
War Djamil (analisadaily/istimewa)
PUBLIK mendambakan pemberitaan ramah anak. Itu harapan wajar. Inti dari keinginan publik dalam hal ini antara lain semacam perlindungan. Di sini, perlindungan dimaksud yakni proteksi diberikan pers nasional, sehingga pemberitaan tetap mampu menjaga harkat, martabat anak sekaligus tiada sisi melahirkan kesan negatif atas diri anak di mata publik.
Dewan pers memberi perhatian atas hal ini. Lahir Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak. Dari pedoman itu dapat diketahui ketentuan yang seharusnya diperhatikan pers nasional tatkala menyiarkan berita terkait anak. Saya kutip beberapa hal dari pedoman itu.
Mengapa lahir pedoman itu ?. Kiranya, selama ini jika dicermati. Masih ada media yang kurang peduli sehingga pemberitaan menjadi obyek eksploitasi. Hal menyedihkan, berita tertentu, diungkap identitas anak tersebut, sehingga publik mengetahui siapa anak itu. Juga, kata-kata atau kalimat dalam pemberitaan media dengan bahasa tergolong kasar dan vulgar.
Bukan cuma itu. Satu-dua media menampilkan wajah anak disamarkan dengan diberi topeng atau "diblur". Pula, dengan nama identitas jelas.
Itu semua sangat merugikan pribadi anak. Masa depan terganggu. Bukan mustahil, nama mereka akan tercatat dalam daftar hitam, atas perbuatannya saat itu. Padahal, kini mereka menjadi pemuda atau orang dewasa yang baik, menyelesaikan studi sampai universitas misalnya.
Di antara pedoman yang sangat patut diketahui redaksi media, untuk pemberitaan antara lain :
Merahasiakan identitas anak. Khususnya dalam pemberitaan yang diduga melakukan pelanggaran hukum. Mungkin publik menilai adanya tindak pidana, media menyajikan informasi yang tidak mengungkap identitasnya.
Untuk kasus tergolong bersifat seksual dan sadistis, pemberitaan hendaknya secara faktual dengan kalimat/narasi/visual/audio bernuansa positif dan empati.
Awak media kiranya tidak menggali informasi di luar kapasitas anak, seumpama peristiwa kematian, perceraian, perselingkuhan orangtuanya maupun kekerasan yang melahirkan dampak traumatik. Media tetap memperhatikan pemberitaan dengan mempertimbangkan dampak psikologis anak dan efek negatif berita berlebihan.
Khusus tentang identitas anak dalam kasus-kasus, jika media siber terlanjut menyebut identitas anak, agar segera melakukan edit ulang supaya identitas anak tidak terungkap.
Terkait keterlibatan anak yang dilakukan orang dewasa dalam kegiatan politik ataupun suku agama ras antargolongan (SARA), identitas anak tidak diberitakan.
Secara khusus, identitas anak boleh diungkap dalam kasus anak hilang atau disandera. Namun jika keberadaannya sudah diketahui, dalam berita selanjutnya identitas anak tidak dipublikasikan. Dalam media siber, identitas awal dihapuskan.
Bagaimana dalam sidang pengadilan ?. Tatkala berlangsung peradilan anak, diharapkan pihak pers menghormati ketentuan Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
BEGITULAH beberapa butir dari pedoman itu. Tujuan utama agar berita dimaksud benar-benar tergolong sebagai "pemberitaan ramah anak".
Semua pihak diyakini setuju memberi perlindungan kepada generasi muda ini, yang ke depan menjadi generasi penerus bangsa, juga sebagai calon pemimpin dalam berbagai tingkat dan profesi serta dalam arti luas sebagai rakyat.
Pedoman ini penting, sebab sajian media sampai ke segenap lapisan warga di manapun berada. Dan, dampak berita sangatlah luas. Jadi, proteksi terhadap anak, memang penting.
Berita kiriman dari: War Djamil