Pojok Pers Oleh : War Djamil

Sampah Digital !

Sampah Digital !
Sampah Digital ! (analisadaily/istimewa)

INI. Saya kutip dari kantor berita “Antara”. Pernyataan Ketua Dewan Pers periode 2025-2030 Komaruddin Hidayat baru-baru ini. “… seluruh pemangku kepentingan untuk bersama menghadapi maraknya sampah digital yang mencemari ruang publik …”.

Lebih jauh, ia menyebut, fenomena ini sebagai ancaman terhadap pemikiran dan perilaku masyarakat, yang kini banyak dibentuk oleh algoritma digital, yang disebut kolonialisme digital (colonialism digital). Dan, informasi dari gawai, belum tentu benar, namun tetap dikonsumsi tanpa verifikasi.
Padahal kita tidak tahu, apakah itu benar atau tidak. Autentik atau hoaks, ucapnya.
PERNYATAAN itu patut menjadi perhatian. Bukan hanya semua pihak. Supaya ruang publik tidak dimasuki informasi yang tidak benar.
Saya menggarisbawahi, setidaknya enam hal. Pertama, publik prihatin yang dicerminkan dengan maraknya sampah digital.
Seperti berulang diungkap banyak serta publik, sejumlah berita bohong (hoax) dan berita palsu (fake news) dalam jumlah besar ditemui dalam aneka platform media digital.
Keluhan ini sudah beberapa tahun mencuat. Bukan menurun volume dan frekuensinya, malahan menaik. Akibatnya, semua pihak gusar. Kegelisahan, karena informasi akurat makin berkurang ?.
Kedua, wadah sorotan tertuju pada media siber/digital/online. Begitu sebutan yang popular di tengah masyarakat. Itu yang mudah mereka pahami.
Tetapi benarkah begitu ?. Atau, jika ingin konkret sesungguhnya berapa persen “informasi sampah” ?.
Saya menyarankan ada penelitian dengan metode yang tepat, sehingga akurasi persentasi dapat dipertanggungjawabkan. Mengapa perlu begitu ?.
Supaya tidak menyamaratakan semua media digital seolah-olah berisi “informasi sampah”. Padahal, harus pula diakui, sejumlah media siber, tampil dengan berita berkualitas.
Nah, bagi media yang tetap melakukan verifikasi dan bekerja taat pada kode etik jurnalistik (KEJ) kiranya tidak dirugikan dengan pernyataan “informasi sampah” itu.
Ketiga, kolonialisme digital. Hati-hati jika sudah berada pada kondisi di mana disepakati adanya kolonialisme digital. Di sini, bentuk dan pola operasional kolonialisme harus pula jelas.
Sangat membahayakan jika benar kita sudah berada, atau memasuki atau telah terjadi kolonialisme digital dalam arti sebenarnya. Jika asumsi untuk itu dapat dipertanggungjawabkan, ayo … cari langkah mengatasi dan/atau menghindari pola/gaya kolonialisme digital itu. Jangan biarkan !.
Keempat, maraknya “sampah digital” dan kolonialisme digital dimaksud, tentu menjadi tanggungjawab kita. Bukan cuma tugas Dewan Pers. Juga, tidak semata-mata pemerintah.
Ajakan berkolaborasi menjadi hal penting. Semua elemen masyarakat dan lembaga/institusi terkait untuk melahirkan satu kebijakan. Langkah bersama dengan satu tujuan yakni menghindari dan mengatasi produk sampah digital.
Dibutuhkan ketegasan serta adanya regulasi. Agar tindakan kolaboratif itu memiliki payung hukum dan untuk kepentingan publik bahkan bangsa dan negara.
Kelima, himbauan Dewan Pers kepada pihak media terutama pengelola media siber/digital/online kiranya meningkatkan kepatuhan pada ketentuan, etika profesi pers. Maaf--agaknya tingkat kesadaran--redaksi yang menjadi filter terakhir di kantor media, dimiliki tentang arti bahaya informasi sampah digital itu.
Keenam, terakhir. Ajakan kepada publik agar memilih dan memilah informasi dari media. Sekaligus melakukan verifikasi dan pembanding termasuk crosscheck, guna memastikan kebenaran informasi.
Semoga, sampah digital di ruang publik segera teratasi !

Berita kiriman dari: H War Djamil

Baca Juga

Plagiator di Media
30 Jun 2025 19:50 WIB

Plagiator di Media

Ekosistem Media (?)
25 Jun 2025 20:30 WIB

Ekosistem Media (?)

Meaningful Journalism
16 Jun 2025 18:05 WIB

Meaningful Journalism

Misinformasi
09 Jun 2025 13:16 WIB

Misinformasi

WPFD 2025 : Etika !
04 Jun 2025 16:52 WIB

WPFD 2025 : Etika !

Pemred tidak Bisnis
20 Mei 2025 19:47 WIB

Pemred tidak Bisnis

Tak Tajam !
29 Apr 2025 14:24 WIB

Tak Tajam !

Diawasi Publik
21 Apr 2025 20:27 WIB

Diawasi Publik

Rekomendasi