kota-kota terbesar di dunia."
Fair mengakui adanya bias yang melekat pada peringkat tersebut karena ketergantungan pada data dari sejumlah platform seperti TripAdvisor, yang cenderung mendukung perspektif Barat.
(ANT/CSP)