
Puluhan PRT Sumut demo di kantor DPRD Sumut. Tidak ada anggota DPRD Sumut yang menerima. (analisadalily/zulnaidi)
Analisadaily.com, Medan- Puluhan pekerja rumah tangga Sumatera Utara yang tergabung dalam Serikat pekerja rumah tangga Sumatera Utara menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sumatera Utara, Senin (17/2/2025). Dalam waktunya mereka didukung penuh oleh sejumlah mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU). Namun hingga bubar, tidak satu pun anggota DPRD Sumut yang menemui mereka.
Para demonstran yang terdiri dari kaum ibu dan dibantu oleh para mahasiswa menyampaikan orasi secara bergiliran. Mereka meneriakkan yel-yel hidup PRT, hidup mahasiswa, dan hidup perempuan melawan.
Menurut mereka tanpa adanya undang-undang perlindungan PRT, maka mereka rentan mengalami tindakan kekerasan serta pelecehan, begitu juga soal pengupahan.
Salah seorang ibu dalam orasinya menjelaskan bahwa dia sudah bekerja sebagai PRT pada tahun 2013. Namun ketika masa Covid 19 dia dipecat tanpa ada perhatian apapun dari majikan. Itulah sebabnya dia mengaku pentingnya undang-undang PPRT segera disahkan. Dengan demikian nasib PRT yang merupakan bagian dari pembangunan Indonesia juga mendapat jaminan dari negara.
Dalam selebaran yang mereka buat Serikat Pekerja PRT Sumatera Utara dalam aksinya itu juga memperingati sebuah momen penting hari PRT nasional yang jatuh pada tanggal 15 Februari. Pada momen kali ini mereka menyoroti pentingnya melindungi pekerja rumah tangga.
Berdasarkan data international labour organization (ILO) atau organisasi buruh internasional pada tahun 2002, terdapat sekitar 2,6 juta PRT di Indonesia. Kemudian pada 2015 angka ini meningkat menjadi 4,2 juta dan sampai saat ini terus terjadi peningkatan jumlah PRT. Dari data tersebut dapat terlihat peran PRT sangat dibutuhkan dan pastinya memiliki dampak yang sangat besar di negeri ini.
Namun peran PRT yang memiliki jasa tersebut berbanding terbalik dengan pemenuhan terhadap hak-hak mereka terkhusus perlindungan hukum. Akibatnya, PRT masih rentan mendapat kekerasan dan eksploitasi. Berdasarkan laporan jaringan nasional advokasi pekerja rumah tangga pada tahun 2018 hingga 2023 tercatat 2.641 kasus kekerasan PRT.
Mayoritas kasus meliputi kekerasan fisik dan psikis. Selain itu permasalahan ekonomi juga masih menjadi permasalahan yang dominan seperti beberapa PRT mengalami penundaan pembayaran upah hingga 2 sampai belasan bulan, pemotongan upah saat sakit, dan pemutusan hubungan kerja tanpa kompensasi.
Hasil survei yang sama juga menunjukkan 81% dari PRT bekerja lebih dari 11 jam per hari dengan 39% diantaranya tidak diizinkan beristirahat selama jam kerja. Selain itu 50% Pak RT tidak mendapatkan libur mingguan. Kondisi ini menunjukkan bahwasanya jam kerja PRT sangat panjang dan diduga penuh eksploitasi.
Beberapa kali mereka bergantian melakukan orasi dan membaca puisi namun tidak satupun anggota DPRD Sumatera Utara datang menerima mereka. Terakhir datang kepala humas DPRD Sumatera Utara, Sofyan. Dia berjanji menyampaikan aspirasi tersebut kepada ketua DPRD Sumatera Utara maupun kepada Komisi terkait.
Sofyan meyakinkan bahwa aspirasi para PRT tersebut akan tersampaikan. Dia sendiri mengaku mendukung apa yang disuarakan oleh PRT tersebut. Hanya saja ranah kerja membuat undang-undang tersebut berada di DPR RI. Oleh sebab itu aspirasi tersebut akan disampaikan melalui DPRD Sumatera Utara ke DPR RI. Usai diterima oleh humas DPRD Sumatera Utara para demonstran membubarkan diri dengan tertib.(nai) (NAI/NAI)