Partisipasi Pemilih Rendah, Hasil Rekapitulasi Pilkada Deliserdang Ditolak

Partisipasi Pemilih Rendah, Hasil Rekapitulasi Pilkada Deliserdang Ditolak
Pilkada Deliserdang 2024 menjadi yang terburuk sepanjang sejarah karena tingkat partisipasi masyarakat sangat rendah (Analisadaily/Rinto Sustono)

Analisadaily.com, Batangkuis - Dua Pasangan Calon (Paslon) Pilkada Deliserdang menolak hasil rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan KPU Deliserdang di d'Prime Hotel Batangkuis, Jumat (6/12).

Penolakan oleh paslon nomor urut 1 Sofyan Nasution-Junaidi Parapat dan paslon nomor urut 3 M Ali Yusuf Siregar-Bayu Sumantri Agung, akibat dari kinerja KPU setempat yang dinilai gagal menyelenggarakan pesta demokrasi yang langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber) berasaskan jujur, adil, dan rahasia (jurdil).

Akibat dari ketidaknetralan KPU dan Bawaslu, Pilkada Deliserdang yang menelan anggaran Rp 140 miliar lebih itu pun hanya melibatkan partisipasi masyarakat pemilih yang datang ke tempat pemungutan suara (TPS) pada saat pencoblosan hanya 32,25 persen dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang mencapai 1.439.399 orang.

Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat pemilih ini pun menjadi catatan sebagai sejarah pilkada terburuk di Deliserdang.

Bahkan KPU Deliserdang dan Bawaslu setempat juga dinilai tidak netral dan mengabaikan setiap pelanggaran yang ada dengan membiarkan keterlibatan ASN, pejabat di Pemkab Deliserdang, para camat, lurah/kades, hingga para kepling/kadus.

Penolakan hasil rekapitulasi oleh KPU ini, ditegaakan oleh saksi Paslon Sofyan-Junaidi dan saksi Paslon Yusuf-Bayu dengan keengganan menandatangani berita acara hasil rekapitulasi. Hanya saksi dari Paslon nomor urut 2, Asriludin Tambunan-Lomlom Suwondo yang menandatangani berita acara tersebut.

Saksi paslon nomor urut 1, Adi Syahputra menyampaikan empat poin yang menjadi alasannya untuk tidak menandatngani hasil rekapitulasi KPU. Pertama karena saat hari pencoblosan terjadi bencana banjir dan tanah longsor di berbagai kecamatan, yang juga membuat masyarakat tidak bisa datang ke TPS.

"Ini juga membuat partisipasi pemilih sangat rendah. Sehingga hasil pilkada bukan suara mayoritas masyarakat Deliserdang," papar Adi sembari mengungkap alasan kedua, yakni keterlibatan ASN, camat, lurah/kades, hingga kadus/kepling sebagai mesin pemenangan paslon tertentu.

Poin ketiga, katanya, dugaan ketidaknetralan KPU dan Bawaslu yang terindikasi dengan pembiaran ketidakhadiran masyarakat pemilih saat hari pencoblosan. Terakhir, pembiaran terhadap politik uang oleh paslon tertentu yang diabaikan KPU dan Bawaslu.

Hal senada diungkapkan saksi dari paslon nomor urut 3, Bambang. Selain soal indikasi kecurangan, dia juga menyoroti kebijakan KPU yang tidak mengakomodir sejumlah TPS di dusun-dusun yang terdampak banjir dan longsor.

Akumulasi dari semuanya, imbuh Bambang, pihaknya akan mengkondolidasikan dan berkoordinasi menindaklanjuti hasil rekapitulasi tersebut dengan membuat laporan ke Bawaslu dan menggugat ke Mahkamah Konstitusi.

Saat rekapitulasi hasil Pilkada Deliserdang itu, paslon nomor urut 1 meraih 79.462 suara (17, 76 persen), paslon nomor urut 2 mendapat 229,242 suara (51,23 persen), dan paslon nomor urut 3 memperoleh 138.696 suara (31 persen).

Ketua KPU Deliserdang, Relis Yanthi Panjaitan mengakui jika partisipasi masyarakat pemilih sangat rendah. Begitu juga saat dilaksanakan Pemungutan Suara Lanjutan (PSL) dan Pemungutan Suara Susulan (PSS) di sejumlah TPS yang terdampak bencana.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Deliserdang, Kuzu Serasi Wilson Tarigan menilai, rendahnya partisipasi masyarakat ini menjadi barometer kegagalan penyelenggara khususnya dalam hal sosialisasi. Padahal anggaran untuk sosialisasi pilkada sudah disiapkan.

"Inilah pemilu terburuk sepanjang sejarah. Ini kegagalan dari penyelenggara. Kalau memang alasan banjir, ya diulanglah," katanya.

(RIO/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi