Sidang Lapangan Sengketa di Jalan Gandhi, Penggugat Sebut Eksekusi Tanah Tak Sesuai Putusan

Sidang Lapangan Sengketa di Jalan Gandhi, Penggugat Sebut Eksekusi Tanah Tak Sesuai Putusan
Sidang Lapangan Sengketa di Jalan Gandhi, Penggugat Sebut Eksekusi Tanah Tak Sesuai Putusan (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Majelis hakim Pengadilan Negeri Medan menggelar sidang lapangan terhadap gugatan perbuatan melawan hukum objek sengketa di kawasan rumah Jalan Gandhi, Kota Medan, Kamis (18/7/2025).

Pada sidang tersebut sempat terjadi ketegangan saat kuasa hukum penggugat menjelaskan tentang objek sengketa.

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sarma Siregar tersebut merupakan bagian dari pemeriksaan perkara Nomor 199 dan 200, dengan para penggugat yakni Hartono, Joehardy Joelianto, Benny, Karim, Kevin, Nuraini, Saipul, Willy Diana, dan Drawati.

Ketika hakim menanyakan kehadiran para penggugat, kuasa hukum Sri Hayati, menyatakan sebagian besar hadir dan memiliki dasar hukum berupa Sertifikat Hak Milik (SHM). Para penggugat dalam kedua perkara memiliki alas hak yang sah. Sementara tergugat tetap menggunakan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 320/Pdt.G/1984/PN.Mdn untuk mengeksekusi objek tersebut.

Namun, penjelasan itu langsung diprotes oleh kuasa hukum tergugat M. Sethuraman. Ketegangan memuncak ketika salah satu penggugat yang hadir mendapat protes keras dari tim tergugat karena dianggap memperlihatkan sikap yang tidak pantas. Majelis hakim kemudian menenangkan kedua belah pihak agar jalannya sidang tetap kondusif.

Hakim menegaskan perkara ini masih dalam proses di PN Medan dan akan sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan objek sengketa yang diklaim oleh para penggugat. Usai melihat langsung objek tersebut, majelis hakim meminta agar seluruh pihak menghadirkan bukti tambahan pada sidang lanjutan.

Ketua tim kuasa hukum penggugat, Bobby Christian Halim, menilai eksekusi yang dilakukan terhadap objek sengketa di kawasan Jalan Gandi, Medan, tidak sesuai dengan isi putusan yang dijadikan dasar hukum.

Bobby menyebutkan, objek yang sedang disengketakan memang milik kliennya. Namun, rumah-rumah yang menjadi sasaran eksekusi, seperti rumah A sampai J, tidak disebutkan secara eksplisit dalam amar putusan bernomor Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 320/Pdt.G/1984/PN.Mdn, yang dijadikan dasar oleh pihak tergugat untuk mengajukan permohonan eksekusi.

“Betul, ini objek sengketa. Tapi rumah-rumah tersebut sama sekali tidak tercantum dalam putusan. Seharusnya bukan itu objek yang dimohonkan untuk dieksekusi,” tegas Booby, didampingi kuasa hukum lainnya.

Ia menyayangkan sikap tim kuasa hukum tergugat yang diduga provokatif selama proses lapangan berlangsung, bahkan sampai memicu ketegangan hanya karena masalah tatapan mata. Padahal, menurutnya, ada majelis hakim yang hadir dan seharusnya situasi dihormati.

“Kami sangat menyayangkan tindakan dugaan provokatif yang terjadi. Kami hanya ingin menyampaikan bahwa ini objek yang kami gugat, tapi bukan objek yang sah untuk dieksekusi,” katanya.

Bobby juga menyoroti ketidakhadiran perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam proses konstatering. Padahal, menurutnya, BPN seharusnya berperan penting dalam menentukan batas dan luas objek yang akan dieksekusi sesuai dengan isi putusan.

“Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 320/Pdt.G/1984/PN.Mdn, itu tidak memuat batas-batas, ukuran, atau hak alas kepemilikan secara jelas. Maka itu, menurut kami, putusan ini termasuk kategori non-eksekutabel berdasarkan pedoman Mahkamah Agung,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, masyarakat telah mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut sejak tahun 2024, dan pengadilan negeri menguatkan perlawanan tersebut. Maka, pihak tergugat seharusnya mengajukan gugatan baru (gugatan serta merta), yang memuat penjelasan detil soal objek, batas-batas, dan bukti hak milik.

“Tapi sampai saat ini sudah empat kali proses eksekusi, belum ada satu kali pun mereka mengajukan gugatan serta merta. Ini yang sangat kami pertanyakan,” ucapnya.

Bobby juga menyinggung pernyataan pihak tergugat yang meragukan kekuatan sertifikat hak milik kliennya. Padahal menurutnya, berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960, sertifikat hak milik adalah bukti kepemilikan paling kuat.

“Kalau mereka menyebut pembelian dilakukan dengan itikad buruk, pertanyaannya, apakah BPN tidak memverifikasi saat menerbitkan sertifikat? Apakah notaris tidak melakukan cek bersih sebelum membuat akta jual beli?” ujarnya.

Bobby menyatakan pihaknya telah menyerahkan lebih dari 500 lembar bukti dalam persidangan, dan akan melengkapi bukti tambahan serta menghadirkan saksi pada sidang pembuktian berikutnya.

“Kami juga sudah melaporkan persoalan ini ke Komisi Yudisial (KY) dan juga Badan Pengawas (Bawas) MA. Kami sudah menerima konfirmasi bahwa laporan sudah didisposisi. Kami mohon Ketua Pengadilan Negeri Medan yang baru dapat memberi perhatian penuh dan memimpin persidangan dengan seadil-adilnya,” pungkasnya.

(WITA)

Baca Juga

Rekomendasi