
Analisadaily.com, Medan — Komisi D DPRD Provinsi Sumatera Utara mendesak manajemen PTPN 1 agar memberikan akses bagi kelompok masyarakat yang ingin membeli lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) untuk keperluan pemakaman umum. Desakan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Gedung DPRD Sumut, Kamis (3/7/2025).
Rapat yang dipimpin Ketua Komisi D Timbul Jaya Sibarani dan Sekretaris Defri Noval Pasaribu itu turut dihadiri sejumlah anggota dewan, di antaranya Benny Sihotang, Viktor Silaen, Luhut Simanjuntak, dan Jumadi. Dari pihak PTPN 1 hadir Kepala Bagian Manajemen Aset, Topan Erlangga dan lainnya.
Dalam rapat tersebut, anggota Komisi D Benny Sihotang menyoroti bahwa banyak masyarakat di Kota Medan kesulitan mendapatkan lahan pemakaman akibat keterbatasan tanah dan mahalnya harga. Ia menyayangkan PTPN 1 justru lebih memprioritaskan kerja sama dengan pengembang besar untuk proyek properti.
“Warga datang dengan itikad baik, mau beli lahan untuk kuburan keluarganya, tapi malah ditolak. Kenapa untuk Ciputra bisa dijual, tapi untuk warga tidak?” tegas Benny.
Viktor Silaen mempertanyakan transparansi mekanisme pelepasan lahan yang dibungkus dengan istilah “kemitraan” atau “kompensasi”, padahal ujungnya menjadi sertifikat hak milik bagi pengembang.
“Kita ingin tahu harga per meter yang diberikan kepada pengembang. Jangan ada permainan bahasa. Kalau memang sudah dijual, ya katakan dijual,” ujar Viktor.
Jumadi menambahkan bahwa lahan tersebut awalnya milik rakyat yang dikelola kolonial dan kemudian dinasionalisasi. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah dan BUMN seperti PTPN 1 berpihak pada kepentingan rakyat.
“Lepaskan dulu HGU-nya, jangan langsung di-KSO-kan dan kemudian jadi milik pengembang. Ini menabrak semangat nasionalisasi,” katanya.
Menjawab desakan dewan, Topan Erlangga menjelaskan bahwa pihaknya tak menolak permintaan warga, namun harus ada rekomendasi resmi dari pemerintah setempat.
“Kami tidak menolak. Tapi kalau untuk kepentingan umum seperti pemakaman, mekanismenya harus melalui pemerintah daerah atau dinas terkait. Kami tidak bisa sembarangan melepas lahan yang masih berstatus aset,” jelas Topan.
Namun, Benny Sihotang menegaskan bahwa masyarakat bersedia membeli secara resmi sesuai ketentuan appraisal dan aturan yang berlaku.
“Jangan semua dianggap kapitalis. Ini warga yang hanya ingin lahan untuk menguburkan keluarganya. Kalau perlu, ikut saya ke lokasi, lihat sendiri setiap hari ada 40–50 orang meninggal, tempat pemakaman sudah penuh,” ungkapnya.
Komisi D juga meminta agar PTPN 1 tidak hanya tunduk pada kepentingan investasi besar, tapi juga memperhatikan kebutuhan dasar masyarakat, termasuk kebutuhan lahan untuk pemakaman yang semakin mendesak di Kota Medan dan sekitarnya.
Ketua Komisi D Timbul Jaya Sibarani menyimpulkan bahwa persoalan ini harus menjadi perhatian serius dan akan ditindaklanjuti dalam rapat berikutnya dengan menghadirkan instansi lain yang relevan seperti BPN, Pemkab Deli Serdang, dan Dinas Lingkungan Hidup.
“Kalau memang ada perubahan tata ruang, harus diturunkan dulu ke status lain seperti HGB atau HPL sebelum ada kerja sama. Jangan sampai HGU dijadikan celah untuk bisnis properti tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat,” tegas Timbul.
Komisi D juga meminta manajemen PTPN 1 menyampaikan jawaban tertulis dan kronologi lengkap pelepasan lahan eks HGU tersebut.
(NAI/NAI)