
Analisadaily.com, Medan - Sengketa hukum terkait pembatalan akta nikah pasangan yang telah membina rumah tangga selama 39 tahun memasuki babak baru. Perkara ini mencuat setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan mengabulkan gugatan yang diajukan salah satu pihak, dan kini mendapat tanggapan keberatan dari pihak tergugat.
Kuasa hukum tergugat, Dr (Cand) Eka Putra Zahran, SH, MH (EPZA) menilai putusan PTUN Medan Nomor 122/G/2024/PTUN.MDN tertanggal 17 Februari 2025 itu tidak tepat. Ia berpendapat, sengketa mengenai keabsahan akta nikah merupakan ranah Pengadilan Agama, bukan PTUN, dan gugatan telah melewati tenggat waktu yang diatur dalam undang-undang.
"Putusan ini sudah kami ajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan Nomor 7/PK/2025/PTUN.MDN. Kami berharap upaya hukum ini dapat memberi keadilan bagi klien kami," ujar Epza dalam keterangan persnya di Medan, Selasa (12/8/2025).
Perkara ini berawal dari adanya laporan ke pihak kepolisian terkait dugaan pernikahan tanpa izin. Setelah laporan tersebut dibuat, pihak suami mengajukan gugatan pembatalan akta nikah ke PTUN Medan. Proses persidangan pun bergulir, hingga akhirnya majelis hakim memutuskan mengabulkan gugatan tersebut.
Kuasa hukum tergugat menyampaikan beberapa poin keberatan, di antaranya: Gugatan diajukan di luar tenggat 90 hari sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, alat bukti dinilai belum mencukupi, tidak ada pembuktian yang kuat terkait dugaan pemalsuan akta nikah dan perkara perkawinan seharusnya menjadi kewenangan Pengadilan Agama.
Selain menempuh upaya PK, kuasa hukum juga menyampaikan bahwa pihaknya telah mengirim surat kepada sejumlah lembaga pengawasan peradilan. Ia berharap proses hukum berjalan objektif, tanpa dipengaruhi status sosial atau latarbelakang pihak yang berperkara.
"Kami menginginkan persidangan yang murni berdasarkan fakta dan alat bukti, agar semua pencari keadilan di Indonesia bisa mendapatkan putusan yang benar-benar adil," pungkasnya.