Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani saat menghadiri acara penyerahan arsip pribadi Dewi Motik Pramono (Demono) dalam rangka memperingati Hari Ibu di Gedung ANRI, Jakarta Selatan, Senin (23/12/2024). (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)
Analisadaily.com, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan menyampaikan bahwa setiap satu jam ada tiga istri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
"Survei pengalaman hidup perempuan menemukan bahwa satu dari empat perempuan di Indonesia pada tahun 2024 masih mengalami kekerasan, sedangkan data di Komnas Perempuan menyebutkan bahwa setiap jam ada tiga perempuan sebagai istri menjadi korban kekerasan dari pasangannya," kata Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani di Jakarta, Senin (23/12).
Dilansir dari Antara, Andy menegaskan penanganan yang tertunda dan sepenggal menempatkan perempuan korban kekerasan di dalam rumah tangga pada potensi kekerasan yang berulang dan semakin intensif sehingga bisa berakhir dengan fatal.
"Akhir-akhir ini sering kita temukan kisah perempuan sebagai istri korban kekerasan di dalam rumah tangga yang kemudian membunuh diri, dibunuh, atau dengan istilah femisida membunuh pasangannya sebagai cara untuk mempertahankan kehidupannya," paparnya.
Namun, ia tetap mengapresiasi bahwa ada peningkatan kesadaran masyarakat dan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, walaupun masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dituntaskan.
"Bisa kita amati ya kemajuan-kemajuan dalam pencegahan maupun penanganannya, tetapi masih banyak PR yang harus kita lakukan. Wacana care works (fasilitas tempat penitipan anak di tempat kerja) sekarang lagi banyak nih dibahas, care works sebagai sebuah ruang di mana harus betul-betul diberikan fasilitas-fasilitasnya," ujar dia.
Menurutnya, wacana care works tersebut menjadi cara untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai arti penting kerja pengasuhan dan perawatan yang dilakukan oleh perempuan, utamanya dalam peran sebagai ibu dan istri.
"Di saat bersamaan, mereka yang bekerja dalam peran perawatan mendapatkan pelindungan minimal, bahkan tiada. Kita bisa saksikan betapa sulitnya untuk menggolkan perancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) yang sudah berproses hampir dua dekade," ucapnya.
Ia menekankan masih sulitnya bagi perempuan yang mengupayakan perubahan, mendapatkan pengakuan serta dukungan dalam pelindungan hak asasi manusia (HAM).
"Kami di Komnas Perempuan menyebut mereka (yang mengadvokasi keadilan bagi perempuan) sebagai pembela HAM, yaitu semua perempuan yang melakukan pembelaan hak asasi manusia, termasuk laki-laki yang mendorong upaya penghapusan kekerasan terkait perempuan dan pemajuan hak-hak perempuan. Banyak dari mereka yang dikerdilkan perannya dan menghadapi intimidasi, kriminalisasi, bahkan meregang nyawa," tuturnya.
(ANT/CSP)