Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin (Analisadaily/Reza Perdana)
Analisadaily.com, Medan - Kinerja industri pengolahan sawit (CPO) di Sumatera Utara (Sumut) pada April 2025 menunjukan kinerja yang membaik dibandingkan dengan Maret 2025.
Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, menghitung rata-rata terjadi peningkatan produksi sebanyak 7% baik untuk CPO maupun produk turunan CPO (Crude Palm Oil), seperti RBDPO (Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil), Stearin, Olein, dan PFAD (Palm Fatty Acid Distillate).
Disebutkannya, pemicu utama terjadi peningkatan produksi tersebut karena Maret 2025 memang merupakan bulan dengan produksi olahan sawit rendah, karena ada Ramadan dan Idul Fitri.
“Produksi olahan sawit memang mengalami penurunan manakala bertepatan dengan Ramadan dan Idul Fitri. Selanjutnya, permintaan produk olahan kelapa sawit umumnya pulih (naik) setelah perayaan keagamaan (Idul Fitri) usai,” sebutnya, Kamis (12/6).
“Yang berarti April dan setelahnya terjadi peningkatan permintaan. Namun, dari hasil survey ke beberapa produsen, mereka pesimis bahwa produksi olahan sawit akan naik setelah April kemarin. Bahkan beberapa diantaranya menyatakan produksi CPO berikut olahan CPO di kuartal kedua (TW II) tahun ini akan lebih rendah sekitar 15% hingga 19% dibandingkan dengan TW I 2025,” sambungnya.
Banyak pelaku usaha yang wait and see setelah kebijakan kenaikan tarif resiprokal 32% AS di akhir Maret kemarin. Ditambah lagi ada kebijakan tarif universal dan tarif tambahan yang masing-masing angkanya 10%.
“Walaupun realita di lapangan bisa berbeda implementasinya dibandingkan dengan pengumuman tarif yang diumumkan AS sebelumnya,” Gunawan menjelaskan.
Disebutkan Gunawan, kenaikan tarif bukan hanya akan membuat ekspor Sumut ke AS mengalami tekanan. Sejauh ini, kenaikan tarif juga memicu proteksi di negara lain yang mengakibatkan perang dagang meluas dan menjadi ancaman bagi ekspor Sumut.
Sawit masih menjadi tulang punggung perekonomian Sumut sampai saat ini. Dan nasibnya masih sangat bergantung pada hasil kesepakatan dagang (tarif) kedepan.
“Hasil negosiasi tarif nantinya akan sangat menentukan bagaimana nasib industri pengolahan sawit ke depan. Dan dampaknya bukan hanya akan dirasakan pada industri pengolahan saja. Naik turun kinerja industri pengolahan juga akan mempengaruhi nasib petani sawit nantinya,” pungkasnya.
(RZD/RZD)