Damses Sianturi (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan – Konfercab XXII Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Medan yang digelar di Grand Mercure resmi menetapkan Damses Sianturi sebagai Ketua Cabang Medan periode 2025–2027. Damses terpilih secara aklamasi setelah seluruh peserta konferensi menyepakati pencalonannya.
Dalam pidato politik perdananya, Damses menegaskan arah gerakan GMNI Medan ke depan. Ia menyampaikan bahwa periode yang dipimpinnya akan mengambil posisi kritis terhadap jalannya pemerintahan, baik di tingkat daerah maupun nasional.
“GMNI Cabang Medan tidak akan menjadi penonton. Kami akan berdiri di garis depan sebagai oposan untuk mengawal kebijakan pemerintah daerah hingga pusat agar tetap berpihak pada rakyat,” tegasnya, Sabtu (16/8).
Damses juga menambahkan, GMNI Medan di bawah kepemimpinannya akan memperkuat basis ideologi, konsolidasi kader, serta menghidupkan kembali tradisi intelektual yang kritis. Menurutnya, mahasiswa memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan kebijakan daerah maupun pusat tidak menyimpang dari kepentingan rakyat kecil.
Konfercab XXII GMNI Medan ini menjadi momentum penting bagi konsolidasi gerakan mahasiswa di Kota Medan. Terpilihnya Damses Sianturi secara aklamasi dipandang sebagai sinyal kuat soliditas internal organisasi untuk menatap agenda perjuangan ke depan.
Isi Pidato Politik Perdana Damses Sianturi
GMNI lahir saat Republik Indonesia mengkonsolidasikan kemerdekaan. GMNI hadir sebagai kekuatan moral-intelektual yang berfungsi sebagai pengawal jalannya revolusi Indonesia dan dunia pemikiran serta gerakan mahasiswa. Marhaenisme digadang GMNI bukan sekadar romantisme ideologis, melainkan sebagai basis praksis dalam kehidupan kampus, masyarakat dan politik daerah dan nasional.
Hal ini menjadi penting GMNI sebagai ruang kaderisasi intelektual. GMNI bukanlah partai politik, melainkan ruang tempaan nilai dan ide. Dalam idealnya, kader GMNI harus menjadi intelektual organik yang berpihak pada rakyat kecil. GMNI tidak cukup hanya tahu Marx, Hegel, dan Sukarno melainkan harus mengerti penderitaan nelayan, buruh, dan petani (Kaum Marhaen).
Sejak perpecahan di Bandung tahun 1980-an hingga friksi baru pasca-Reformasi, GMNI kerap terjebak dalam tarik menarik faksi. Akibatnya, energi ideologis yang seharusnya didedikasikan untuk rakyat kecil terserap habis oleh pertikaian internal.
Hari ini kita berdiri bukan sekedar kumpulan Mahasiswa yang berteriak dijalanan, melainkan sebagai oposan Moral terhadap kebijakan Pemerintah Dareah maupun pusat yang jauh dari kepentingan Rakyat, kita semua semua tahu pemerintah hari ini sering mengklaim bekerja demi rakyat, tetapi kenyataannya masih banyak kebijakan pemerintah yang justru menyengsarakan rakyat. Oligarki semakin Menguat, Korupsi semakin merajalela, Sumber daya alam dikuasai segelintir orang, sementara rakyat kecil terus tertindass.
Oposan yang kita jalankan bukanlah sekedar oposan politik praktis. Kita adalah Oposan Moral, Oposan Ideologis, dan Oposan kerakyatan.
Arah perjuangan kita jelas:
1. Menjadi suara kritis rakyat – ketika suara rakyat dibungkam, GmnI harus menjadi corong kebenaran.
2. Mengawal demokrasi – ketika kebebasan sipil dipersempit, kita harus berdiri paling depan menolak represi.
3. Mendorong keadilan sosial – ketika kekayaan negeri ini hanya dinikmati segelintir elite, kita harus melawan ketimpangan.
4. Merawat ideologi bangsa – Pancasila bukan sekadar slogan, tetapi harus dihidupkan dalam keberpihakan kepada rakyat miskin, bukan kepada pemilik modal.
Maka berangkat dari semua itu marilah Bersatu dalam tujuan, kokoh dalam Ideologi serta Berjalan dengan kompas Ideologi mengembalikan Roh Gerakan dan menjadi pelopor pembebasan Kaum Marhaen di kota Medan.
(REL/RZD)