Syaiful Anwar, Superintendent Environmental Site Support PTAR; School of Biological Sciences Universiti Sains Malaysia, dalam 'The 9th Asian Primate Symposium (APS)' di Gedung Digital Learning Center Universitas Sumatera Utara (USU), Kota Medan. (Analisadaily/Reza Perdana)
Analisadaily.com, Medan - Habitat primata arboreal dapat terdampak oleh kegiatan pertambangan. Untuk mengantisipasinya, PT Agincourt Resources (PTAR) memasang jembatan arboreal di beberapa titik di site Tambang Emas Martabe untuk memfasilitasi penyeberangan primata arboreal.
Hal itu dikatakan Syaiful Anwar, Superintendent Environmental Site Support PTAR; School of Biological Sciences Universiti Sains Malaysia, dalam 'The 9th Asian Primate Symposium (APS)' di Gedung Digital Learning Center Universitas Sumatera Utara (USU), Kota Medan.
Pemasangan jembatan arboreal merupakan salah satu strategi untuk melestarikan primata dan juga membuat fleksibilitas perilaku primata dalam adaptasi ekologi untuk koeksistensi manusia-primata yang berkelanjutan.
“Sebanyak 13 jembatan arboreal dipasang untuk percobaan yang dilakukan di Tambang Emas Martabe,” kata Syaiful, Senin (25/11).
Dengan menggunakan metode kamera jebak yang dipasang di jembatan arboreal di Tambang Emas Martabe selama tahun 2023-2024, terekam 6 spesies primata menggunakan jembatan arboreal tersebut.
Primata yang terekam adalah Presbytis sumatrana, Macaca nemestrina, Macaca fascicularis, Trachypithecus cristatus, Ratufa bicolor, dan Arctogalidia trivirgata.
“Temuan ini menunjukkan bahwa jembatan arboreal sangat efektif dalam mitigasi fragmentasi, sehingga primata dan hewan arboreal lainnya dapat hidup berdampingan dengan manusia,” sebutnya.
Diterangkan Syaiful, Presbytis sumatrana atau lutung huliap mendiami hutan terfragmentasi di Tambang Emas Martabe, yang dikelola oleh PTAR, di Batangtoru, Sumatera Utara (Sumut).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, difokuskan pada 2 kawasan hutan terfragmentasi, yakni New Magazine atau hutan sekunder di dekat kamp karyawan PTAR serta Barani atau hutan sekunder yang berdekatan dengan aktivitas pertambangan dan kebun masyarakat.
Penelitian ini menyelidiki penggunaan ruang vertikal dan horizontal oleh mereka, karena sebelumnya tidak ada data.
“Dengan menggunakan metode Scan Animal Sampling, kami mengumpulkan data perilaku pada pukul 06.00 hingga 17.00 WIB, dengan fokus pada penggunaan tinggi pohon selama aktivitas harian dan mendokumentasikan koordinat pohon untuk mencari makan dan tidur,” terangnya.
Data jarak diplot setiap 30 menit di QGIS 3.34.0 untuk menentukan area jelajah dan distribusi pohon untuk mencari makan dan tidur. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar lutung huliap menggunakan ruang vertikal pada ketinggian 11 hingga 15 meter di New Magazine (61,49%) dan 6-10 meter di Barani (60,16%).
Secara horizontal, rata-rata wilayah jelajah harian adalah 0,56 km² di New Magazine (berkisar dari 0,13 km² hingga 1,11 km²) dan 0,30 km² di Barani (berkisar dari 0,1 km² hingga 0,68 km²). Wilayah jelajah kelompok New Magazine 17,7 hektare, sedangkan kelompok Barani 14,9 hektaer.
Kedua kelompok memanfaatkan rata-rata 4 pohon pakan per hari, dengan pohon tidur sering kali terletak di dekat konsentrasi pohon pakan tertinggi.
“Temuan ini memberikan wawasan penting tentang perilaku jarak atau
spacing behavior huliap di hutan terfragmentasi yang menjadi pertimbangan manajemen PTAR membangun koridor buatan untuk menghubungkannya,” Syaiful menjelaskan.
Presbytis sumatrana yang dikenal sebagai huliap merupakan spesies lutung endemik dan terancam punah di Sumatera. Penelitian ini mengkaji aktivitas harian dan perilaku makan lutung huliap di Tambang Emas Martabe yang dikelola PTAR.
Penelitian dilakukan pada September 2023 hingga Januari 2024. Hasil penelitian menunjukkan bahwa istirahat merupakan aktivitas yang paling umum di kedua area, New Magazine 56,6%, dan Barani 59,4%.
Perbedaan signifikan diamati dalam aktivitas saat bergerak dan interaksi sosial yang lebih tinggi di New Magazine, dan aktivitas makan lebih tinggi di Barani. Huliap mengonsumsi 32 spesies tumbuhan liar, dengan 20 spesies di New Magazine dan 21 di Barani.
Di New Magazine, 11,8% waktu makan dihabiskan untuk memakan sisa makanan manusia dari tempat sampah antara pukul 7-8 pagi.
“Temuan ini memberikan wawasan penting tentang aktivitas harian dan perilaku makan huliap yang dapat digunakan untuk melindungi Huliap dan habitatnya serta membantu pengelolaan lingkungan hidup di sekitar area pertambangan,” Syaiful menerangkan.
Peneliti dalam penelitian ini adalah Fathiya Rahma, Universitas Nasional, Dimas Firdiyanto, Universitas Nasional, Sri Suci Utami Atmoko, Universitas Nasional, Fitriah Basalamah, Universitas Nasional, Mutia Rahmawati, Supervisor - Environmental Biodiversity Management PTAR, dan Syaiful Anwar, Superintendent Environmental Site Support PTAR; School of Biological Sciences Universiti Sains Malaysia.
Sementara Panel Penasihat Keanekaragaman Hayati (Biodiversity Advisory Panel/BAP) yang dibentuk pada 2020, terdiri dari Dr Rondang Siregar, Dr Sri Suci Utami Atmoko, Dr Puji Rianti, dan Dr Onrizal. Masing-masing dengan keahlian di bidang habitat dan fauna, khususnya orangutan, dan konservasi ekosistem.
Kegiatan 'The 9th Asian Primate Symposium (APS)' ajang bertemunya para peneliti, pegiat konservasi, dan pengambil kebijakan dari berbagai negara di Asia untuk membahas penelitian terbaru dan strategi konservasi primata, khususnya orangutan.
Dengan mengusung tema “Living in Harmony with Primates”, acara ini diharapkan dapat mendorong kolaborasi dan solusi nyata bagi pelestarian primata dan habitatnya.
Sementara itu, menjaga keanekaragaman hayati merupakan fokus utama PTAR dalam upaya mengelola lingkungan hidup.
Selama pembukaan lahan untuk pertambangan, PTAR selalu mempertimbangkan keanekaragaman hayati di area lahan dengan menerapkan langkah-langkah rehabilitasi dan memastikan tidak ada spesies satwa liar yang dilindungi di lokasi rencana pembukaan lahan melalui peraturan ketat yang melarang semua karyawan dan mitra perusahaan untuk berburu dan menangkap satwa liar.
PTAR selalu mengelola dampak keanekaragaman hayati yang terkait dengan pengoperasian Tambang Emas Martabe berdasarkan hierarki mitigasi yang selaras dengan praktik terbaik industri. Dampak terkait proyek yang paling signifikan terhadap keanekaragaman hayati adalah pembukaan lahan.
Dampak ini diminimalkan, dengan terpenting yakni pemulihan habitat di bawah program rehabilitasi,” Syaiful menandaskan.
(RZD/RZD)