KPU Deliserdang Respon Santai Gugatan Paslon Yusuf-Bayu

KPU Deliserdang Respon Santai Gugatan Paslon Yusuf-Bayu
KPU Deliserdang merespons santai gugatan Paslon Yusuf-Bayu ke MK (Analisadaily/Rinto Sustono)

Analisadaily.com, Lubukpakam - KPU Deliserdang merespons santai dalam menghadapi gugatan Pasangan Calon (Paslon) Bupati/Wakil Bupati nomor urut 3, M Ali Yusuf Siregar-Bayu Sumantri Agung ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Divisi Hukum KPU Deliserdang, Ziaulhaq Siregar menyebut, gugatan ke MK itu sah saja dan merupakan hak setiap paslon.

"Setiap paslon itu punya hak untuk menggugat ke MK jika hasil penetapan dari KPU sudah selesai," ujarnya kepada wartawan, Senin (9/12).

Dia mengaku belum mengetahui materi gugatan Paslon Yusuf-Bayu itu. Namun biasanya, gugatan paslon terkait masalah hasil penghitungan suara maupun berkaitan soal proses Pemilu yang berlangsung. Sebagai termohon, KPU hanya menunggu panggilan dari MK.

Terlepas dari itu, sebelumnya Ketua KPU Deliserdang, Relis Yanthi Panjaitan menegaskan jika mereka sudah bekerja maksimal sesuai regulasi dalam menggelar Pilkada Deliserdang 2024.

Diketahui, Paslon Yusuf-Bayu menggugat hasil Pilkada ke MK melalui tim hukum mereka pada Senin (9/12). Sejumlah hal menjadi alasan dalam gugatan tersebut.

Hal utamanya karena ada 1 juta warga Deliserdang tidak dapat memberikan hak suaranya.

"Kita memperjuangkan hak-hak pemilih yang ada di Daftar Pemilih Tetap (DPT) namun tidak bisa mencoblos karena adanya bencana alam yang di luar kendali manusia," ujar seorang tim hukum Yusuf-Bayu, Chalik S Pandia.

Untuk memperkuat gugatan itu, tim hukum sudah mengumpulkan berbagai bukti pendukung. Hal utama yang dipersoalkan yakni terkait persentase kehadiran pemilih ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Sebab dari hasil rekapitulasi oleh KPU Deliserdang, diketahui tingkat partisipasi pemilih hanya 32,25 persen dari jumlah DPT sebanyak 1.439.399 pilih.

Chalik menyayangkan, untuk memilih pemimpin di kabupaten itu hanya ditentukan oleh sebagian kecil masyarakat. Dia mengilustrasikan, jika dalam sebuah rapat, persentase itu tidak kuorum.

Dari evaluasi yang dilakukan tim hukum Yusuf-Bayu, penyebab rendahnya partisipasi pemilih tersebut karena force merjure, yakni adanya bencana alam yang tidak terbantahkan. Force majeure ini juga sudah diakui KPU, makanya ada

Pemungutan Suara Lanjutan (PSL) atau Pemungutan Suara Susulan (PSS) di beberapa TPS.

Kembali disayangkan, imbuh Chalik, pemilihan susulan itu tidak mengakomodir semua wilayah yang terdampak bencana.

"Hanya beberapa TPS saja, seakan-akan itu sudah mewakili. KPU seharusnya tanggap menyikapi adanya bencana alam dan mengambil kebijakan dengan mengeluarkan statemen pada hari pencoblosan itu. Mereka kan punya perwakilan di setiap kecamatan, yakni Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK)," paparnya.

Bahkan tim hukum memiliki bukti rekaman video soal keterangan salah satu PPK yang menyatakan pada saat itu pemilu akan diulang. Dalam video itu, PPK menyatakan jika kawasan TPS tidak bisa dijangkau.

Dari pernyataan PPK itu, tim hukum menyimpulkan, kalau PPK saja tidak sanggup untuk menjangkau ke TPS, bagaimana pula dengan masyarakat pemilih.

Berbagai kecurangan yang terjadi juga menjadi materi inti dari gugatan.

"Kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang kasat mata seakan dibiarkan saja oleh Bawaslu. Ibarat juri dalam suatu pertandingan, Bawaslu seharusnya aktif melakukan pengawasan. Namun Bawaslu tidak mengakomodir segala aduan yang ada, termasuk soal keterlibatan ASN," jelas Chalik.

Tim hukum Yusuf-Bayu enggan mengunakan istilah Bawaslu memihak ke salah satunya paslon. Bawaslu tidak maksimal melaksanakan tugas pengawasannya. Padahal banyak pelanggaran sudah dilaporkan, bahkan sudah diekspose melalui pemberitaan media.

"Kita tidak bilang Bawaslu memihak, cuma kinerjanya tidak maksimal saja," tandas Chalik.

(RIO/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi