
Analisadaily.com, Jakarta - Direktur Departemen Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hudiyanto mengatakan dalam memberantas aktivitas keuangan ilegal, Tim Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) telah menghentikan 13.228 entitas ilegal sejak 2017 hingga Juli 2025.
"Entitas ilegal terdiri dari 1.812 investasi ilegal, 11.166 pinjaman online ilegal, dan 251 gadai ilegal," kata Hudiyanto yang juga Ketua Sekretariat Satgas PASTI di acara Media Gathering yang digelar Kantor OJK Wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) bertema “Kolaborasi Tanpa Sekat: Jurnalisme Positif untuk Keuangan Inklusif” yang berlangsung pada 4–6 Agustus 2025 di Jakarta.
Kegiatan ini diikuti 50 jurnalis dari lima provinsi di wilayah kerja Kantor OJK Wilayah Sumatera Bagian Utara, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau.
Ia memaparkan dalam periode 1 Januari 2024–30 April 2025, Satgas juga memblokir 4.053 aplikasi ilegal, 117 rekening bank, serta 2.422 nomor telepon/WhatsApp yang digunakan dalam aktivitas keuangan ilegal.
Penipuan Digital
Hudiyanto juga menyampaikan data dari Indonesia Anti Scam Center (IASC) yang menerima 204.011 laporan penipuan digital antara 22 November 2024 hingga 29 Juli 2025, dengan estimasi kerugian sebesar Rp4,1 triliun.
"Sebanyak 66.271 dari 326.283 rekening yang teridentifikasi sebagai sarana kejahatan telah berhasil diblokir, dengan total dana diamankan mencapai Rp348,3 miliar," ungkapnya.
Penipuan Investasi Ilegal
Saat ini masyarakat diminta hati-hati dalam bertransaksi dan berinvestasi karena banyaknya penipuan yang mengakibatkan total kerugian akibat investasi ilegal mencapai Rp142,131 triliun. “Indonesia sekarang darurat penipuan,” tegas Hudiyanto.
Hudiyanto mengatakan jika masyarakat terkena penipuan maka segera lapor paling lambat kurang dari 15 menit. "Kalau melapor kurang dari 15 menit maka peluang terselamatkan semakin sedikit," ujarnya.
Menurutnya, lima pintu penipuan yang sering digunakan pelaku mencakup ketidaktahuan (literasi rendah), ketamakan, ketakutan, keputusasaan, dan kebosanan. Satgas berharap masyarakat makin waspada dan tidak mudah tergiur janji imbal hasil besar.
Ia menyebut perkembangan teknologi digital membuka peluang besar, namun juga menjadi ladang subur bagi berbagai tindak kejahatan finansial. Satgas PASTI OJK mengungkapkan, saat ini masyarakat menghadapi ancaman serius dari aktivitas keuangan ilegal, terutama yang berkedok investasi dan pinjaman online (pinjol).
“Scam itu sangat sulit dilacak. Pelanggannya bisa di Rusia, korbannya di Indonesia, datanya di Yogyakarta, tapi servernya di ‘Kampung Jakarta’. Begitu kompleks dan tersembunyi. Sekali korban terjebak, sulit kembali,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa sejak Satgas PASTI beroperasi, lebih dari 11.000 entitas pinjol ilegal telah diblokir, sementara yang resmi terdaftar dan diawasi OJK hanya 96 entitas. Ini artinya, lebih dari 99 persen pinjol yang beredar adalah ilegal.
“Bayangkan, masyarakat dijejali penawaran pinjol ilegal lewat WhatsApp, email, TikTok, Instagram. Mereka masuk lewat segala celah. Bahkan ada korban yang nyaris bunuh diri karena terjerat utang pinjol. Untungnya, dengan bantuan psikolog dan tokoh agama, dia bisa diselamatkan,” ujarnya.
Lebih dari itu, Satgas PASTI mencatat adanya jaringan penipuan lintas negara. Ratusan warga Indonesia bahkan dilaporkan disekap dan dipaksa bekerja di negara-negara seperti Kamboja, Laos, dan Vietnam dalam operasi scam internasional. Banyak di antara mereka mengalami kekerasan, bahkan ada yang tidak kembali.
Kolaborasi Antar Lembaga
Kini, Satgas PASTI bekerja sama dengan 21 lembaga, termasuk OJK, BSSN, Polri, BIN, BNN, Kemenkominfo, hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kerja sama lintas sektor ini disebut krusial dalam memberantas kejahatan keuangan yang kian kompleks.
“Kasus-kasus besar, seperti penipuan bantuan kemanusiaan atau jual beli fiktif di marketplace, juga kami tangani. Banyak akun yang mengaku menjual produk, tapi setelah dibayar, barang tidak dikirim. Ini bukan hanya soal uang, tapi juga kepercayaan publik,” paparnya.
(WITA)