Pengamat Ekonomi Wahyu Ario Pratomo, yang juga Dosen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara (USU) (Analisadaily/Reza Perdana)
Analisadaily.com, Medan - Inflasi di Sumatera Utara (Sumut) pada September 2025 mencapai 5,32 persen, tertinggi di Indonesia, terutama disebabkan oleh kenaikan harga komoditas pangan seperti cabai merah, bawang merah, beras, dan daging ayam ras.
Tekanan inflasi ini muncul akibat meningkatnya permintaan seiring pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah menjangkau 930 ribu penerima manfaat melalui 322 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), sementara targetnya masih 1.742 unit.
Kenaikan konsumsi pangan dari program tersebut memperbesar permintaan terhadap beras, ayam, dan cabai. Dari sisi pasokan, Sumut yang juga menjadi penyuplai bagi provinsi sekitar seperti Riau dan Aceh, menambah tekanan terhadap ketersediaan komoditi pangan.
Kondisi infrastruktur yang belum optimal turut memperburuk situasi, di mana jalan mantap baru mencapai 72,76 persen sehingga biaya transportasi dan waktu distribusi meningkat.
Selain itu, tingginya Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP) beras sebesar 24,35 persen dengan rantai pasok 4 tahap menunjukkan efisiensi distribusi yang rendah. Kombinasi faktor-faktor tersebut menyebabkan inflasi Sumut melonjak signifikan.
Meski demikian, Pengamat Ekonomi Wahyu Ario Pratomo, yang juga Dosen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara (USU), langkah cepat Pemerintah Provinsi Sumut bersama TPID patut diapresiasi.
Pemerintah segera melaksanakan 11 langkah penanganan inflasi melalui pasar murah, pembagian bahan pangan gratis, bundling beras SPHP, dan sidak pasar berdasarkan prinsip 4T (tepat lokasi, komoditi, sasaran, dan waktu).
“Kepemimpinan Gubernur Sumut juga menunjukkan empati terhadap kondisi masyarakat dan komitmen menjaga daya beli. Sinergi lintas sektor diperkuat melalui pelibatan BUMD seperti PD AIJ, PT Dhirga Surya, dan PT PPSU untuk mengelola stok pangan, sementara strategi jangka panjang difokuskan pada pembangunan ekosistem pangan berkelanjutan bersama kelompok tani dan pemerintah kabupaten/kota,” kata Wahyu, Rabu (8/10/2025).
Disebutkannya, koordinasi dengan BI, BPS, Bulog, dan Satgas Pangan menunjukkan tata kelola yang transparan dan akuntabel. Ke depan, pengendalian inflasi perlu diarahkan pada langkah-langkah struktural agar lebih berkelanjutan.
“Peningkatan produktivitas komoditas pangan utama perlu menjadi prioritas melalui penyediaan benih unggul, irigasi, dan akses pembiayaan petani,” sebutnya.
Kemudian, infrastruktur transportasi dan logistik harus segera diperbaiki agar rasio jalan mantap meningkat hingga minimal 85 persen untuk menurunkan biaya distribusi.
Reformasi rantai pasok juga penting guna menekan MPP, misalnya dengan memperpendek jalur distribusi melalui digitalisasi perdagangan dan pembentukan Regional Food Hub oleh BUMD.
Selain itu, penguatan sistem pemantauan harga berbasis digital akan membantu deteksi dini gejolak harga, sedangkan kolaborasi dengan perguruan tinggi seperti USU dapat mendukung analisis berbasis riset dan kebijakan berbasis bukti.
“Melalui kombinasi langkah cepat dan reformasi struktural ini, Sumatera Utara berpotensi menjadi model daerah yang tangguh dan adaptif dalam menjaga kestabilan harga serta kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.
(RZD/RZD)