Analisadaily.com, Medan-DPRD Sumatera Utara menggelar rapat gabungan Komisi A dan Komisi E bersama 16 pemerintah kabupaten/kota di Sumut, di gedung DPRD Sumut, Rabu (5/2/2025). Rapat membahas permasalahan pengangkatan tenaga Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) serta dampaknya terhadap anggaran daerah.
Rapat ini juga dihadiri oleh perwakilan Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta sejumlah pejabat terkait serta Forum Guru Honorer. Ketua DPRD Sumut, Erni Sitorus, bersama Ketua Komisi E Subandi, memimpin jalannya diskusi.
Beberapa permasalahan disampaikan Forum Guru Honorer, bahwa tidak dari mereka yang sudah lama honor namun tidak mendapat peluang menjadi PPPK. Mereka meminta sebagai skala prioritas dan adanya transparansi dalam perekrutan.
Perwakilan Pemkab Asahan menegaskan bahwa dalam perjanjian kerja, tenaga honorer telah memahami bahwa mereka tidak dapat menuntut diangkat menjadi PNS. Namun, Pemkab Asahan tetap berupaya mengakomodasi tenaga honorer dengan mempertimbangkan kondisi keuangan daerah.
"Beban anggaran kita sangat berat. Jika dipaksakan, ini akan mengganggu belanja daerah yang semestinya dialokasikan untuk pembangunan," ujar perwakilan Pemkab Asahan.
Mereka juga mengingatkan bahwa ada kemungkinan manipulasi dalam pengangkatan tenaga PPPK, sehingga memerlukan pengawasan ketat dari pemerintah pusat.
Senada dengan Asahan, Pemkab Langkat juga menyampaikan bahwa mereka menghadapi kendala anggaran. Mereka meminta kejelasan aturan agar tidak salah dalam menganggarkan pembayaran tenaga PPPK.
"Jika salah anggaran, BPK pasti akan turun melakukan audit, dan kami bisa terkena masalah hukum," kata perwakilan Pemkab Langkat.
Selain itu, Pemkab Langkat menyoroti ketidakseimbangan dalam pengangkatan tenaga PPPK, terutama di sektor pendidikan. Banyak guru honorer di sekolah swasta yang lulus PPPK justru ditempatkan di sekolah negeri, menyebabkan kekurangan tenaga pengajar di sekolah swasta.
Ketua Komisi E DPRD Sumut, Subandi, menekankan bahwa pemerintah daerah harus berhati-hati dalam merekrut tenaga PPPK. Ia mengingatkan bahwa di beberapa daerah, lebih dari 50% anggaran APBD terserap untuk membayar gaji dan tunjangan pegawai, yang menghambat pembangunan daerah.
"Kita ingin semua tenaga honorer mendapatkan kepastian, tetapi kita juga harus realistis. Jangan sampai anggaran daerah habis hanya untuk gaji pegawai," kata Subandi.
Ia juga menyoroti dugaan permainan dalam seleksi dan penempatan tenaga PPPK, seperti adanya pegawai baru yang ditempatkan di sekolah negeri meskipun sekolah tersebut sudah memiliki guru yang cukup.
DPRD Sumut berencana menyampaikan rekomendasi ke pemerintah pusat agar daerah mendapatkan kuota PPPK yang sesuai dengan kemampuan anggaran. Selain itu, mereka juga akan mengusulkan kebijakan agar tenaga honorer yang telah lama mengabdi bisa mendapatkan prioritas tanpa mengorbankan pegawai lain.
"Kita akan bersurat ke Kemenpan RB dan Kementerian Keuangan agar pemerintah daerah bisa mendapatkan solusi terbaik tanpa membebani APBD," ujar anggota DPRD Sumut, Berkat Laoli.
Hal serupa disampaikan anggota DPRD Sumut dari Fraksi Gerindra, Budi. Menurutnya, PPPK tujuan awalnya untuk kesejahteraan masyarakat. Namun, hal ini harus juga disesuai dengan kebutuhan akan pegawai di daerah serta kemampuan keuangan daerah itu sendiri.
Dia mengapresiasi Pemkab Sergai yang tegas soal penerimaan PPPK. Jika dalam prosesnya dijumpai ada permainan, maka kepala daerahnya segera menindak tegas.
Penegasan lebih ditekankan anggota DPRD Sumut dari PDIP, Landen Marbun. Dia mengingatkan agar daerah berhati-hati dan tidak bermain-main soal perekrutan PPPK. Soalnya, hal ini bisa menjadi masalah dan berhubungan dengan hukum.
Beberapa rekomendasi dari anggota DPRD Sumut langsung dijawab perwakilan BKN, termasuk memprioritaskan mereka yang usia honornya lebih lama. Rapat ditutup Ketua DPRD Sumut Erni Ariyanti Sitorus.