
WPFD 2025 : Etika ! (analisadaily/istimewa)
KETIKA kalangan pers dunia melaksanakan kegiatan World Press Freedom Day (WPFD) 2025, salah satu yang digarisbawahi pihak di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yakni UNESCO yakni : "… WPFD 2025 menjadi hari refleksi pers profesional dan media mengenai isu etika profesi …".
Secara umum, redaksi media termasuk reporter di lapangan bekerja dengan mengacu pada etika profesi. Intinya ini menjadi landasan moral. Boleh dibilang, insan pers bergerak dalam koridor jelas jika memahami dan berpedoman pada etika dimaksud.
Mengapa WPFD 2025 menekankan perlunya memerhatikan isu etika profesi ? Tidak lain, meski kemerdekaan pers diperjuangkan dan diharapkan dihormati semua pihak (= publik). Namun pihak pers sendiri sebagai pemakai utama (user) atas kemerdekaan pers itu, tidaklah boleh sesuka hati.
Melalui kegiatan WPFD 2025 ingin diulangi pihak pers secara khusus supaya tidak melanggar etika profesi. Ayo … baca Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Meski bunyi kode etik beda-beda antarnegara, itu tak masalah. Hal penting semua mengacu pada kode etik.
Pers di mancanegara berupaya tetap independen dengan menghasilkan karya jurnalistik yang diterima semua pihak. Kerja-kerja jurnalistik profesional seyogianya senantiasa berdasarkan prinsip-prinsip etika.
Penerapan etika profesi oleh kalangan pers sesungguhnya terkait dengan menjaga kehormatan profesi sekaligus mempertahankan integritas pers di mata publik. Setiap saat, publik memerhatikan sisi ini. Tiap waktu, publik menilai tingkat integritas wartawan dan media itu.
Kemampuan wartawan dan media sekaligus dapat menjaga integritas itu, inilah bentuk wartawan dan media profesional. Publik akan memberi kepercayaan tinggi. Publik pasti menghormati media dan wartawan.
Bukan mustahil. Mungkin terjadi pelanggaran etika dengan memanfaatkan kemerdekaan pers. Awas, menyalahgunakan prinsip-prinsip kemerdekaan pers untuk tujuan tertentu (baca : termasuk kepentingan pribadi) adalah tindakan sangat tercela.
Justru. Dalam kemerdekaan pers yang memberi keleluasaan maksimal bagi awak media dalam peliputan dan menyajikan pendapat serta aspirasi pihak-pihak, diharapkan tak terjadi pelanggaran atas kemerdekaan pers itu.
Di sini. Makna tersirat dari WPFD 2025 yang menyebut sebagai "…hari refleksi pers profesional atas isu etika profesi…" kiranya patut dimaklumi dengan rasa tanggungjawab tinggi dalam bentuk senantiasa mengacu pada etika profesi.
Sebenarnya. Tidak sulit media dan wartawan mengacu pada etika profesi. Secara normal bekerja dalam koridor kode etik jurnalistik misalnya, itulah bagian utama dari bukti taat pada etika profesi.
Kalangan pers dunia di manapun. Sesungguhnya "wajib" menegakkan prinsip-prinsip etika profesi pers. Tiada pilihan. Harus dijadikan pedoman dalam aktivitas jurnalisme, sehingga karya jurnalistik diyakini tetap bermutu serta diterima publik.
Di sini, meski sajian berupa kritik tajam terhadap siapapun, sepanjang karya jurnalistik berpedoman pada kode etik, tetap akan menjadi kritik konstruktif. Dan, diterima publik.
Selalu pula terdengar keluhan publik tentang ada satu-dua oknum wartawan menyalahgunakan profesi pers. Mungkin saja. Jika ini diketahui, hal pertama sudah terjadi pelanggaran etika profesi. Lalu, sebaiknya dilaporkan kepada pihak penegak hukum.
Melalui rangkaian kegiatan WPFD 2025, sisi lain yang ingin dicapai yaitu dalam kondisi kemerdekaan pers yang terwujud baik, kiranya wartawan konsisten atas etika profesi pers.
Katakanlah, melalui WPFD 2025 ingin diulangi kepedulian insan pers dunia agar tetap taat pada etika profesi, yakni salah satunya taat pada kode etik jurnalistik.
(NAI)