Atasi Masalah Sosial di Belawan Ketum ADNI Dukung Langkah Kapolda Sumut

Atasi Masalah Sosial di Belawan  Ketum ADNI Dukung Langkah Kapolda Sumut
Atasi Masalah Sosial di Belawan Ketum ADNI Dukung Langkah Kapolda Sumut (Analisadaily/istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Ketua Umum DPP Advokat Negarawan Indonesia (ADNI) periode 2025–2030 Dr (c) Eka Putra Zakran Nasution SH MH memberikan kritik keras terhadap penanganan aparat kepolisian dalam kasus bentrokan yang berujung penembakan di Belawan, Sumatera Utara. Ia menyebut, peristiwa tawuran yang berulang kali terjadi di Belawan seharusnya bisa dicegah dengan strategi pengamanan yang lebih kuat dan berlapis.

"Belawan bukan wilayah baru dalam hal konflik. Ini sudah terjadi berulang kali. Mestinya pengamanan diperkuat, baik siang maupun malam, bahkan jika perlu diturunkan beberapa kompi tambahan. Jangan tunggu korban dulu baru bereaksi," tegasnya di Medan, Rabu (7/5/2025).

Menurutnya, aparat tidak boleh bertindak di luar batas hukum. "Indonesia negara hukum. Bukan negara kekuasaan. Polisi bukan malaikat pencabut nyawa. Tidak boleh menembak dan menghilangkan nyawa seseorang hanya karena dalih penanganan konflik," ujarnya.

Ia mendukung langkah Kapolda Sumut yang menonaktifkan Kapolres Belawan, AKBP Oloan Siahaan, atas insiden penembakan yang diduga dilakukan aparat. "Kalau memang terbukti bersalah, harus diproses hukum, bukan hanya administratif. Ini penting agar tidak menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum."

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa tindakan represif harus digantikan dengan pendekatan preventif. "Polisi harus jadi pelindung dan pelayan masyarakat. Penembakan bukan solusi. Tawuran itu bukan kejahatan murni seperti perampokan, sering kali ada provokasi yang melibatkan aktor-aktor tertentu di balik layar."

Ia juga menyerukan agar aparat memahami karakter wilayah tugasnya. "Pendekatan keamanan di kampung nelayan tidak bisa disamakan dengan daerah perladangan atau pegunungan. Kapolres atau Kapolda harus paham medan dan suasana sosial masyarakatnya."

Ketum ADNI pun mengingatkan bahwa supremasi hukum harus menjadi dasar setiap tindakan aparat negara. “Jangan sampai hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas. Semua warga negara, dari anak presiden hingga rakyat kecil, punya hak yang sama di depan hukum,” pungkasnya.

Koordinator Bidang Hukum dan HAM PD Muhammadiyah Sumut ini mengecam keras tindakan aparat yang dinilai melampaui batas hukum dan melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam negara hukum.

“Polisi bukan malaikat Izrail. Tugasnya melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Bukan mencabut nyawa warga sipil dengan dalih keamanan. Indonesia ini negara hukum, bukan negara kekuasaan,” tegas Eka.

Menurutnya, dalam hukum positif nasional, aparat penegak hukum tidak memiliki kewenangan untuk menghakimi apalagi mengeksekusi seseorang tanpa proses hukum. Tindakan seperti itu, kata Eka, hanya akan memperburuk keadaan dan membuka ruang bagi potensi pelanggaran HAM serius.

“Kalau seseorang bersalah, tangkap, proses hukum, sidangkan. Bukan langsung dieksekusi di tempat. Kalau korban punya istri dan anak, lalu siapa yang menanggung beban hidup mereka? Kalau itu anak remaja, bagaimana perasaan orang tuanya yang sudah mendidik mereka selama ini?” ujarnya.

Eka juga memperingatkan bahwa tindakan brutal yang dilakukan aparat justru dapat memperbesar potensi konflik sosial di wilayah tersebut.

“Ini bisa menimbulkan dendam antar kelompok. Tindakan kekerasan seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah, justru menciptakan masalah baru. Kita harus berhati-hati terhadap penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power,” jelasnya.

Ia mendorong reformasi pendekatan keamanan di wilayah-wilayah rawan konflik. Menurut Eka, aparat seharusnya menggunakan peralatan yang proporsional dan pendekatan humanis dalam menangani kerusuhan sosial, bukan senjata tajam yang berisiko fatal.

“Senjata bukan solusi utama. Gunakan pendekatan hukum dan kemanusiaan. Polisi bukan alat kekerasan negara, tapi pelayan keadilan. Artinya tindakan polisi itu harus humanis, kalau melakukan tembakan dan menghilangkan nyawa orang lain dibenarkan, dimana letak humanis dan presisinya kinerja polisi” pungkas Eka.

(NAI/NAI)

Baca Juga

Rekomendasi