LABRN Soroti Lemahnya Pengamanan Aset oleh Pemkab Madina (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Madina - Ketua Lembaga Adat Budaya Ranah Nata (LABRN) Kecamatan Natal, Ali Anapiah, melontarkan kritik tajam terhadap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mandailing Natal (Madina) terkait lemahnya pengelolaan dan pengamanan aset daerah di wilayah Kecamatan Natal.
Hal itu diungkapkan lewat rapat rutin pengurus di kantor LABRN yang dilaksanakan pada Minggu 27 Juli 2025, Desa Panggautan, Kecamatan Natal
Dalam keterangannya kepada media, Ali Anapiah menilai Pemkab terkesan tidak serius menjaga aset-aset strategis yang berada di wilayah kecamatan Natal.
Ia menyoroti beberapa lahan yang statusnya kini dipertanyakan, termasuk dugaan penguasaan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang.
“Salah satu contohnya adalah lahan hibah seluas 18 hektare pertapakan kantor bupati untuk pemekaran Kabupaten Pantai Barat Mandailing dari masyarakat kelurahan Pasar 1 Natal. Hingga saat ini, Pemkab sebagai penerima hibah justru diam saja. Mungkin karena tidak ada anggaran untuk lahan tersebut, makanya tidak ada tindakan nyata dari pemkab,” ungkapnya, Senin (28/7/2025)
“Kalau dibiarkan terus seperti ini, akan membuat polemik di tengah masyarakat. Ini berbahaya. Harus ada ketegasan dari pemerintah,” tegasnya.
Ia juga mengkritik kurangnya peran aktif dari para camat yang pernah bertugas di wilayah kecamatan itu, termasuk perubahan kepemimpinan di tingkat kabupaten yang menurutnya tidak membawa penyelesaian konkret terhadap berbagai persoalan aset.
“Camat sudah berkali-kali berganti, bahkan bupati pun sudah berganti. Tapi masalah aset tetap tidak selesai. Ini menunjukkan Pemkab tidak punya ukuran jelas dalam menyelesaikan persoalan, kecuali kalau ada kepentingan yang membawa 'keuntungan',” lanjutnya.
Lebih jauh, Ali mengingatkan bahwa semua pihak, termasuk lembaga adat dan unsur Forkopimcam, harus turut serta dalam menjaga aset milik daerah agar tidak disalahgunakan atau dikuasai pihak lain.
“Ada beberapa lahan penting yang perlu dijaga seperti lahan eks PT Inanta seluas 40 hektare, lahan rencana perkantoran sekitar 18 hektare, dan lahan pertapakan Panti Rehabilitasi Narkoba seluas 2 hektare. Itu semua harus diamankan dan tidak boleh digarap oleh warga tanpa izin resmi,” tegasnya.
Ali juga mengingatkan pemerintah agar tidak menunggu hingga terjadi konflik di tengah-tengah masyarakat baru bertindak menyelesaikan persoalan.
“Kadang pemerintah baru serius kalau sudah ada konflik di masyarakat. Seharusnya jangan sampai terjadi dulu, baru hadir menyelesaikan. Ini bentuk keprihatinan kami terhadap situasi di lapangan,” pungkasnya. (
RES)
(WITA)