
Analisadaly.com, Medan.- Di tengah tantangan besar kemiskinan yang masih melanda, Provinsi Sumatera Utara kini menapaki jalan baru menuju perubahan. Program Sekolah Rakyat, yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto melalui Asta Cita, hadir sebagai angin segar bagi keluarga miskin ekstrem — bukan sekadar bantuan, tetapi sebuah jalan keluar permanen dari kemiskinan.
Sumatera Utara tercatat sebagai provinsi dengan tingkat kemiskinan ekstrem tertinggi keempat di Indonesia. Data ini bukan hanya statistik, tetapi wajah-wajah nyata anak-anak yang terpaksa mengubur cita-cita karena keterbatasan. Kini, lewat Sekolah Rakyat, mimpi-mimpi itu kembali dinyalakan.
Sekolah Rakyat bukan sekolah biasa. Hanya anak-anak dari keluarga Desil 1 — kelompok termiskin di masyarakat — yang berhak masuk. Mereka akan mendapat pendidikan lengkap mulai dari SD, SMP, hingga SMA, dengan seluruh biaya ditanggung negara: seragam, sepatu, makanan bergizi, asrama, hingga pelatihan bakat dan minat.
“Satu anak dibiayai hingga Rp48 juta per tahun. Ini bukan sekadar menyekolahkan, tapi membentuk masa depan. Anak-anak ini kita siapkan jadi dokter, Akabri, insinyur, PNS — sesuai potensi mereka,” ungkap Ketua Komisi E DPRD Sumut, HM Subandi, di ruang kerjanya. Dia didampingi anggota Komisi E dr Dewi Fitriana MKes.
Subandi mengaku optimis keberhasilan SR di Sumut akan berjalan maksimal usai bertemu dengan Menteri Sosial Saifullah Yusuf belum lama ini.
Dia menjelaskan, setiap sekolah rakyat dirancang berbasis asrama, di mana anak-anak hidup dalam lingkungan yang mendidik karakter dan disiplin. Mereka juga memiliki orang tua asuh yang mendampingi 10 anak, memastikan perhatian dan kasih sayang tetap hadir meski jauh dari rumah.
Fasilitasnya tak main-main — bahkan harus memiliki lapangan sepak bola, ruang pelatihan fisik, dan laboratorium sesuai jenjang. Semua dirancang agar anak-anak bisa siap bersaing di perguruan tinggi kedinasan atau profesi profesional selepas SMA.
Dia menambahkan, tak hanya anak, orang tua mereka pun mendapat perhatian. Keluarga miskin ekstrem akan dibangunkan rumah layak huni. "Jangan sampai anak sudah dibekali masa depan, tapi pulang ke rumah tak layak huni," kata Subandi.
Di beberapa titik di Pulau Jawa, program ini sudah mulai berjalan. Kini giliran Sumatera Utara yang menjadi prioritas. Salah satu lokasi strategis yang tengah disiapkan adalah Kabupaten Langkat, yang akan dibangun Sekolah Rakyat di atas lahan 6 hektare, lengkap dengan fasilitas. Anggaran disiapkan senilai Rp200 miliar.
Program sebesar ini membutuhkan kejujuran dan integritas. Komisi E DPRD Sumut dan Kementerian Sosial menegaskan akan menindak tegas siapa pun yang memanipulasi data penerima, baik itu koordinator PKH, aparatur desa, atau pihak lain yang terlibat.
“Ini bukan bantuan biasa. Ini investasi negara untuk anak-anak yang akan menghapus kemiskinan di masa depan. Jangan dicemari oleh kepentingan pribadi,” tegas Subandi.
Dari tinjauan lapangan di Medan dan Deli Serdang, tampak anak-anak Sekolah Rakyat telah memiliki mimpi besar. Ada yang ingin jadi dokter, polisi, tentara, hingga guru. Mereka bukan lagi korban keadaan, tapi calon pemimpin masa depan.
Dan itulah esensi dari Sekolah Rakyat — bukan sekadar mencetak lulusan, tetapi melahirkan agen perubahan dari desa-desa termiskin di Sumatera Utara.
Dulu, kemiskinan dianggap sebagai takdir. Kini, melalui program Sekolah Rakyat, kemiskinan dipandang sebagai musuh yang bisa dikalahkan — dengan pendidikan, keberanian, dan komitmen negara yang berpihak kepada mereka yang paling membutuhkan.
Sumatera Utara mungkin berada di urutan keempat provinsi termiskin, tapi lewat Sekolah Rakyat, Sumut punya peluang jadi provinsi terdepan dalam memutus mata rantai kemiskinan di Indonesia.
“Jika satu anak miskin berhasil, maka satu keluarga terselamatkan. Jika ribuan anak berhasil, maka satu generasi akan berubah" ungkap politisi Gerindra ini.
(NAI/NAI)