DPD RI Desak Tanah Simpang Gambus Harus Dikembalikan (Analisadaily/istimewa)
Analisadaily.com, Jakarta – Anggota Badan Anggaran dan Pengawasan (BAP) DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, menegaskan bahwa perusahaan harus bertanggung jawab atas kasus penyerobotan lahan milik masyarakat yang telah berlangsung lama di Kabupaten Batu Bara, Sumatra Utara.
Hal ini disampaikan saat BAP DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kelompok Tani Tanah Perjuangan Simpang Gambus, Kecamatan Limapuluh, Kabupaten Batu Bara.
“Kita akan meminta pertanggungjawaban terhadap perusahaan atas penyerobotan lahan yang sudah sangat lama terjadi di masyarakat. Ini adalah masalah serius yang harus diselesaikan agar masyarakat tidak terus dirugikan,” tegas Pdt. Penrad Siagian di Ruang Rapat Kutai Gedung B DPD RI pada Rabu, (12/2/2025).
Sengketa lahan antara masyarakat Simpang Gambus dan perusahaan telah berlangsung puluhan tahun.
Pada tahun 1970an, masyarakat setempat mengaku digusur paksa oleh sebuah perusahaan swasta. Diduga, perusahaan melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat saat itu. Pengusiran masyarakat dari lahan yang ditempatinya itu tidak lepas dari isu PKI.
Pihak perusahaan membongkar paksa rumah warga sebanyak 461 Kepala Keluarga (KK) dengan luasan tanah mencapai 483 hektare.
Padahal, lahan tersebut telah menjadi lahan pertanian milik masyarakat sejak tahun 1942.
Pada masa reformasi tahun 1998, masyarakat petani kembali melakukan perlawanan setelah 43 tahun hidup dalam penderitaan dan air mata.
Perlawanan ini dilakukan semata-mata untuk meminta perusahaan mengembalikan tanah yang telah mereka tinggali dan kelola selama puluhan tahun.
Belakangan diketahui perusahaan telah melampaui luas areal Hak Guna Usaha (HGU)-nya di atas tanah masyarakat Simpang Gambus, saat dilakukan pengukuran ulang saat perusahaan akan memperpanjang HGU mereka.
Dalam RDP tersebut, Pdt. Penrad Siagian menegaskan bahwa masyarakat Simpang Gambus telah lebih dulu ada di wilayah tersebut dibandingkan kehadiran perusahaan.
Ia meminta agar hak-hak masyarakat dikembalikan oleh pihak perusahaan.
"Kami mendesak agar perpanjangan HGU perusahaan dimoratorium dulu hingga sengketa ini diselesaikan secara tuntas. Masyarakat tidak boleh terus dirugikan," ujarnya.
Ia juga menegaskan dukungannya terhadap gerakan rakyat yang memperjuangkan hak produksi mereka.
"Rakyat harus memiliki hak atas tanah dan hasil produksi yang mereka kelola. Ini adalah bagian dari keadilan sosial yang harus kita wujudkan," tuturnya.
"Kita tidak bisa membiarkan perusahaan terus beroperasi di atas tanah yang bukan haknya. Pemerintah harus hadir untuk memastikan masyarakat mendapatkan haknya," ucap Penrad menambahkan.
(NAI/NAI)