
Misinformasi (analisadaily/istimewa)
MEDIA massa menyampaikan informasi kepada publik. Publik juga sangat tahu tentang fungsi dan peran media, antara lain menyajikan aneka informasi
Pernahkah terjadi. Tentu ada. Namun, tak sampai 3x24 jam, spontan redaksi menyampaikan ralat Perbaikan dilakukan agar publik maklum.tentang "keterangan salah" tersebut. Penggunaan perangkat kecerdasan buatan dalam media, patut dengan pengawasan ketat secara terus menerus. Mesin Al adalah buatan manusia yang tak luput dari kemungkinan adanya titik lemah. Bahkan kesalahan
Kemajuan teknologi memang melahirkan sejumlah hal positif seumpama kecepatan, lebih praktis, pengumpulan data lebih banyak dan sebagainya. Namun, redaksi yang mengolah berita tetap butuh ketelitian. Mengapa?
Justru dan ketelitian itu konten berita terhindar dan kekeliruan. Saat bersamaan dengan melakukan check and re check menjadi salah satu cara senantiasa menyajikan informasi yang benar
Sejak dulu. Ya, sejak tempo dulu, media massa mengutamakan akurasi dalam berita. Fakta dan data diperoleh. Sumber benta memang kompeten. Sehingga, olahan berita, dapat dipercaya
Hal paling buruk. Jika wartawan memperoleh informasi dari sumber yang tidak memiliki kompetensi sering kalangan pers menyebut: Nguping atau "katanya atau hanya mendengar dari omongan pihak tertentu. Tanpa langsung meliput. Atau tak cek ulang. Begitu dipublikasi informasi itu, lahir reaksi publik. Pernyataan: Berita itu tidak benar !
Misinformasi memang harus dihindari. Jajaran redaksi yang memiliki standar peliputan, tentu dengan final check da6ti redaktur, menjaga pemberitaan yang dapat dipertanggungjawabkan Hal penting. Kepercayaan publik terhadap media tetap kuat. Ini hanya mungkin diperoleh media, jika menjaga pemberitaan yang benar. Akibat misinformasi, sangatlah berbahaya Redaksi tetap meyakini berita yang kelak meluas di publik, adalah berita benar. Seleksi dan kepastian tentang informasi akurat, menjadi penting pada detik terakhir jelang berita disiarkan/ditayang/diterbitkan Jika memang ada keraguan. Seketika. Prosedur untuk kepastian berita itu benar, haruslah dilakukan. Keraguan tanpa akhir, sebaiknya informasi itu tidak menjadi berita.
Jurnalisme tak terpisah dengan kepercayaan publik. Jadi, jajaran redaksi dengan tahapan filter sampai tiga kali misalnya, semata-mata sebagai bagian menjaga mutu berita. Artinya. menghindari data bohong atau keterangan nara sumber yang asal-asalan dan sebagainya.
Reporter di lapangan, begitu siap dengan hasil liputannya dapat diartikan melakukan filter tahap pertama. Di olah dikantor redaksi, memasuki filter kedua. Dan, saat cek terakhir, itupun termasuk filter tahap ketiga.
Kalau tahapan kerja jurnalistik memang dilakukan dengan standar operasional ketat serta teliti, secara umum tak lahir misinformasi ke publik.
Kekhawatiran sebagian publik tentang misinformasi ini yakni tertuju pada media siber Mengapa 2. Mungkin karena cara kerja terburu-buru guna mengejar kecepatan siar. Waktu sangat terbatas untuk check and re check.
Satu-dua redaksi media siber juga abai akan hal itu, termasuk sisi ketelitian. Namun, tetap harus di catat, sebagian media siber tetap menjaga berita yang akurat
Jadi, menyentuh misinformasi ini tergolong kerja jurnalist?k yang harus menjadi perhatian redaksi, kapan saja. Ayo... kita tetap bertekad, informasi yang disajikan ke publik, bukan misinformasi.
Berita kiriman dari: War Djamil