Kolaborasi DLHK Sumut-Yayasan PETAI Tekan Emisi Lewat Sekolah Lapang Budidaya Lebah Madu

Kolaborasi DLHK Sumut-Yayasan PETAI Tekan Emisi Lewat Sekolah Lapang Budidaya Lebah Madu
Kolaborasi DLHK Sumut-Yayasan PETAI Tekan Emisi Lewat Sekolah Lapang Budidaya Lebah Madu (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Pematangsiantar – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (DLHK Sumut) bersama Yayasan Pesona Tropis Alam Indonesia (PETAI) menegaskan komitmen melalui penguatan kapasitas Kelompok Tani Hutan (KTH) dalam pengelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang berkelanjutan.

Hal tersebut sebagai salah satu upaya menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) diIndonesia hingga ke tingkat tapak. 2 sekolah lapang budidaya lebah madu menjadi langkah konkret terbaru program ini, yang didukung pendanaan Result Based Payment (RBP) Green Climate Fund (GCF) Output 2.

Pendanaan tersebut menjadi pengungkit partisipasi masyarakat dalam menjaga hutan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi lokal.

Pelatihan pertama digelar 23–24 Juni 2025 untuk KTH Rimba Nami Lestari di Desa Parbubu II, Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara. Sebanyak 25 peserta (18 laki-laki dan 7 perempuan) antusias mengikuti materi budidaya lebah Apis cerana, teknik manajemen koloni, serta praktik pembuatan kotak stup yang dipandu oleh Slamet Riyadi, S.Pd.

Dalam praktiknya, peserta dibagi menjadi 3 kelompok dan berhasil memproduksi 10 kotak stup.

Hari kedua difokuskan pada teknik pemberian pakan, perawatan, hingga panen dan pascapanen madu secara langsung di lapangan. Pelatihan serupa dilaksanakan untuk KTH Gorbus Nauli di DesaSait Buttu, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun pada 25–27 Juni 2025.

Sebanyak 20 peserta (13 laki-laki dan 7 perempuan) terlibat aktif, termasuk petani muda dan perempuan yang mendokumentasikan setiap proses pelatihan melalui catatan dan ponsel pribadi.

Hasil praktik menjadi kebanggaan bersama sekaligus menjadi modal awal pengembangan usaha madu kelompok.

Direktur Eksekutif Yayasan PETAI, Masrizal Saraan menjelaskan, program sekolah lapang ini bukan hanya menyiapkan masyarakat dalam meningkatkan pendapatan melalui produk HHBK, tetapi juga bagian dari strategi menekan laju deforestasi yang menjadi sumber signifikan emisi GRK di Indonesia.

“Ketika masyarakat memiliki pilihan ekonomi yang layak dan berkelanjutan, ketergantungan mereka pada aktivitas ekstraktif yang merusak hutan akan menurun. Ini sejalan dengan komitmen FOLU Net Sink 2030 Indonesia untuk menyeimbangkan emisi dan serapan karbon,” ujar Masrizal.

DLHK Sumut bersama PETAI menargetkan perluasan sekolah lapang di berbagai kabupaten/kota dengan topik budidaya madu, pembibitan tanaman hutan, pertanian ramah lingkungan, serta penguatan kelembagaan KTH.

Kepala DLHK Sumut, Yuliani Siregar menegaskan, penguatan kapasitas teknis dan kewirausahaan kelompok tani hutan adalah fondasi utama menjaga kelestarian hutan.

“Program ini bukan hanya tentang produksi madu, tetapi bagaimana masyarakat melihat hutan sebagai sumber kehidupan yang perlu dijaga, sambil tetap memberi manfaat ekonomi,” kata Kepala DLHK Sumut pada kesempatan terpisah.

Program sekolah lapang ini menunjukkan bahwa pengelolaan hutan lestari harus dibangun di atas fondasi kolaborasi pemerintah, NGO, dan masyarakat, serta berbasis pada potensi lokal dan kearifan komunitas.

Lewat praktik budidaya lebah madu yang mendukung keanekaragaman hayati, masyarakat diajak menjadi garda depan dalam perlindungan hutan.

Di tengah tantangan krisis iklim, inisiatif semacam ini menjadi contoh konkret upaya penurunan emisi yang menyatukan kepentingan ekologi dan ekonomi, memastikan hutan tetap tegak, dan kehidupan masyarakat tetap terjaga.

(REL/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi