Analisadaily.com, Abidjan - Pancaran warna-warna cerah kini menghiasi kanvas urban di distrik Plateau, jantung ekonomi Pantai Gading. Jika dulu seni graffiti dipandang sebelah mata dan seniman graffiti sering menghadapi risiko hukum, kini pandangan masyarakat mulai berubah. Mural-mural megah dan karya graffiti yang rumit semakin sering terlihat di dinding-dinding kota, mengubah wajah Abidjan menjadi lebih hidup.
Puncak dari transformasi ini adalah penyelenggaraan perdana "Ivory Graff Graffiti Festival", yang sukses menarik sekitar 40 seniman nasional dan internasional. Selama dua minggu di bulan November, para seniman ini menyulap dinding-dinding polos menjadi karya seni sepanjang 300 meter.
Benjamin Le Lieve, Presiden penyelenggara festival, Graff Ivoire, mengungkapkan kebanggaannya atas inisiatif baru ini. “Kami berharap ini menjadi langkah awal untuk lebih mengenalkan seni graffiti kepada masyarakat luas,” ujarnya.
Festival ini tidak hanya menjadi ajang pamer kreativitas, tetapi juga sarana revitalisasi kota. Para pejalan kaki yang menyaksikan proses penciptaan karya seni tersebut menunjukkan apresiasi atas upaya para seniman.
“Ini membawa perubahan yang nyata untuk kota Abidjan,” kata Michael Bende, salah satu warga.
Sementara itu, seniman asal Afrika Selatan, Dbongz Mahlathi, mengatakan bahwa karya yang ia ciptakan bukan hanya untuk dirinya sendiri. “Graffiti yang saya buat adalah untuk orang-orang yang akan melihatnya setiap hari,” ungkapnya.
Transformasi persepsi terhadap graffiti di Abidjan menunjukkan bahwa seni memiliki kekuatan untuk menyatukan dan memperindah ruang publik. Dengan dukungan dari festival seperti Ivory Graff, seni jalanan kini menjadi simbol perubahan positif dan identitas baru bagi kota.
Melalui festival ini, Abidjan membuktikan bahwa seni bukan hanya milik galeri atau ruang privat, tetapi juga dapat menjadi milik masyarakat, menghiasi jalanan, dan menghidupkan kembali jiwa kota.