
Analisadaily.com, Simalungun – Sejumlah elemen masyarakat bersama mahasiswa menggelar aksi long march di Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Minggu (7/9/2025). Aksi dilakukan menolak konversi perkebunan teh menjadi kelapa sawit oleh PTPN IV Regional II.
Massa yang tergabung dalam SATUNASIB, Rumah Pengabdian Pdt. Penrad Siagian, LRR Indonesia, Gerakan Aspirasi Mahasiswa Pembela Rakyat (GAMPAR), PMKRI, BEM USI, BEM Nomensen, dan Aliansi Masyarakat Sidamanik menyuarakan penolakan dengan tegas.
Koordinator Aksi Julius Sitanggang yang mewakili Rumah Pengabdian Pdt. Penrad Siagian menuding PTPN IV melakukan konversi secara ilegal.
Menurutnya, perusahaan tidak menjalankan prosedur administrasi, mengabaikan AMDAL, serta memicu konflik dengan masyarakat.
"Hal ini jelas melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," ujarnya.
Dalam orasinya, Julius menilai alih fungsi lahan teh menjadi sawit akan merusak keanekaragaman hayati, mengurangi ketersediaan air bersih, menyebabkan erosi, hingga mempercepat perubahan iklim.
Dampak lain yang ditakutkan adalah rusaknya persawahan warga, banjir di dataran rendah, serta hilangnya mata pencaharian masyarakat.
Sementara itu, perwakilan GAMPAR Malid mengajak masyarakat bersatu melawan oligarki yang dianggap sewenang-wenang.
"Bencana sudah ada di depan mata, jangan biarkan itu terjadi. Kita harus bersatu demi masa depan anak cucu kita," serunya.
Massa menegaskan identitas Simalungun lekat dengan tanaman teh, sebagaimana tergambar dalam lambang daerah.
Menurut mereka, teh ramah lingkungan, mampu mencegah erosi, dan tidak rakus air seperti sawit.
Aksi long march dilakukan sebagai bentuk peringatan kepada masyarakat akan bahaya penanaman sawit yang kini mulai dilakukan di Desa Simantin dan Bahbiak, Kecamatan Sidamanik dan Pematang Sidamanik.
Dalam pernyataan sikapnya, massa menuntut: PTPN IV segera menghentikan penanaman sawit di kawasan HGU. Pemerintah menjalankan amanat UUPA Nomor 5 Tahun 2025 dan UU Nomor 12 Tahun 2012 terkait tanah untuk kepentingan umum. Pemkab Simalungun menjaga dan melestarikan teh sebagai identitas daerah. PTPN merealisasikan kewajiban CSR dan TJSL bagi masyarakat. Dan PTPN menjamin upah layak, jaminan kesehatan, serta perlindungan tenaga kerja sesuai ketentuan undang-undang.
Merespons itu, Anggota DPD RI, Pdt. Penrad Siagian menegaskan penolakan bukan sekadar kepentingan warga Sidamanik, melainkan menyangkut kepentingan ekologis yang berdampak hingga Pematangsiantar.
"Sawit ini rakus air, kalau sebagian besar debit air diambil oleh sawit, masyarakat kita akan minum apa?" kata Penrad kepada wartawan, Selasa, 9 September 2025.
"Bencana banjir sudah terjadi di desa-desa yang dekat dengan daerah teh yang telah dikonversi menjadi sawit, rumah warga rusak, sawah dan kebun ikut terdampak, bahkan kolam ikan masyarakat hancur," ujarnya.
Penrad menekankan pentingnya konsolidasi penolakan dilakukan secara sistematis, tidak hanya di Sidamanik dan sekitarnya, tetapi meluas hingga Kabupaten Simalungun termasuk Kota Pematangsiantar yang akan menerima dampak negatifnya.
"Masyarakat bersama pemerintah daerah harus solid. Ini penting karena dampaknya akan dirasakan langsung oleh mereka," kata Penrad.
Senator asal Sumatra Utara itu berjanji mendorong eskalasi penolakan hingga ke Kementerian BUMN dan Holding PTPN.
"Kebijakan yang tidak berpihak pada lingkungan dan masyarakat tidak boleh lagi terulang," ucap Penrad Siagian
(NAI/NAI)