Anggota Komnas Perempuan Bahrul Fuad (kiri) dalam diskusi panel bertajuk "GBV Victim Support in Indonesia: Challenges and Opportunities", di Jakarta, Senin (2/12/2024). (ANTARA/Anita Permata Dewi)
Analisadaily.com, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta aparat penegak hukum untuk menerapkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual berbasis gender.
"Penegakan hukum harus ditegakkan bersama-sama. Juga sensitivitas dan perspektif gender aparat penegak hukum harus ditingkatkan," kata Anggota Komnas Perempuan Bahrul Fuad dalam diskusi panel bertajuk "GBV Victim Support in Indonesia: Challenges and Opportunities" di Jakarta, Senin (2/12).
Hal ini karena Komnas Perempuan menemukan masih ada sejumlah aparat penegak hukum di daerah yang belum menggunakan UU TPKS dengan beragam alasan.
"Aparat penegak hukum di daerah masih belum berani menggunakan UU TPKS dengan berbagai alasan. Misal karena belum ada peraturan teknis, belum tahu SOP-nya," kata Bahrul Fuad.
Menurut dia, implementasi UU TPKS ini penting mengingat tingginya kasus kekerasan seksual berbasis gender yang berujung femisida di Indonesia.
Bahrul Fuad menambahkan aparat penegak hukum masih banyak yang menggunakan UU KUHP dalam menangani kasus kekerasan seksual berbasis gender.
"Untuk di kasus online, mereka menggunakan UU ITE, padahal korban rentan dikriminalisasi," kata dia.
Bahrul Fuad menambahkan UU TPKS telah mengatur semua aspek dalam kasus kekerasan seksual, termasuk hak-hak pemulihan korban dan hak restitusi bagi korban.
"Ini PR bagi media agar bisa memberikan peran lebih masif untuk mengedukasi masyarakat, khususnya aparat penegak hukum bahwa UU TPKS bisa diimplementasikan dan ditegakkan. Karena jika UU TPKS tidak diterapkan, yang dirugikan adalah korban," kata Bahlur Fuad.
(ANT/CSP)