
Analisadaily.com, Medan - Forum orangtua calon siswa (casis) TNI AD yang menjadi korban dugaan penipuan program seleksi terus berjuang hinggar akhir. Hari ini, mereka melapor ke Komisi A DPRD Sumut dan buka suara soal kerugian yang nggak main-main: puluhan miliar rupiah.
Pertemuan ini berlangsung di ruang rapat Komisi A, Selasa (27/5/2025) dan dihadiri Sekretaris Komisi A, Hendri Dumanter, anggota Komisi A Berkat Kurniawan Laoli, serta kuasa hukum para korban, Ranto Sibarani. Dari pihak forum hadir Ketua Forum Suparmin didampingi Sekretaris Denny Udriza.
“Total kerugian bisa tembus puluhan miliar. Ini bukan lagi soal janji palsu, tapi sudah masuk ranah penipuan massal,” kata Suparmin dengan nada serius.
Ceritanya bermula dari program yang ditawarkan oleh seseorang bernama Ninawati. Lewat paguyubannya, ia menggandeng nama Rindam dan Kodam I/BB, lalu menawarkan program pelatihan Bintalfisdis (Bintara Mental Fisik dan Disiplin) dengan embel-embel "jalur aman masuk TNI AD".
Pelatihan ini pun digelar secara nyata di Rindam I Bukit Barisan. Lokasi resminya bikin orang tua percaya. Apalagi para casis juga ikut tinggal, latihan, bahkan pakai atribut resmi seolah-olah sudah jadi bagian dari TNI.
“Orangtua sampai jual sawah, gadai rumah demi anaknya bisa jadi prajurit. Tapi ternyata semua itu jebakan,” ujar Denny Udriza menambahkan.
Ranto Sibarani, pengacara korban, menyebut dugaan penipuan ini sangat serius karena melibatkan pencatutan institusi negara. “Mereka memanfaatkan simbol dan fasilitas militer untuk menipu. Ini harus diusut sampai tuntas,” katanya.
Sementara itu, Berkat Kurniawan Laoli dari Komisi A menyambut baik keberanian para orangtua untuk bersuara. Ia menegaskan DPRD akan ikut mengawal kasus ini. “Kami akan dorong ini ke ranah yang lebih tinggi, bahkan ke DPR RI agar tidak tenggelam begitu saja,” ucapnya.
Berkat juga akan usulkan pertemuan dengan KASAD jenderal maruli simanjuntak untuk menyampaikan permasalahan ini biar tidak terulang kembali ditempat lain.
Hendri Dumanter pun sepakat. Ia bilang, penipuan semacam ini bisa merusak nama baik TNI dan menimbulkan trauma di masyarakat.
“Kami akan panggil semua pihak terkait, termasuk dari Rindam dan Kodam, untuk memberi penjelasan resmi,” tegasnya.
Kini, para orangtua berharap suara mereka didengar, dan uang serta harapan anak-anak mereka yang sempat direnggut bisa mendapat keadilan.
“Ini bukan soal gagal jadi tentara, tapi soal ditipu mentah-mentah. Dan kami nggak mau korban makin banyak,” tutup Suparmin.
Cerita ini jadi pengingat buat semua: jangan mudah tergiur jalur cepat. Bahkan kalau pun diadakan di tempat resmi, tetap harus dicek legalitas dan jalur resminya.
(NAI/NAI)