Mangrove Culture Festival, Batubara Suplai Karbon untuk Dunia (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Batubara - Hutan Mangrove di Kabupaten Batubara berpotensi akan menjadi penyerap karbon dioksida (CO2) salah satu terbesar di dunia. Hal ini dikarenakan Pemerintah Kabupaten Batubara terus-menerus melakukan upaya pelestarian hutan mangrove yang sebagaimana diketahui, Kabupaten Batubara mempunyai panjang garis pantai sepanjang 63 km yang langsung berbatasan dengan Selat Malaka.
Salah satu upaya pelestarian hutan mangrove dengan menggelar Mangrove Culture Festival pertama yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Batubara berkolaborasi dengan Yayasan Konservasi Pesisir Indonesia (Yakopi) di kawasan Pantai Sejarah, Minggu (20/7).
Mangrove Culture Festival dibuka langsung oleh Bupati Batubara H. Baharuddin Siagian, SH, M.Si dan Wakil Bupati Syafrizal, SE, M.AP dengan agenda kegiatan pertama jalan santai bersama yang diikuti ribuan peserta, acara lucky draw dengan hadiah utama sepeda sport, kulkas, mesin cuci dan ratusan hadiah menarik lainnya.
Kegiatan selanjutnya menanam pohon mangrove yang dilakukan Bupati, Wakil Bupati, Direktur Yakopi, unsur Forkopimda Batubara dan para penggiat pelestari pesisir sebagai wujud pelestarian hutan mangrove yang saat ini total hutan mangrove di Kabupaten Batubara seluas 576 hektar dan akan terus diperluas sepanjang pesisir pantai Kabupaten Batubara yang diperkirakan bisa mencapai puluhan ribu hektar.
Dengan luas hutan mangrove 576 hektar dan jumlah pohon mangrove dalam satu hektar diperkirakan 2.500 per hektar dan daya serap sekitar 6.048 ton karbon dioksida per hektar. Sehingga dapat dikalkulasikan potensi saat ini hutan mangrove di Kabupaten Batubara dapat menyerap karbon dioksida sebanyak 3.483.648 ton.
Dalam sambutannya, Bupati Batubara Baharuddin Siagian menekankan pentingnya pelestarian hutan mangrove di Kabupaten Batubara.
"Karena, hutan mangrove memiliki kemampuan menyerap karbon dioksida (CO2) dari atmosfer, bahkan lebih efektif daripada hutan daratan. Proses ini terjadi melalui fotosintesis, dimana tumbuhan mangrove mengubah karbon anorganik (CO2) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi," ujar Bupati Batubara.
Selanjutnya, Bupati Batubara Baharuddin Siagian menyebutkan bahwa hutan mangrove di kawasan Pantai Sejarah tidak kalah baiknya dengan hutan mangrove di tempat lainnya.
"Karena potensinya yang besar dan setiap beberapa periode musim (periode Oktober-Mei) burung-burung dari luar negeri yang sebagian besar dari Benua Australia yang melakukan imigrasi ke kawasan hutan mangrove di kawasan Pantai Sejarah," lanjutnya.
Bupati Batubara Baharuddin menyampaikan terima kasih kepada masyarakat Batubara yang sudah ikut menjaga dan melestarikan hutan mangrove. Serta, menjaga burung-burung yang berimigrasi di kawasan hutan mangrove Pantai Sejarah.
Direktur Yakopi Eling Tuhono mengatakan Mangrove Culture Festival ini diawali dengan hibah yang diberikan oleh Kementerian Kebudayaan, dan alasan kenapa dilaksanakan di Batubara merupakan hasil analisa dan penilaian Yakopi, selain itu juga disebutkan karena kegiatan pertama Yakopi dilakukan di Pantai Sejarah Kabupaten Batubara.
"Ini merupakan langkah awal Yakopi kembali ke Kabupaten Batubara untuk bekerjasama dengan Pemkab Batubara melaksanakan Mangrove Culture Festival. Jadi Mangrove Culture Festival ini kami berusaha meramu, meramu tentang kegiatan restorasi kemudian menggabungkan dengan kebudayaan masyarakat terutama masyarakat pesisir dan tujuan akhirnya adalah menciptakan masyarakat yang sejahtera," ujar Eling Tuhono.
Selanjutnya, ia juga mengucapkan terima kasih sekali kepada Bupati Batubara yang sudah dan akan mengagendakan kegiatan ini rutin setiap tahunnya.
"Kenapa harus mangrove, karena benteng utama masyarakat di pesisir adalah mangrove, yang merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat pesisir, masyarakat pesisir sangat identik dengan mangrove, jadi ini adalah benteng alami terutama terkait dengan perubahan iklim abrasi, kenaikan permukaan air laut, jadi benteng alami yang mudah dan memang bisa dilakukan masyarakat adalah dengan menanam pohon mangrove daripada membuat benteng laut yang membutuhkan biaya yang besar," lanjutnya.
Eling Tuhono menyebut mangrove ini merupakan sumber ekonomi bagi masyarakat, jika mangrove ini hidup maka akan banyak hewan yang bersimbiosis dengan mangrove akan ngikut nanti lambat laun.
"Jadi ini merupakan progres jangka panjang yang memang butuh kesabaran, sebab itu Yakopi hadir bekerja sama dengan masyarakat, jadi selain menanam mangrove kita juga harus perhatikan ekonomi masyarakat karena mangrove ini nanti akan berdampak minimal 3 sampai 10 tahun sehingga dampak ekonomi jelas, oleh sebab itu sambil menunggu Yakopi hadir membimbing masyarakat dengan meningkatkan potensi ekonomi masyarakat sekitar," ungkap Eling Tuhono.
Direktur Yakopi itu juga berpesan kepada masyarakat pesisir untuk menjaga mangrove karena ini merupakan sumber kehidupan kita masyarakat pesisir.
(AP/RZD)