Korupsi Proyek Jalan PJN I Medan - PUPR Sumut

JPU KPK Diminta Hadirkan Topan Ginting Pekan Depan

JPU KPK Diminta Hadirkan Topan Ginting Pekan Depan
Sidang lanjutan kasus korupsi proyek jalan (Analisadaily/Dina Nurbetty)

Analisadaily.com, Medan - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diperintahkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, agar menghadirkan Topan Obaja Putra Ginting (Topan) mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ( Kadis PUPR) Sumatera Utara (Sumut), untuk menjadi saksi pada sidang pekan depan.

Topan diminta hadir untuk menjadi saksi dugaan korupsi terkait proyek Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Medan Tahun Anggaran 2025 berupa peningkatan Jalan Provinsi pada ruas Hutaimbaru-Sipiongot di Kabupaten Padanglawas Utara (Paluta), dengan terdakwa Akhirun Piliang alias Kirun selaku Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Group (DNTG), dan anaknya Muhammad Rayhan Julasmi Piliang alias Rayhan, selaku Direktur PT Rona Na Mora (RNM).
Selain Topan, majelis hakim diketahui Khamozaro Waruwu juga meminta JPU Eko Wahyu dkk, untuk menghadirkan saksi HM Efendi Pohan, mantan Plt Sekda Provinsi Sumut, saksi AKBP Yasir Ahmadi mantan Kapolres Tapsel, dan saksi Rasuli Efendi Siregar selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

"Kepada saudaran penuntut umum pekan depan hadirkan Topan dalam sidang berikutnya, minggu depan. Dan sidang berikutnya kita gelar dua kali dalam seminggu yakni Rabu dan Kamis," ucap hakim ketua, pada sidang Rabu (24/9) di Ruang Cakra 8 PN Medan.

Sebagaimana dalam persidangan yang dimulai pagi hingga sore, Rabu (24/9), nama Topan berulangkali disebutkan para saksi yang dihadirkan JPU, yakni Andi Junaedi Lubis selaku sekuriti sekaligus sopir dari Rasuli Efendi Siregar, kemudian Muhammad Haldun selaku Sekretaris Dinas PUPR Sumut, dan Edison Pardamean Togatorop selaku Kepala Seksi (Kasi) Perencanaan Bina Marga Dinas PUPR Sumut.

Para saksi dicecar dengan berbagai pertanyaan yang sebelumnya sudah ada dalam berita acara pemeriksaan (BAP) terkait alur timbulnya proyek itu.

Dari keterangan saksi Andi Junaedi Lubis, diketahui pengadaan proyek ini diawali dengan agenda Gubernur Sumut Bobby Nasution melakukan 'off road' di lokasi yang akan dijadikan proyek.
Saat kedatangan gubernur, ada warga yang meminta agar jalan di Hutaimbaru- Sipiongot di Kabupaten Paluta diperbaiki.

Andi mengaku ia disuruh atasannya Rasuli Efendi Siregar ikut dalam rombongan 'off road', karena ia yang mengetahui rute jalan. Dalam 'off road' itu terdakwa Khirun dan Rayhan ikut serta dalam rombongan.

Sebelum 'off road', saksi juga pernah mendampingi Khirun dan Rayhan untuk survei lokasi proyek. Ia juga diperintahkan Rasuli untuk memoto dan memberikan foto-foto jalan untuk proyek itu kepada Khirun dan Rayhan.

Saksi juga mengaku mendapatkan uang 'capek' dari terdakwa Rayhan, pertama sebesar Rp1 juta (saat survei) dan sebesar Rp2 juta yang dikirimkan ke rekening miliknya dari Rayhan (usai 'off road').

Enam kali pergeseran

Pasca kunjungan atau 'off road' Bobby Nasution pada April lalu didampingi Topan, AKBP Yasir Ahmad, serta kedua terdakwa, saksi Muhammad Haldun membenarkan gubernur ada melakukan enam kali pergeseran anggaran, bahkan di antaranya ada yang berubah hanya dalam waktu dua hari saja.

Saksi juga tidak mengelak ketika JPU KPK menunjukkan bukti, bahwa proyek tersebut, tayang di LPSE (lembaga pengadaan secara elektronik) pada 26 Juni 2025 pukul 17.32 WIB, sementara jam kerja dinas telah berakhir. Kemudian, hanya berselang enam jam, tepatnya pukul 23.24 WIB, sudah diumumkan pemenang tender, sementara perencanaan belum ada dibikin.

Dari fakta persidangan terungkap pula bahwasanya, pergeseran anggaran memang boleh dilakukan, hanya saja dilakukan saat situasi mendesak seperti bencana alam. Namun pada proyek ini diketahui tidak ada hal yang mendesak.

Hal lebih mengejutkan lagi, dari saksi Edison Pardamean Togatorop selaku Kasi Perencanaan Bina Marga pada Dinas PUPR Sumut, proyek yang sudah ada pemenangnya itu, ternyata baru ada perencanaannya pada 28 Juli 2025 atau dua hari setelah Topan terjaring OTT KPK.

Kemudian, sekitar satu bulan setelah ada pemenang tender, perencanaan tanpa ditandatangani konsultan dari CV Balakosa Konsultan. Selain itu, dari Konsultan CV Wira Jaya Kunsultan juga tidak ada dituliskan tanggal dan bulan perencanaan itu dibuat. Atas kejanggalan-kejanggalan itu, majelis hakim meminta agar JPU KPK segera menghadirkan nama-nama yang muncul dalam persidangan tersebut.

Sebelumnya dakwaan JPU menjelaskan, terdakwa Akhirun Piliang alias Kirun dan Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang alias Rayhan diduga memberikan suap senilai Rp4,054 miliar kepada sejumlah pejabat, agar memenangkan paket pekerjaan peningkatan jalan di Sumut.

Akhirun dan Rayhan disebut menjanjikan 'commitment fee' bervariasi hingga lima persen dari nilai kontrak kepada beberapa pejabat. Di antaranya Topan sebesar Rp50 juta dan 'commitment fee' empat persen, sedangkan Rasuli Efendi Siregar selaku Pejabat Pembuat Komitmen UPT Gunungtua Dinas PUPR Sumut sebesar Rp50 juta atau satu persen.

Jaksa menyatakan uang tersebut diberikan agar Topan Obaja Putra Ginting melalui Rasuli Efendi Siregar agar mengatur dan memproses e-katalog untuk paket Peningkatan Struktur Jalan Provinsi Ruas Sipiongot–Batas Labuhanbatu dengan pagu Rp96 miliar dan Peningkatan Struktur Jalan Hutaimbaru–Sipiongot dengan pagu Rp69,8 miliar agar dimenangkan PT DNTG.

Keduanya didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana.

Selain meminta Topan dan saksi penting lainnya hadir dalam persidangan berikutnya, majelis hakim juga meminta jaksa untuk membawa dokumen-dokumen penting lainnya seperti peraturan gubernur soal terjadinya pergeseran anggaran sebanyak enam kali. (DN)

(WITA)

Baca Juga

Rekomendasi