
Cabjari Deliserdang Kasasi Vonis Ringan Kasus Penipuan Masuk Akpol, Bobi Muliadi Apresiasi (Analisadaily/istimewa)
Analisadaily.com, Deliserdang - Dinamika hukum terkait kasus penipuan berkedok penerimaan calon siswa (Casis) Akademi Polri (Akpol), dengan terdakwa Nina Wati alias Nina Chen yang bergulir di pengadilan negeri terus menjadi sorotan publik.
Menanggapi hal ini, Advokat & Kurator Jakarta, Bobi Muliadi Sagala SH MH CLA, sekaligus managing partner Law Office Bobi Muliadi Sagala & Partners, menilai Cabjari Labuhandeli telah bertindak benar, dan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku di Indonesia.
Menurutnya, kritikan terhadap putusan hakim ini harus dipahami dalam konteks independensi peradilan. Tanggapan ini juga sekaligus membantah anggapan yang sempat menyebut Cabjari 'lemah' sebelum kasasi diajukan.
Bobi Muliadi mengapresiasi upaya Cabjari Deliserdang di Labuhandeli dalam mengajukan kasasi adalah wujud dari menjalankan tugas dan fungsi, sebagai penuntut umum yang merasa ada kekeliruan, atau ketidaksesuaian penerapan hukum, terkait putusan pengadilan tingkat pertama atau banding.
"Pengajuan kasasi Kejaksaan itu sudah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Jadi ketika putusan hakim dinilai belum memenuhi rasa keadilan, maka upaya kasasi jaksa penuntut umum merupakan mekanisme yang sah dan disediakan oleh negara," ujarnya.
Apalagi, kata Bobi Sagala, proses hukum memiliki tahapan, dan JPU memiliki pertimbangan yuridis untuk menentukan kapan dan upaya hukum apa yang akan diambil.
Menyikapi kritik dari beberapa tokoh masyarakat dan akademisi mengenai ringannya vonis 10 bulan, Bobi Muliadi Sagala mengingatkan adanya "pemisahan fungsi" yang jelas antara lembaga kejaksaan dan pengadilan.
"Jaksa dan hakim memiliki fungsi yang berbeda. JPU bertugas menuntut, dan hakim bertugas memutus. Hakim memutus berdasarkan fakta persidangan, keyakinan, dan pertimbangan yuridis yang menjadi otoritas mereka," tegasnya.
Bobi Sagala menekankan bahwa putusan hakim tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun. Termasuk opini publik, akademisi, atau bahkan Kejaksaan sendiri. Artinya Kejaksaan hanya dapat mengajukan upaya hukum yang telah diatur, seperti kasasi, sebagai bentuk koreksi yuridis, bukan intervensi.
"Jika kita menghormati prinsip negara hukum, maka kita juga harus menghormati independensi peradilan. Tentunya angka hukuman yang diputus oleh hakim adalah kewenangan mutlak majelis. Jadi jika dianggap tidak adil, mekanisme koreksi sudah ada, yaitu melalui upaya hukum banding atau kasasi," jelas advokat tersebut.
Dengan diajukannya kasasi, Bobi meyakini Cabjari telah menunjukkan komitmennya untuk mencari keadilan dan kepastian hukum. Ia berharap Mahkamah Agung (MA) dapat memberikan putusan yang menjadi jawaban akhir, atas perdebatan publik dan rasa keadilan dalam kasus Nina Wati ini.
Terpisah, Kepala Cabjari Deliserdang di Labuhan Deli Hamonangan Sidauruk SH MH, menyatakan permohonan kasasi sudah didaftarkan pihaknya ke Mahkamah Agung melalui kepaniteraan PN Deliserdang pada Senin 29 September lalu.
“Sebelumnya dalam masa persidangan yang bergulir, kami telah menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun, karena dinilai terbukti melakukan penipuan secara bersama-sama, sebagaimana Pasal 378 junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana,” jelasnya.
Menurut Hamonangan, vonis banding PT Medan yang memangkas hukuman terdakwa dari satu tahun menjadi 10 bulan penjara terlalu ringan dibanding kerugian korban Afnir alias Menir yang mencapai miliaran rupiah. (MAA)(WITA)