Oleh : War Djamil

Mengapa Seruan DP ?

Mengapa Seruan DP ?
Mengapa Seruan DP ? (analisadaily/istimewa)

HARI Rabu dan Kamis lalu. Beberapa dosen dan mahasiswa dari Departemen Ilmu Komunikasi FISIP dan aktivis pers mahasiswa (persma) tanya pada saya via handphone.

Satu, sesungguhnya mengapa Dewan Pers (DP) mengeluarkan imbauan ke media terkait pemberitaan unjuk rasa ? Dua, apa isi imbauan tersebut ? Tiga, ada media yang melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ) atas berita itu ?
Saya terkesima. Tiada lain, karena kepedulian orang-orang dari kampus terhadap pers. Saya ucapkan terima kasih kepada dosen dan mahasiswa itu. Dan, jawaban saya begini :
BUTIR. Ada empat butir dalam ”Seruan Dewan Pers” bernomor : 01/S-DP/VIII/2025 tanggal 29 Agustus 2025 yang ditandatangani Ketua DP, Prof.Dr.Komaruddin Hidayat.
Ringkasan butir-butir tersebut : (1). Menyerukan media massa bekerja secara profesional, memegang teguh KEJ dan UU Pers. (2). Menyampaikan peristiwa maupun fakta secara akurat, jujur dan dilandasi itikad baik, demi kepentingan masyarakat luas.
Butir (3). Wartawan peliput menjaga keselamatan diri. Dan (4). Aparat yang bertugas agar menjaga keselamatan wartawan yang melaksanakan tugas jurnalistik.
ASPEK. Menurut saya, pemberitaan media massa, khususnya media arus utama (mainstream media) terkait liputan unjuk rasa, masih konsisten.
Artinya senantiasa mengacu pada KEJ yang di dalamnya mencakup aspek kejujuran, harus akurat serta dengan itikad baik. Silakan ulang baca pasal-1 KEJ, sangat jelas tertera aspek-aspek itu.
Jika ada temuan, satu-dua media melanggar KEJ, silakan publik laporkan ke Dewan Pers. Tetapi (maaf) jangan campur-aduk media arus utama dengan media ”abal-abal”.
Tentu, media yang sejak dulu-secara filosofis-disebut sebagai “milik publik” tetap dengan sajian kepentingan publik. Hal ini tak perlu diragukan. Kecuali, media “abal-abal” yang keberadaannya untuk kepentingan atau tujuan tertentu seraya bekerja di luar prinsip jurnalisme universal.
PERLU. Pemberitaan media massa atas aksi unjuk rasa tetap perlu. Publik perlu tahu apa yang sesungguhnya terjadi saat unjuk rasa dan dampaknya. Media juga menggambarkan situasi terkini di kawasan atau lokasi yang menjadi titik atau tempat diungkap secara terang benderang butir-butir aspirasi rakyat.
Media profesional tak cuma menyiarkan liputan itu. Diperluas dengan wawancara khusus di mana tokoh/figur dengan kompetensi tepat memberi sumbangsih pemikiran tentang unjuk rasa, pokok-pokok aspirasi rakyat dan bagaimana mestinya sikap pihak eksekutif, legislatif dan yudikatif serta aparat dalam menanggapi aksi rakyat itu.
Bahkan, dengan itikad baik. Sajian media profesional dengan kritik tajam atas kebijakan yang tidak tepat dalam kaitan kepentingan bangsa, negara dan pembangunan, tak kecuali untuk kesejahteraan rakyat. Ini jadi masukan.
Tindakan aparat mengurai demo serta melindungi wartawan, menjadi sajian media. Supaya sisi humanis serta proteksi maksimal bagi publik. Jika berlebihan, juga diungkap agar tak terulang, apalagi berakibat fatal pada rakyat.
KORIDOR. Kesimpulan. Media profesional menyiarkan dengan tepat. Sejumlah catatan bagi pihak eksekutif, legislatif dan yudikatif dari suara rakyat, agar segera diperhatikan. Bukan dilacikan.
Atas “Seruan Dewan Pers” itu. Jika ditelaah, bukan hal baru. Karena sudah dijabarkan selama ini dalam karya jurnalistik media arus utama. Cara-cara kerja jurnalistik yang profesional seraya tetap berpedoman pada KEJ.
Saya ingin bilang : “Seruan” itu lebih sebagai mengulang ingatkan pers agar tetap dalam koridor etika profesi pers, teristimewa pers melaksanakan tugasnya dalam memenuhi hak atas informasi (rights to information) sekaligus memenuhi hak masyarakat untuk tahu (rights to know).

Berita kiriman dari: Pemred Harian Analisa

Baca Juga

Rekomendasi