
Analisadaily.com, Medan - Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumatera Utara, Pdt. Berkat Kurniawan Laoli, yang juga menjabat sebagai Bendahara Fraksi Partai NasDem, mengusulkan langkah progresif berupa penghapusan pajak kendaraan bermotor yang menunggak hingga tahun 2024. Usulan ini dinilai sebagai solusi konkret untuk meringankan beban masyarakat sekaligus meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut Pdt. Berkat Laoli, saat ini terdapat ratusan ribu kendaraan roda dua dan roda empat yang menunggak pajak di Sumatera Utara. Nilai tunggakan tersebut, jika dikonversi ke dalam rupiah, jumlahnya sangat besar dan berpotensi menjadi sumber pemasukan signifikan bagi daerah apabila ditangani dengan pendekatan yang tepat.
"Jika tunggakan dari tahun-tahun sebelumnya dihapuskan saja, masyarakat tidak lagi terbebani, dan pasti akan berbondong-bondong membayar pajak mulai tahun 2025. Ini akan menjadi solusi dua arah: meringankan beban rakyat sekaligus meningkatkan PAD," ujar pdt Berkat Laoli saat ditemui ruang kerjaya, Kamis (2/10/2025).
Laoli juga menambahkan bahwa program relaksasi pajak berupa pemutihan total harus dibarengi dengan komitmen dari masyarakat. Salah satunya melalui penandatanganan surat pernyataan bahwa mereka bersedia membayar pajak secara tertib mulai tahun 2025 dan seterusnya.
"Orang yang ingin mengurus STNK atau BPKB bisa diberi syarat membuat pernyataan tertulis. Artinya, dia setuju untuk aktif membayar pajak mulai dari 2025 dan 2026 ke depan. Ini kebijakan yang bisa diterapkan dengan pendekatan administrasi yang sederhana namun berdampak besar," jelasnya.
Ia menegaskan, jika wacana ini dijalankan, bukan tidak mungkin akan terjadi lonjakan signifikan penerimaan daerah karena banyak kendaraan yang sebelumnya "mati pajak" akan kembali aktif.
"Saya yakin, jika ini diterapkan, akan ada peningkatan PAD yang drastis. Bahkan kendaraan yang sudah lima tahun mati pun pasti akan diurus kembali karena bebannya sudah dihapuskan," ungkapnya.
Laoli mendorong Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) maupun Dinas Pendapatan (Dispenda) Sumut untuk segera melakukan kajian serius dan hitung-hitungan potensi penerimaan jika kebijakan ini diterapkan. Ia juga meminta agar hasil kajian tersebut disusun dalam bentuk dokumen tertulis untuk disampaikan kepada Gubernur Sumut sebagai bahan pertimbangan kebijakan.
"Ini bukan soal siapa yang memimpin, tapi soal keberanian mengambil keputusan yang berpihak pada rakyat. Beberapa provinsi seperti Jawa Barat sudah melaksanakan kebijakan serupa. Artinya, ada payung hukumnya, tinggal kita mau atau tidak," pungkasnya.
Usulan ini diharapkan dapat menjadi salah satu strategi dalam memperkuat penerimaan daerah tanpa membebani masyarakat, sekaligus mendorong kesadaran pajak yang lebih tinggi di tengah situasi ekonomi yang masih menantang.
(NAI/NAI)