Mega Ekspedisi Loser-Leuser 2024

Mega Ekspedisi Loser-Leuser 2024
Mega Ekspedisi Loser-Leuser 2024 (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi dan jejeran gunung-gunung berketinggian di atas 3.000 Meter di Atas Permukaan Laut (MDPL).

Loser dan Leuser adalah sepasang gunung yang kedua puncaknya menjadi dambaan untuk dicapai oleh para penggemar kegiatan pendakian gunung. Tidak saja dari dalam negeri, tetapi juga dari mancanegara.

Mencapai puncak kedua gunung ini sangat menantang, karena merupakan lintasan pendakian gunung terpanjang di seluruh gunung-gunung yang ada di Indonesia.

Untuk sampai kedua puncak gunung itu, harus melalui setidaknya 5 puncak gunung berketinggian di atas 3.00 MDPL, seperti Gunung Pucuk Angkasan, Gunung Pepanyi, Gunung Bivak, Gunung Tanpa Nama, dan Gunung Karang Putih.

Pada pertengahan tahun 1980-an, 3 tim pendaki Indonesia, masing-masing dari KAPA-UI, WANADRI dan KOMPAS-USU dengan jalur pendakian berbeda merintis pendakian tanpa pemandu dan porter ke puncak Gunung Loser dan Leuser dari desa-desa di Kuta Panjang Aceh.

Waktu tempuh pendakian saat itu dimulai dari desa-desa terakhir hingga ke puncak gunung dan kembali ke desa memakan waktu sampai 30 hari. Butuh waktu 18 sampai 20 hari mendaki puncak dan 10 sampai 12 hari untuk turun kembali.

Pada masa itu, waktu yang sedemikian lama diperlukan untuk membuka atau merintis jalur pendakian, karena belum ada tim pendaki yang berminat mencapai puncak-puncak gunung tersebut.

Di akhir tahun 2024 ini, sebuah ekspedisi besar yang melibatkan 34 orang pendaki-pendaki pria dan wanita anggota beberapa organisasi yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia (Garut, Bogor, Jakarta, Malang, Bali, Lombok, Ambon, Medan dan Padang), bahkan beberapa orang dari Malaysia bekerja sama mencoba melakukan pendakian untuk mencapai kedua puncak Gunung Loser dan Leuser, sejak 20 Desember 2024 dari dusun Keudah Kuta Panjang, Kabupaten Gayo Lues, Aceh.

Adul, dari Organisasi Shelter Garut yang didapuk sebagai komandan tim ekspedisi besar ini, yang dihubungi lewat telepon seluler, Jumat (27/12) memberitahu tim ekspedisi sudah mencapai puncak Gunung Tanpa Nama (3.455 mdpl) setelah melakukan pendakian selama 7 hari dari Dusun Keudah.

Jalur pendakian yang dipilih selain melalui punggungan menuju puncak-puncak gunung yang sudah dirintis sebelumnya oleh pendaki-pendaki terdahulu adalah dengan memintasnya pula melalui lembah curam antargunung guna mempersingkat waktu pendakian.

Menurut Adul, kesulitan terbesar adalah mengorganisir distribusi logistik (bekal dan peralatan) pendakian yang banyak dan berat kepada para pendaki, mengingat sebagian di antaranya (8 orang) adalah pendaki wanita.

Pendaki pria setidaknya terbebani ransel berisikan makanan serta peralatan bermalam dan mendaki dengan beban seberat 20 kilogram, dan pendaki wanita dibebani beban seberat 12 kilogram.

Untuk pendakian dalam waktu panjang ini, dengan topografi medan yang bervariasi turun-naik, membawa beban seberat itu bukan perkara sepele. Belum lagi cuaca dingin dan hujan yang selalu turun pada daerah-daerah berketinggian di atas 3.000 mdpl.

“Jika tak ada halangan berarti, maka puncak Loser dan Leuser dapat dicapai esok hari (hari ke delapan, Sabtu, 28 Desember 2024). Diperkirakan perjalanan turun dari puncak Loser ke titik pendakian di Dusun Keudah akan memakan waktu sekitar 5 sampai 6 hari,” sebutnya.

Rajidt Malley, pendiri SANGKALA Medan, yang pernah merintis pendakian pada hampir 40 tahun lalu, yang dimintai komentarnya mengatakan, Tim Ekspedisi Besar ke puncak Loser dan Leuser ini adalah tim pendakian dengan jumlah peserta paling banyak.

“Sepanjang yang saya ketahui, sejak tahun 1980 sampai kini, tim pendakian yang efektif itu terdiri dari tujuh sampai 10 orang. Jumlah anggota tim pendaki itu untuk mengantisipasi ragam kesulitan, tantangan medan, dan ancaman kecelakaan yang bisa saja terjadi dalam suatu pendakian panjang. Untuk pendakian yang bermuatan nuansa rekreatif, jika waktunya lama biasanya paling banyak pun hanya berjumlah 15 orang,” ucapnya.

Lebih jauh Rajidt menguraikan, “Semestinya, ekspedisi besar ini dapat pula mengingatkan banyak pihak pada rangkaian ekpedisi maut oleh penjajah kolonial Belanda di tahun 1904 hingga 1934. Penjajah kolonial Belanda saat itu yang dikomandani Letkol Van Daalen berupaya memenangkan perang dengan Aceh yang tak kunjung diperolehnya. Dengan ratusan tentara marsose KNIL, ekspedisi maut itu menewaskan belasan ribu rakyat Gayo-Lues guna menangkap Cut Nyak Dhien.”

“Pada tahun 1933-1934, ekspedisi maut itu juga menyelipkan penelitian biologi dan geomorfologi yang dipimpin oleh Van Beek hingga sampai ke puncak Loser. Ekspedisi maut pada 120 tahun yang silam itu terdokumentasikan dalam beberapa laporan-laporan penelitian ilmiah”.

Ia pun menambahkan, “Ekspedisi besar ke Loser-Leuser kali ini dapat pula merekonstruksi spirit heroisme dan patriotisme para pejuang kemerdekaan Indonesia untuk diinternalisasi atau dihayati oleh generasi masa kini.”

“Negara ini sudah diperjuangkan sungguh-sungguh dengan pengorbanan luar biasa banyak berupa harta, darah dan nyawapara pejuang dan rakyat Indonesia dari berbagai daerah, karena itu harus dicegah dan dipertahankan pula keutuhannya dari berbagai potensi gangguan dalam bentuk apa pun yang dapat merusaknya saat ini – baik gangguan dari dalam berupa pertikaian antargolongan, antarpartai, antarsuku, antaragama mau pun gangguan dari luar berupa aneksasi wilayah dan perbatasan, bahkan jebakan hutang, impor barang dan kemungkinan perang a-simetris,” pungkasnya.

(RZD/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi