Aripay Tambunan Kritik Satgas Pangan: Harga Cabai Merah di Sumut Tinggi Meski Produksi Cukup

Aripay Tambunan Kritik Satgas Pangan: Harga Cabai Merah di Sumut Tinggi Meski Produksi Cukup
Aripay Tambunan Kritik Satgas Pangan: Harga Cabai Merah di Sumut Tinggi Meski Produksi Cukup (Analisadaily/istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Anggota DPRD Sumatera Utara dari Fraksi Gerindra, Aripay Tambunan, melontarkan kritik tajam terhadap kinerja Satuan Tugas (Satgas) Pangan, khususnya dalam menangani lonjakan harga cabai merah yang terjadi di Sumatera Utara.

Menurutnya, tingginya harga cabai di pasar saat ini mencerminkan lemahnya pengawasan dan distribusi komoditas oleh instansi terkait, meskipun produksi di daerah sebenarnya mencukupi.

Begitupun Aripay Tambunan mengaku tidak mempersoalkan intervensi yang diambil oleh pemprovsu melalui 3 BUMD (Dirga Surya, Aneka Industri dan Jasa, Pembangunan Prasarana Sumut) untuk mengimpor cabai merah dari Pulau Jawa sebanyak 50 ton ke Sumatera Utara.

Aripay menganggap bahwa tingginya inflasi yang disebabkan oleh salah satunya dari cabai merah karena hasil produksi cabai merah yang ada di Sumatera Utara sempat keluar daerah sehingga kebutuhan di dalam provinsi menjadi berkurang dan menyebabkan harga melambung tinggi.

Dalam rapat dengar pendapat yang digelar awal pekan ini, Aripay menyebut bahwa kondisi ini menunjukkan adanya kegagalan dalam tata kelola distribusi pangan di daerah. Ia menilai Satgas Pangan belum menjalankan fungsinya secara optimal untuk menjaga stabilitas harga komoditas strategis, seperti cabai merah.

“Kalau produksi cabai di Sumatera Utara itu cukup, kenapa bisa harga tetap tinggi? Ini bukan semata soal panen atau gagal panen. Ini soal pengawasan distribusi, soal siapa yang pegang kendali di pasar. Di situlah seharusnya Satgas Pangan hadir,” tegas Aripay.

Ia menambahkan bahwa disparitas harga yang terjadi kerap disebabkan oleh lemahnya intervensi pemerintah dalam rantai pasok. Tak jarang, komoditas seperti cabai merah justru “keluar daerah” lebih dulu, untuk kemudian kembali masuk dengan harga tinggi. Skema distribusi yang tidak terkendali inilah yang menurutnya membuat masyarakat terus menjadi korban harga mahal.

Selain itu, Aripay juga menyoroti absennya sistem perlindungan terhadap petani dalam bentuk asuransi pertanian. Ia menyebut, ketika harga jatuh atau terjadi gagal panen, para petani tidak memiliki jaring pengaman yang memadai, sementara di sisi lain pemerintah lamban dalam mengambil langkah konkret.

“Harus ada mekanisme proteksi bagi petani, terutama untuk komoditas pangan strategis. Kalau tidak ada asuransi, siapa yang lindungi mereka ketika gagal panen atau saat harga anjlok? Pemerintah harus hadir, jangan lepas tangan,” imbuhnya.

Dalam konteks kebijakan ketahanan pangan, Aripay juga menilai perlu ada upaya pembenahan secara menyeluruh, tidak hanya pada level produksi, tetapi juga dalam hal distribusi, logistik, dan pengawasan pasar. Menurutnya, ketahanan pangan bukan sekadar soal stok atau panen, tetapi bagaimana negara bisa menjamin harga terjangkau bagi rakyat dan tetap menguntungkan bagi petani.

Ia pun mendorong agar pemerintah provinsi bersama stakeholder terkait segera membentuk tim kerja yang lebih fokus dan aktif dalam menangani masalah ini.

“Kita perlu tim yang bisa langsung bekerja di lapangan, yang tahu situasi riil. Bukan hanya di atas kertas. Jangan sampai ketahanan pangan ini jadi jargon saja, tapi rakyat tetap susah beli cabai, beli bawang,” pungkasnya.

Aripay juga mengingatkan pentingnya data yang akurat dalam menentukan kebijakan, termasuk dalam hal importasi komoditas. Untuk beberapa produk seperti bawang, ia mengakui bahwa kebutuhan dalam daerah Sumut belum mencukupi sehingga impor bisa menjadi pilihan rasional. Namun untuk komoditas seperti cabai, ia menegaskan impor seharusnya tidak terjadi jika distribusi lokal berjalan baik.

Sebagaimana diketahui ada lima kawasan di Sumatera Utara sebagai kawasan sentra komoditas cabai merah yakni Kabupaten Karo, Simalungun, Batubara, Dairi dan Tapanuli. dari 5 sentra komoditas tersebut.

Menurut catatan mulai Januari hingga Oktober tahun 2025 produksi cabai merah 200.997 ton, sementara kebutuhan untuk masyarakat Sumatera Utara 101.333 ton. Berarti ada surplus 99.665 ton. Lalu mengapa harga cabai merah mahal padahal stoknya masih banyak. Kuat dugaan karena sebelumnya sudah disalurkan ke daerah lain.

(NAI/NAI)

Baca Juga

Rekomendasi