Sengketa Lahan di Desa Sihaporas, Henry Dumanter : Jangan Ada Pihak Dirugikan!

Sengketa Lahan di Desa Sihaporas, Henry Dumanter : Jangan Ada Pihak Dirugikan!
Sengketa Lahan di Desa Sihaporas, Henry Dumanter : Jangan Ada Pihak Dirugikan! (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Simalungun - Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, Henry Dumanter, menanggapi terkait Sengketa lahan antara masyarakat adat Desa Sihaporas, Kabupaten Simalungun, dengan PT. Toba Pulp Lestari (TPL).

"Memang benar, Komisi A DPRD Sumut telah melakukan kunjungan ke kantor PT. TPL di Aek Nauli dan juga ke Pemerintah Kabupaten Simalungun. Kami sudah mendengar keterangan dari Pemkab Simalungun, PT. TPL, dan Kepala Desa Sihaporas. Namun, kami menilai keterangan tersebut masih sepihak karena belum mendengar langsung dari masyarakat adat yang mengklaim bahwa tanah di Desa Sihaporas adalah tanah ulayat mereka," ujar Henry Dumanter, dalam keterangannya, Sabtu (18/1/2025).

Sekretaris Komisi A DPRD Sumut ini menyebutkan pengakuan terhadap tanah ulayat telah diatur dan dilindungi oleh berbagai regulasi pemerintah, di antaranya UUD 1945 Pasal 18 B Ayat 2, UU No 5 Tahun 1960 ( UUPA ) Undang 2 Pokok Agraria, Putusan MK No 35 / PUU – X/2012, Undang –Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa.

"Nah, kemarin itu kan kita masih mendengar keterangan sepihak dari perusaahan dan Pemkab Simalungun termasuk Kepala Desa Sihaporas. Tetapi memang secara pribadi yang saya tahu di Sihaporas itu sudah lama masyrakat berdomisili," ujarnya

Henry menuturkan ada beberapa laporan dari masrakat adat yang datang kepadanya dan megklaim atas tanah ulayat mereka yang berada dalam konsesi PT. TPL, termasuk di antaranya : Huta Dolok Parmonangan, Nagori Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuat, Kabupaten Simalungun, Desa Natumingka, Kabupaten Toba, Desa Sihaporas, Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun, Desa Parsoburan Barat, Kabupaten Toba.

"Saya pikir perlu untuk mengadakan rapat bersama yang akan saya usulkan ke komisi A untuk dibahas dengan memangiil sejumlah pihak," ungkapnya.

Adapun nantinya yang bakal dipnggil yakni pemilik gak ulayat, pemerintah daerah di dua kabupaten yakni Simalungun dan Toba dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Badan Pertanahan Nasional, akademisi dan lembaga pemetaan, lembaga masyarakat sipil dan organisasi adat termasuk AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara NGO Lingkungan Hidup.

"Selain itu, akan kita panggil perusahaan PT TPL, pemerintah pusat dalam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,

Badan Informasi Geospasial (BIG) serta warga Lokal dalam hal ini adalah warga disekitar wilayah adat yang biasanya mengetahu batas geografis daerahnya," sebutnya.

Henry berharap rapat bersama ini dapat memberikan solusi yang adil dan menghindari konflik lebih lanjut antara masyarakat adat dan perusahaan. Pihaknya ingin memastikan semua pihak didengar dan hak-hak mereka dihormati.

"Kami tidak ingin ada pihak yang dirugikan, baik masyarakat maupun perusahaan. Oleh karena itu, kami meminta BPN untuk mengukur ulang luas lahan konsesi yang dikuasai PT. TPL," tegasnya.

(REL/WITA)

Baca Juga

Rekomendasi