Pertamina Patra Niaga Sumbagut Soroti Informasi Keliru Soal LPG di Konten Media Sosial

Pertamina Patra Niaga Sumbagut Soroti Informasi Keliru Soal LPG di Konten Media Sosial
Pertamina Patra Niaga Sumbagut Soroti Informasi Keliru Soal LPG di Konten Media Sosial (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - PT Pertamina Patra Niaga menyoroti maraknya informasi keliru mengenai LPG yang beredar di media sosial. Informasi yang tidak akurat ini berpotensi menyesatkan masyarakat dan mengganggu distribusi LPG nasional.

Susanto August Satria, Area Manager Communication, Relation & CSR Sumbagut PT Pertamina Patra Niaga menegaskan pentingnya menggunakan sumber informasi yang valid, seperti Pertamina Patra Niaga, dalam pembuatan konten mengenai LPG.

"Jika tidak berdasarkan sumber resmi atau kompeten, maka dapat mengakibatkan munculnya informasi yang keliru," ujarnya, Jumat (7/3).

Salah satu contoh konten yang mengandung informasi kurang akurat berasal dari akun TikTok @indahsentosa.lpg. Dalam unggahannya, akun tersebut menyebutkan bahwa gas melon atau LPG bersubsidi 3 kg lebih cepat habis dibandingkan dengan Bright Gas.

Menurut Susanto, informasi ini tidak benar. Gas melon dan Bright Gas, jelasnya, sama-sama mengandung LPG dengan komposisi utama propana dan butana. Jika digunakan dengan alat masak atau pemanas yang sama, konsumsi LPG dihitung berdasarkan berat, bukan jenis tabungnya.

Ia menambahkan bahwa perbedaan yang dirasakan kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor. Seperti tekanan gas yang berbeda, kebocoran kecil pada regulator atau selang, atau perbedaan pola pemakaian pengguna.

Informasi keliru lain yang diklarifikasi Susanto juga terkait pernyataan dalam konten yang menyebutkan pemakaian gas melon dalam jumlah banyak bisa menyebabkan tabung berkeringat dan membeku. Dia memastikan fenomena ini bukan disebabkan banyaknya pemakaian.

Melainkan oleh penguapan LPG yang cepat, yang menyerap panas dari lingkungan sekitar. Ini lebih umum terjadi saat penggunaan LPG dengan tekanan tinggi, seperti pada burner besar atau saat gas digunakan terus-menerus dalam waktu lama.

"Hal itu bisa terjadi pada semua tabung LPG, bukan hanya gas melon," tambah Susanto.

Akun yang sama juga mengunggah informasi bahwa agen LPG Bright Gas di Kota Medan hanya sedikit. Susanto membantah informasi ini dan menegaskan bahwa agen dan subpenyalur Bright Gas sudah cukup banyak dan tersebar di berbagai wilayah Kota Medan.

"LPG Bright Gas dapat dibeli dengan mudah di agen resmi, SPBU tertentu, modern retail, serta layanan home delivery dari beberapa distributor. Informasi lebih lanjut mengenai daftar agen resmi bisa diperoleh dari situs atau kontak resmi Pertamina," ujarnya.

Di platform lain, akun Instagram @indahsentosa_lpgmedan pernah mengunggah konten yang menyebutkan bahwa tabung berkarat merupakan salah satu ciri dari Bright Gas oplosan. Namun, pada Senin, 2 Maret 2025, unggahan ini sudah tidak terlihat lagi.

Susanto memastikan bahwa karat pada tabung LPG bukan indikator bahwa isinya dioplos. Menurut dia, LPG oplosan biasanya ditandai dengan segel yang sudah rusak atau tidak asli, perbedaan bobot yang signifikan, atau performa gas yang tidak normal saat digunakan.

Susanto mengingatkan kepada para konten kreator dan pemilik akun media sosial bahwa penyebaran informasi yang keliru mengenai LPG di dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Masyarakat bisa salah paham dan takut menggunakan LPG dengan benar, seperti percaya bahwa gas melon lebih cepat habis atau bahwa tabung berkeringat berbahaya.

Usaha mikro bisa ragu menggunakan gas melon, sehingga beralih ke LPG nonsubsidi tanpa perlu, yang bisa menghambat ekonomi usaha kecil. Ketidakpercayaan terhadap Bright Gas juga bisa meningkat karena adanya informasi salah mengenai oplosan.

Persepsi yang keliru tentang ketersediaan LPG nonsubsidi pun dapat mengganggu distribusi, padahal agen dan subpenyalur sudah tersebar luas. Informasi yang keliru tentang LPG di media sosial tidak hanya merugikan individu, tetapi juga dapat mengganggu distribusi energi nasional.

"Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mencari sumber informasi yang valid, seperti dari Pertamina, pemerintah, atau pakar energi sebelum mempercayai dan menyebarkan suatu informasi," pungkasnya.

(JW/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi