
Analisadaily.com, Medan – Semua pihak di Sumatera Utara (Sumut) diharapkan berkolaborasi menyelamatkan kerbau perah dari populasinya yang terancam punah. Soalnya, potensi ekonomi kerbau perah atau kerbau murrah ini sangat menjanjikan dari daging, anak dan susu.
Hal itu terungkap dari Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Menyelamatkan Kerbau Perah di Sumatera Utara" yang diselenggarakan kerjasama Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian – Universitas Sumatera Utara (USU) dengan LATERAL, Jumat (18/7/2025) di ruang pertemuan Fakultas Pertanian, USU.
FGD yang dibuka Ketua Program Studi Peternakan USU Dr Ma’ruf Tafsin mengatakan sapi perah di Sumut yang menjadi ikon di daerah ini harus dijaga kelestariannya agar tidak punah. Diakuinya, populasi sapi perah ini menurun salah satunya karena manajemen peternak yang tak mendukung atau masih menerapkan manajemen tradisional yakni pola peternakan turun-temurun tanpa program pemuliaan atau pencatatan genetik.
Senada juga disampaikan Direktur LATERAL Dr Saruhum Rambe MSi. Untuk menyelamatkan kerbau perah dari kepunahan di Sumut membutuhkan kerja sama dengan peternak, melakukan pengkajian dan penelitian dengan pihak akademisi (USU), kerja sama dengan pemerintah, swasta dan media.
Narasumber/moderator FGD ini Dr Abdullah Akhyar Nasution selaku Ketua Dewan Pengawas Lateral, mengatakan kerbau perah ternak di bawah 400 ekor, menurut FAO menuju kritis, terancam punah secara genetik dan hilang potensi ekonominya. Dia mengakui kerbau perah salah satu potensinya susu, tapi potensinya belum dimanfaatkan untuk industri.
“Di Itali kerbau perah itu dianggap seperti emas dan susunya diolah menjadi keju mozarella. Kemudian, di Aceh sudah menggunakan susu kerbau untuk kopi sanger,” kata Abdullah Akhyar Nasution yang menyelesaikan S3 (doktor) dengan penelitian Sistem Peternakan Tradisional Kerbau.
Koordinator Pengawas Bibit Ternak Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTUHPT) Siborongborong, Morina Girsang SPT mengakui potensi ekonomi kerbau perah sangat menjanjikan, sehingga populasi kerbau ini harus diselamatkan. Disebutkan, di Tapanuli Utara (Taput) permintaan susu kerbau tak bisa terpenuhi, karena keterbatasan produksi susu mereka yang masih menternakkan 100 ekor, sehingga pembeli antri untuk kebutuhan dalih horbo (kerbau).
Fuad Hasan SPt MSi selaku PIC FGD mengatakan masalah yang dihadapi peternak sapi perah yakni pemasaran susu, keterbatasan lahan dan bibit. Untuk itu, katanya, perlu perusahaan atau lembaga untuk menampung susu (menjamin pasar).
Peternak kerbau perah di Sungai Merah, Tanjungmorawa, Rajeh Lalpur, mengatakan saat ini hanya tinggal 9 peternak. Jadi, katanya, kerbau murrah ini harus diselamatkan dan masalah peternak saat ini terkendala pengembalaan. Dia mengharapkan pemerintah memberikan lahan perkebunan sebagai lahan pengembalaan.
Peternak lain, Avtar Singh mengatakan beternak kerbau murrah ini seperti mengurus bayi, biaya obat tinggi, pemasaran susu masih terkendala. Tapi kalau didukung dengan penyediaan lahan, kata Singh, pihaknya bisa mengembangkan jumlah populasi kerbau murrah tersebut.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Serdang Bedagai Taruli S Purba mengatakan pihaknya siap membantu peternak yang tergabung dalam kelompok. Pengobatan bisa dibantu dengan menurunkan petugas. “Kami siap berkolaborasi dan diijinkan masuk ke peternakan,” katanya.
Pengawas Mutu Hasil Pertanian, Dinas Pertanian Deliserdang Amriyadi setuju untuk mempertahankan plasma nuftah tersebut. Pihaknya siap membantu obat, penyediaan pakan dan kandang asal masuk kelompok peternak.
“Masalah peternakan, soal ketersediaan lahan. Bagaimana cara mengembalakan ternaknya dan itu bertentangan dengan sektor perkebunan, terkait ganoderma. Kami berharap berdampak baik kepada peternak dan tidak merugikan perkebunan. Integrasi peternak dan perkebunan sudah diatur dan ada peraturan daerahnya,” katanya. (mul)