
Analisadaily.com, Medan – Wisatawan yang berkunjung ke Danau Toba kerap menikmati kejernihan air danau dengan mandi atau berenang. Namun, di balik kejernihannya, perairan Danau Toba sebenarnya telah tercemar dengan status mutu "cemar sedang" hingga "cemar berat". Kabar baiknya, tingkat pencemaran tersebut menunjukkan tren penurunan.
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kualitas Air Danau Toba, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Sumatera Utara, mencatat kondisi mutu air Danau Toba pada 2023 dan 2024 menggunakan metode storet, yakni penilaian status mutu air berdasarkan parameter kualitas.
Kepala DLHK Sumut, Heri Wahyudi Marpaung, melalui Kepala UPTD Kualitas Air Danau Toba, Abner Tarigan, Selasa (5/8/2025) menjelaskan bahwa pada pemantauan tahun 2023 di 22 titik, terdapat 16 lokasi berstatus cemar sedang dan 6 lokasi cemar berat.
Sementara itu, pada tahun 2024, dari jumlah titik pantau yang sama, terdapat 19 lokasi berstatus cemar sedang dan hanya 3 lokasi berstatus cemar berat.
“Jika dibandingkan, titik dengan status cemar berat menurun dari enam lokasi pada 2023 menjadi tiga lokasi pada 2024,” ujar Abner Tarigan.
Di beberapa lokasi sekitar Danau Toba juga terlihat pertumbuhan enceng gondok (Eichhornia crassipes) yang cukup masif. Tanaman air ini berkembang pesat di perairan tawar yang mengandung nutrien berlebih, seperti nitrogen dan fosfat.
Menurut Abner, pencemaran Danau Toba sebagian besar disebabkan oleh limbah domestik, seperti limbah rumah tangga yang kaya kandungan nitrat dan fosfat. Limbah ini berasal dari pemukiman penduduk, hotel, pasar, serta area wisata yang menyediakan makanan dan minuman.
Kontribusi pencemar lainnya berasal dari limbah pertanian akibat penggunaan pupuk kimia berlebihan, aktivitas budidaya perikanan yang menggunakan pakan tinggi fosfat, serta transportasi air. Kapal penumpang atau feri yang beroperasi di perairan Danau Toba umumnya belum dilengkapi tangki penampung limbah.
Meski pihak yang berkontribusi terhadap pencemaran sudah diketahui, hingga kini belum ada sanksi tegas yang diberikan kepada pelaku pencemaran.
DLHK Sumut menyatakan komitmennya untuk terus menurunkan tingkat pencemaran melalui berbagai langkah, antara lain pemantauan rutin kualitas air, inventarisasi kegiatan yang berpotensi mencemari, serta pembersihan unsur pencemar seperti enceng gondok.
Selain itu, dilakukan sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di kawasan Danau Toba tentang pentingnya perlindungan lingkungan, serta pengawasan terhadap kegiatan usaha yang berdampak terhadap kualitas air danau.
Abner Tarigan menambahkan, pemerintah terus berupaya mengelola Danau Toba agar kualitas airnya membaik dan memenuhi baku mutu. Namun, upaya ini tidak lepas dari berbagai kendala.
Salah satu kendala utama adalah perizinan. Banyak kegiatan usaha di kawasan Danau Toba memiliki izin yang diterbitkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah kabupaten, sehingga pengawasan menjadi terbagi dan tidak selalu dilakukan secara optimal.
Kendala lainnya, kualitas air sungai yang bermuara ke Danau Toba (intake) lebih rendah dibandingkan kualitas air danau itu sendiri. Aktivitas budidaya perikanan oleh masyarakat di perairan danau pun hingga kini belum bisa dikurangi secara signifikan. (mul)