
Analisadaily.com, Medan – Anggota DPRD Sumatera Utara Komisi E, Ahmad Darwis, mendesak Dinas Pendidikan Provinsi Sumut untuk segera menerbitkan Surat Keputusan (SK) Guru Tidak Tetap (GTT) bagi ribuan guru SMA dan SMK di Sumut. Keterlambatan penerbitan SK ini dinilai merugikan banyak guru yang kehilangan hak Tunjangan Profesi Guru (TPG) meskipun mereka sudah memenuhi syarat.
Menurut Ahmad Darwis, Kamis (14/8/2025) di gedung DPRD Sumut, persoalan ini bukan hanya masalah administratif, tetapi sudah menyangkut keadilan dan keberlangsungan hidup tenaga pendidik.
Ini menyangkut hak guru yang dijamin undang-undang. Mereka sudah mengajar penuh, punya sertifikat pendidik, tapi tunjangan profesinya tidak cair karena SK GTT tak kunjung diterbitkan. Ini bentuk kelalaian birokrasi yang harus segera diakhiri.
Sejak pengelolaan SMA/SMK dialihkan dari kabupaten/kota ke provinsi sesuai UU No. 23 Tahun 2014, kewenangan penerbitan SK GTT berada di tangan Pemprov melalui Dinas Pendidikan. Namun, di Sumut, ribuan guru yang sudah bersertifikat masih belum mendapatkan SK tersebut. Akibatnya, mereka tidak tercatat dalam daftar penerima TPG yang dibayarkan pemerintah pusat.
Di beberapa provinsi lain seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur, SK GTT rutin diterbitkan setiap tahun sehingga TPG cair tepat waktu, begitu juga di Provinsi Riau, Aceh dgn mudah mendapatkan SK GTT dari Dinas Pendidikan. Sementara di Sumut, proses yang berlarut-larut membuat guru terpaksa gigit jari hanya mendapat gaji honorer yang rata-rata jauh di bawah UMK.
Ribuan guru yang kehilangan hak setiap bulannya. Jika TPG rata-rata setara satu kali gaji pokok, maka kerugian yang mereka alami bisa mencapai miliaran rupiah per bulan.
Ahmad Darwis menilai lambannya proses ini menandakan rendahnya prioritas Pemprov terhadap kesejahteraan guru. Ia meminta Gubernur Sumut turun tangan langsung memastikan SK GTT diterbitkan tanpa menunggu akhir tahun.
Tidak cairnya TPG membuat banyak guru harus mencari pekerjaan sampingan, yang pada akhirnya mengurangi fokus mereka di kelas. Kondisi ini berpotensi menurunkan kualitas pembelajaran di SMA/SMK.
Memuliakan guru berarti memuliakan pendidikan. Jika guru disejahterakan, murid akan mendapatkan pembelajaran yang lebih baik. Ini bukan semata soal gaji, tapi tentang martabat profesi,” pungkasnya.
(NAI/NAI)