Kompi Batu Bara: Pendemo Bahar Tak Paham, BPK Punya Mekanisme Sendiri

Kompi Batu Bara: Pendemo Bahar Tak Paham, BPK Punya Mekanisme Sendiri
Kompi Batu Bara: Pendemo Bahar Tak Paham, BPK Punya Mekanisme Sendiri (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Batu Bara - Aksi Gerakan Rakyat Berantas Korupsi (GERBRAK) di Jakarta yang menuntut penyelidikan terhadap Bupati Batu Bara, Baharuddin Siagian, dinilai Komunitas Peduli (Kompi) kabupaten Batu Bara sebagai gerakan yang kehilangan relevansi.

Sekretaris Kompi, Muhammad Syafi, menyebut bahwa tuduhan yang disuarakan para pendemo di jakarta terkait temuan BPK di Dispora Sunut tidak berdasar kuat dan menunjukkan minimnya pemahaman terhadap mekanisme audit negara.

“Temuan BPK itu bersifat administratif dan sedang ditindaklanjuti sesuai prosedur. Tidak ada kerugian negara yang disimpulkan oleh BPK, melainkan kelebihan bayar yang hanya bersifat administratif. Jangan asal bicara korupsi kalau tak mengerti sistem kerjanya,” ujar Syafi, Kamis (31/7).

Menurut Syafi, publik perlu membedakan antara kekeliruan teknis dalam proyek pemerintah yang dapat dikoreksi, dengan tindak pidana korupsi yang membutuhkan alat bukti dan niat jahat. Ia menilai, para demonstran dari penyampaiannya lebih cenderung memaksakan tafsir atau interpretasi sendiri terhadap laporan BPK tanpa didasari pendekatan akademik.

“Semua cendikiawan dan para intelektual mengerti bahwa BPK itu punya mekanisme koreksi dan hanya bersifat perbaikan administrasi internaal guna pencegahan korupsi . KPK, polisi, dan kejaksaan juga punya jalur penyidikan yang independen yang tak sama dengan cara BPK. Kalau semua dipukul rata sebagai korupsi, itu bukan kritik—itu delusi kelompok,” katanya.

Syafi juga menyinggung bahwa aksi-aksi semacam ini, jika tanpa pemahaman yang utuh, justru merusak kredibilitas gerakan antikorupsi itu sendiri yang dapat berBahaya bagi Demokrasi Lokal jika disampaikan Tanpa Ilmu. Ia menyarankan agar aktivisme di Sumut dilakukan dengan pendekatan intelektual akademik, bukan sekadar orasi politik yang tidak ada indikatornya.

“Gerakan tanpa ilmu di abad 21 saat ini jangan sampai menjadi bahaya baru bagi demokrasi lokal kita,” tegas Syafi. Ia melanjutkan, “Kalau tak tahu cara kerja BPK, lebih baik diam daripada menyebarkan tafsir yang menyesatkan publik.

“Intinya dalam hal ini Kami tidak membela orang dan tak juga membela Pak bahar, kami hanya membela logika. Kritik itu sah dan dijamin undang-undang jika disampaikan dengan baik dan benar, tapi harus berdasarkan fakta, bukan asumsi apa lagi pakai delusi. Kalau salah tafsir, yang terjadi kegaduhan dan fitnah,” tegasnya.

Menurut Syafi, Baharuddin Siagian selama ini dikenal sebagai birokrat yang patuh pada aturan dan memiliki integritas dan loyal dalam bekerja dan bernegara yang hingga kini tak ada satu pun proses hukum yang dapat membuktikan keterlibatan Baharuddin melakukan dugaan korupsi. "Artinya, beliau masih bersih secara hukum,” tegasnya.

“Kalau memang ada petunjuk yang mengarah kepada bukti-bukti, silakan tempuh jalur hukum kepada KPK, bukan membawa salinan BPK ke KPK yang siapa saja bisa mengaksesnya dengan mengoreng-goreng isu administrasi tanpa pemahaman yang kuat, apalagi menjadikan LHP sebagai alat framing politik yang tidak ada indikator korupsinya," kata Syafi'i.

Syafi juga menegaskan, dirinya bukan orang awam dalam urusan laporan korupsi. Ia adalah aktivis yang pernah melaporkan Kadis Pendidikan Batu Bara, Ilyas Sitorus, dalam kasus dugaan korupsi yang terbukti dan telah dibonus secara hukum dan kini statusnya telah berkekuatan hukum tetap.

“Itu menunjukkan bahwa aku juga tidak hanya tahu berbicara, tapi juga paham bagaimana membongkar korupsi secara tepat dan pihak Kejari dan Kejati sudah membuktikan kebenarannya. Jadi saya tahu persis mana yang substansi, mana yang sekadar sensasi dan delusi,” katanya.

“Kita jangan membiarkan fitnah mengaburkan ikhtiar membangun. Serangan tanpa dasar terhadap pemimpin daerah justru akan mengganggu agenda pembangunan yang sedang berjalan,” sambungnya.

Syafi pun menyarankan kepada para pengkritik agar sebelum menyampaikan aspirasi, terlebih dahulu memahami mekanisme hukum dan prosedur tata kelola negara sesuai insturmen negara.

“Dengan begitu, aspirasi tidak berubah jadi fitnah. Sebab aspirasi yang disampaikan tanpa ilmu bisa berujung dengki, dan perbedaan pandangan juga jangan sampai menjelma menjadi kedengkian yang buta,” tutupnya.

(JW/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi