Menyelamatkan “Sabuk Hijau” Sumatera dari Sumut

Menyelamatkan “Sabuk Hijau” Sumatera dari Sumut
Menyelamatkan “Sabuk Hijau” Sumatera dari Sumut (Analisadaily/Mulyadi Hutahaean)

Analisadaily.com, Medan – Tahun ini, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mendapat perhatian besar dari pemerintah pusat dalam penanganan kerusakan ekosistem, khususnya hutan mangrove. Penanganan hutan mangrove (sabuk hijau) di Sumut tercatat sebagai yang terbesar di Pulau Sumatera.

“Saat ini, alhamdulillah, Sumatera Utara terkait penanganan kerusakan ekosistem, khususnya mangrove, menjadi yang paling luas di Sumatera,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Sumut, Heri Wahyudi Marpaung, kepada wartawan di kantornya, Jalan Sisingamangaraja, Medan, Senin (11/8/2025).

Heri yang baru sebulan menjabat ini menjelaskan, berdasarkan Peta Mangrove Nasional 2024, luas hutan mangrove di Sumut mencapai 75.854 hektare. Terdiri dari mangrove eksisting seluas 61.389 hektare dan potensi mangrove seluas 14.465 hektare.

Rinciannya, kata Heri yang saat itu di di damping Kepala Bidang PPKLRHL Dinas LHK Provsu, Asep, mangrove lebat seluas 9.659,5 hektare (15,73%), mangrove sedang 44.424,7 hektare (72,37%), dan mangrove jarang 7.304,8 hektare (11,90%). Mangrove jarang ini termasuk kategori rusak yang harus segera direhabilitasi.

Untuk menangani kerusakan mangrove di wilayah Pantai Timur dan Pantai Barat, Dinas LHK Sumut telah menjalin kerja sama dengan 43 organisasi non-pemerintah (NGO). Menurut Heri, kerusakan mangrove di Sumut umumnya disebabkan oleh perubahan status lahan dan alih fungsi menjadi areal perkebunan kelapa sawit.

“Perhatian kita sangat besar terhadap penanganan ini. Kita bersyukur bisa berkolaborasi dengan Satuan Tugas (Satgas) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Upaya yang dilakukan akan berlanjut dan tidak berdiri sendiri, melainkan melibatkan seluruh elemen pemerhati lingkungan,” jelasnya.

Tahun ini, rehabilitasi mangrove difokuskan di Kabupaten Langkat, Deliserdang, Serdang Bedagai, dan Labuhanbatu Utara (Tanjung Leidong), bersama NGO Petai.

“Kalau hanya mengandalkan anggaran, tidak akan cukup. Sekarang kan anggaran sedang efisiensi, jadi kita memanfaatkan peran para pemangku kepentingan, menjalin kerja sama, dan mengajak mereka terlibat,” pungkas Heri. (mul)

(NAI)

Baca Juga

Rekomendasi