Dubes RRT untuk Indonesia dan lainnya diabadikan usai Upacara di Zang Dian (Analisa/istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Duta Besar Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk Indonesia H.E. Wang Lutong melakukan upacara Peringatan Pahlawan Perlawanan terhadap Jepang dalam peristiwa 20 September. Upacara penghormatan ini dilakukan di Zang Dian, Limau Manis, Kecamatan Tanjung Morawa, Jumat (20/6/2025) pagi.
Dalam keterangannya, H.E Wang Lutong mengatakan bahwa tahun ini menandai peringatan 80 tahun kemenangan Perang Perlawanan Rakyat Tiongkok terhadap Agresi Jepang dan Perang Anti-Fasis Dunia.
“Hari ini kita berkumpul di Medan untuk bersama mempelajari kembali sejarah, mengenang para pahlawan yang telah gugur serta memperingati kemenangan luar biasa Perang Anti-Fasis Dunia. Hal ini memiliki makna yang sangat penting,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa perang perlawanan rakyat Tiongkok terhadap Agresi Jepang merupakan bagian penting dari Perang Anti-fasis Dunia. Perang ini berlangsung selama 14 tahun sejak Insiden 18 September pada tahun 1931 hingga penyerahan Jepang pada tahun 1945. Perang ini merupakan perang yang dimulai paling awal, berlangsung paling lama, dan menimbulkan kerugian paling besar.
Menghadapi invasi brutal militerisme Jepang dan bencana serta krisis nasional yang belum pernah terjadi sebelumnya, rakyat Tiongkok yang tidak mau tunduk pada penghinaan melancarkan perjuangan dengan susah payah di bawah kepemimpinan Front Persatuan Nasional Anti-Jepang untuk melawan penjajah Jepang. Dengan pengorbanan besar sebanyak 35 juta jiwa, Tiongkok menopang medan utama pertempuran anti-fasis di kawasan Timur dan memberikan kontribusi penting yang tak terhapuskan bagi kemenangan Perang Anti-Fasis Dunia.
Dalam peperangan yang menyangkut tentang hidup mati bangsa Tionghoa ini, meskipun sebagian besar perantau Tionghoa tinggal di luar negeri yang jauh dari tanah air, tapi mereka tetap selalu bersatu dengan rakyat tanah air untuk melalui suka dan duka, serta menghadapi krisis nasional bersama-sama. Diaspora Tionghoa di Indonesia menyumbangkan uang dan barang, , mengorbankan segalanya demi tanah air, bahkan turut pergi ke medan perang dan terlibat langsung dalam perjuangan melawan agresi Jepang, yang mana telah memberikan kontribusi penting bagi kemenangan perang tersebut. “Zhou Bin, Chen Jihai dan pahlawan lainnya yang kita peringati hari ini adalah perwakilan utama dari mereka. Dengan hati yang selalu berpihak pada tanah air, mereka secara aktif melawan agresi Jepang,” katanya.
Menghadapi penyiksaan kejam dari musuh, mereka tetap teguh, tidak pernah gentar, dan menunjukkan semangat pengorbanan yang luhur. Dengan darah dan nyawanya, mereka telah menuliskan halaman gilang gemilang dalam sejarah patriotik perantauan Tionghoa di Indonesia. Semangat kepahlawanan dan rasa persaudaraan mereka tidak akan pernah dilupakan oleh tanah air dan seluruh rakyat.
“Hari ini, kita mengenang para pahlawan dan memperingati kemenangan bukan untuk meneruskan kebencian, melainkan untuk bercermin pada sejarah. Kita harus mengambil hikmah dan kekuatan dari pengalaman pahit Perang Dunia Kedua dan kemenangan besar Perang Perlawanan terhadap Agresi Jepang untuk mengalihkan semangat perjuangan bangsa Tionghoa yang bersatu dan menjadi kekuatan besar dalam mendorong kebangkitan besar bangsa Tiongkok, dan mengalihkan penghargaan dan komitmen kita terhadap perdamaian menjadi tanggung jawab nyata dalam mendorong pembangunan Komunitas Senasib Sepenanggungan Umat Manusia,” ujarnya.
Kemenangan tersebut juga merupakan titik balik utama dalam sejarah perkembangan umat manusia, dan berdampak mendalam pada pembentukan pola dunia pascaperang, tatanan global, serta perkembangan hubungan internasional. Selama 80 tahun terakhir, Tiongkok secara teguh menempuh jalur pembangunan damai dan selalu menjadi pembangun perdamaian dunia, penyumbang perkembangan global, serta pembela tatanan internasional. Perdamaian dan pengembangan telah menjadi tema utama zaman ini, tetapi dunia kini masih jauh dari keadaan damai.
Saat ini, katanya, situasi internasional penuh dengan perubahan dan kekacauan, diwarnai oleh unilateralisme dan tindakan hegemonik yang merajalela. “Kita harus dengan tegas menjaga tatanan internasional pascaperang dan mempraktikkan multilateralisme sejati. Tahun ini juga menandai peringatan 80 tahun berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kita harus secara teguh mempertahankan sistem internasional yang berlandasan tujuan dan prinsip Piagam PBB sebagai intinya, menjaga pandangan sejarah yang benar tentang Perang Dunia Kedua, dengan tegas menentang segala upaya yang mencoba memutarbalikkan atau memanipulasi sejarah Perang Dunia Kedua, serta menentang segala upaya pembelaan terhadap militerisme Jepang, penyangkalan terhadap perang, maupun upaya memuliakan agresi,” katanya.
Lanjutnya, bahwa semua harus mengadvokasi multipolarisasi dunia yang setara dan tertib serta globalisasi ekonomi yang inklusif dan saling menguntungkan. “Tiongkok akan terus menjaga persahabatan dengan semua negara di dunia, memperdalam kerja sama yang erat di berbagai platform multilateral, serta menyuntikkan lebih banyak stabilitas dan energi positif bagi hubungan internasional. Dalam situasi baru ini, kami bersedia bersama dengan semua negara pencinta perdamaian di dunia termasuk Indonesia, untuk senantiasa menjadi kekuatan pokok dalam pemeliharaan perdamaian dunia dan berusaha keras untuk membangun dunia harmonis yang dengan perdamaian abadi dan kemakmuran bersama,” ujarnya.
(NS/BR)