Ketua Bidang Media Digital dan Penyiaran MASTEL, Neil R. Tobing (Analisadaily/Reza Perdana)
Analisadaily.com, Medan - Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) bersama BBC Media Action kembali menggelar Focus Group Discussion (FGD), di Hotel Grand Mercure, Kota Medan, Kamis (18/9/2025). FGD bertajuk 'Menggagas Peta Jalan Penanganan Mis-Disinformasi di Indonesia'.
Ketua Bidang Media Digital dan Penyiaran MASTEL, Neil R. Tobing menjelaskan, FGD ini pertama kali digelar di Jakarta, dan kali ini dilaksanakan di Medan, Sumatera Utara (Sumut), dengan tujuan memperkaya masukan dari pemangku kepentingan di luar Jawa.
"Kenapa kita ke Medan? Karena Medan merupakan salah satu barometer nasional untuk melihat bagaimana arus informasi. Baik berita maupun entertainmen yang terjadi di Medan. Kita juga mau melihat bagaimana tingkat misinformasi dan disinformasi di Medan," kata Neil kepada wartawan disela-sela kegiatan FGD.
Dijelaskan Neil, FGD ini merupakan bagian dari program Public Interest Media and Healthy Information Environments (PIMHIE) yang dirancang untuk menyusun peta jalan nasional menghadapi tantangan misinformasi, disinformasi, dan manipulasi informasi asing atau Foreign Information Manipulation and Interference/FIMI.
FGD ini lebih dari sekadar forum diskusi, namun kegiatan ini diharapkan menjadi tonggak awal lahirnya kebijakan publik yang lebih preventif, inklusif, dan berorientasi pada ketahanan informasi Indonesia.
"Progam PIMHEI ini salah satunya bagaimana menggagas road map atau peta jalan penanganan misinformasi dan disinformasi di Indonesia," Neil menuturkan.
Diungkapkan Neil, Kota Medan menjadi barometer pengguna media sosial di tanah air. Sehingga MASTEL bertujuan untuk mendapatkan inspirasi dan menangkap aspirasi dari warga Medan.
"Ini menjadi acuan juga bagi kami nanti dalam penyusunan peta jalan. Kira-kira, program-program apa yang layak. Bukan hanya di Jawa, tapi juga mendapatkan inspirasi dan menangkap aspirasi dari warga Medan. Kalau di Medan ini mungkin memiliki kekhususan tersendiri bagaimana penanganan misinformasi dan disinformasi," ungkapnya.
Neil juga mengatakan, mencegah misinformasi dan disinformasi tidak cukup sebatas regulasi, tapi literasi harus ditingkatkan kepada masyarakat. Hal ini untuk mewujudkan pengguna media sosial, yang sehat tanpa termakan hoaks.
Nantinya, output forum ini akan dipadukan dengan rekomendasi dari FGD Jakarta untuk memperkuat penyusunan policy poper Peta Jalan Penanganan Mis-/Disinformasi di Indonesia, yang akan disampaikan kepada regulator, industri, dan masyarakat sipil sebagai acuan bersama.
"Diskusi ini menekankan Indonesia perlu bertransformasi dari sekadar penerima kebijakan global menjadi aktor yang turut membentuk arah kebijakan tersebut. Roadmap ini diharapkan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan ketahanan informasi yang lebih kuat, baik di tingkat nasional maupun regional, sekaligus memperkuat posisi dalam kerja sama ASEAN menghadapi disinformasi transnasional," Neil menjelaskan.
Indonesia saat ini memiliki lebih dari 212 juta pengguna internet atau sekitar 77% populasi. Namun, rendahnya literasi digital menjadikan ruang digital nasional sangat rentan terhadap penyebaran hoaks, polarisasi politik, serta intervensi informasi asing.
Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat 11.357 disinformasi beredar sepanjang 2023, dengan dominasi isu politik, kesehatan, dan SARA.
Temuan FGD Jakarta sebelumnya menggarisbawahi 5 masalah utama: kesenjangan literasi digital, kelemahan regulasi yang cenderung represif, fragmentasi kelembagaan, kerapuhan media arus utama, serta dominasi platform asing. Diskusi juga menghasilkan rumusan lima pilar roadmap: penguatan ekosistem informasi tangguh, tata kelola platform & regulasi, infrastruktur & standar teknis, kerja sama lintas negara, serta penelitian dan inovasi.
Lanjut Neil R. Tobing, dalam sambutannya menekankan urgensi pendekatan yang lebih proaktif. Selama ini regulasi masih bersifat ex-post, baru bergerak setelah kerusakan terjadi. Padahal yang kita butuhkan adalah mekanisme ex-ante, pencegahan sejak dini.
"Disinformasi tidak cukup dihadapi dengan solusi teknologi semata. Kita perlu literasi kritis, tata kelola yang kuat, serta kolaborasi lintas sektor agar masyarakat memiliki daya tahan terhadap manipulasi informasi," Neil menjelaskan.
Head of Project BBC Media Action, Helena Rea, yang hadir secara daring menegaskan dimensi lintas batas persoalan ini.
"Isu disinformasi bersifat lintas batas. Karena itu, pendekatan yang kita susun di Indonesia harus melibatkan masyarakat luas sekaligus berkontribusi pada upaya regional dan global dalam membangun ekosistem informasi yang sehat," katanya.
FGD di Medan menghadirkan perwakilan pemerintah daerah, organisasi cek fakta, akademisi, komunitas literasi, jurnalis, hingga organisasi profesi. Mereka menyampaikan masukan strategis agar roadmap nasional tidak hanya menekankan penindakan, tetapi juga membangun sistem pencegahan, edukasi publik, serta dukungan bagi media berkualitas.
(RZD/RZD)