Destanul Aulia: Kebijakan Penonaktifan PBI JKN Perlu Dilengkapi Langkah Perlindungan Sosial yang Inklusif

Destanul Aulia: Kebijakan Penonaktifan PBI JKN Perlu Dilengkapi Langkah Perlindungan Sosial yang Inklusif
Destanul Aulia: Kebijakan Penonaktifan PBI JKN Perlu Dilengkapi Langkah Perlindungan Sosial yang Inklusif (Analisadaily/istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Penonaktifan 7,39 juta peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh pemerintah pusat menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari pengamat kesehatan masyarakat Sumatera Utara, Destanul Aulia, yang menilai bahwa kebijakan ini memiliki niat baik, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak serius apabila tidak diimbangi dengan langkah-langkah perlindungan sosial yang tepat dan menyeluruh.

Menurut Destanul, tujuan utama kebijakan ini adalah menyempurnakan penyaluran subsidi negara agar benar-benar tepat sasaran, terutama bagi warga tidak mampu yang terverifikasi secara administratif dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Ekstrem Nasional (DTSEN). Namun, dalam realitas di lapangan, banyak warga miskin belum terdata dengan baik akibat keterbatasan akses administrasi, khususnya di daerah pedesaan dan wilayah terpencil.

“Kita tidak bisa menutup mata bahwa masih banyak warga miskin yang tidak tercatat hanya karena belum memiliki dokumen kependudukan yang lengkap. Ini menjadi masalah struktural yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan kebijakan bersifat teknokratis,” ujar Destanul, Kamis (20/6/2025).

Ia menyoroti data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Sumatera Utara, yang menunjukkan masih ada ratusan ribu penduduk yang belum melakukan perekaman KTP elektronik hingga akhir 2024. Ditambah lagi dengan rendahnya cakupan akta kelahiran dan Kartu Identitas Anak (KIA) di sejumlah kabupaten, hal ini menjadi penghalang besar bagi masyarakat untuk bisa terdaftar dalam program JKN yang berbasis data.

“Kalau kita ingin membangun sistem kesehatan yang berkeadilan, tidak bisa hanya mengandalkan kelengkapan administratif. Kesehatan adalah hak dasar setiap warga negara. Negara punya kewajiban untuk menjamin perlindungan, terlebih bagi mereka yang rentan secara sosial dan ekonomi,” tegasnya.

Namun demikian, Destanul juga memahami bahwa langkah ini bisa membantu mengurangi beban fiskal pemerintah, terutama di tingkat daerah. Dengan peserta JKN yang lebih tepat sasaran, anggaran kesehatan dapat dialihkan untuk program yang lebih strategis seperti layanan promotif dan preventif.

Meski demikian, efisiensi anggaran tidak boleh menyingkirkan kelompok rentan yang belum terjangkau oleh sistem. Oleh karena itu, Destanul merekomendasikan lima langkah strategis yang dapat diambil pemerintah daerah dan pusat:

  1. Integrasi Data Antarinstansi
    Membangun sistem yang menghubungkan data Dukcapil, BPJS, dan Dinas Sosial secara real-time agar tidak terjadi kesalahan atau miskomunikasi dalam penentuan status kepesertaan JKN.

  2. Pemberdayaan Puskesmas dan Perangkat Desa
    Karena mereka yang paling dekat dengan masyarakat, pemberdayaan tenaga kesehatan dan aparatur desa menjadi krusial untuk mengidentifikasi warga yang benar-benar membutuhkan bantuan.

  3. Optimalisasi Layanan Jemput Bola
    Pemerintah daerah harus proaktif dalam melakukan perekaman KTP elektronik, terutama di wilayah yang cakupannya masih rendah, dengan prioritas pada keluarga miskin dan penderita penyakit kronis atau katastropik.

  4. Pemutakhiran Data Sosial Ekonomi Secara Dinamis
    Tidak hanya bergantung pada siklus enam bulanan, tetapi harus bisa merespons kejadian luar biasa seperti pemutusan hubungan kerja, kecelakaan, atau jatuh sakit berat.

  5. Pembentukan Tim Teknis Khusus di Daerah
    Dibutuhkan tim teknis yang kompeten dan responsif untuk memastikan proses input data pengganti peserta nonaktif berjalan cepat dan tepat agar kuota tidak terbuang sia-sia.

Destanul menegaskan bahwa program JKN dan cita-cita Universal Health Coverage (UHC) tidak bisa dibangun hanya dari angka dan berkas semata.

“Sistem kesehatan kita harus inklusif, adaptif, dan berpihak pada masyarakat. Data bukan alat untuk menyaring atau menyingkirkan, tetapi untuk menjangkau mereka yang paling membutuhkan. Ini saatnya kita memperkuat tata kelola perlindungan sosial yang berbasis pada hak asasi manusia, bukan sekadar prosedur administratif,” tutupnya.

Dengan pendekatan yang menyeluruh dan berpihak pada masyarakat rentan, Destanul meyakini bahwa kebijakan ini dapat diarahkan menjadi solusi strategis dalam membangun sistem kesehatan nasional yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.

(NAI/NAI)

Baca Juga

Rekomendasi