Dari Bengkel ke Relawan Bencana, Kala Satgas Digdaya Berdaya di Tengah Bencana

Dari Bengkel ke Relawan Bencana, Kala Satgas Digdaya Berdaya di Tengah Bencana
Pelatihan tanggap bencana dari PT Pertamina EP Rantau Field untuk Satgas Digdaya (Analisadaily/istimewa)

Oleh : Irin Juwita

Analisadaily.com, Aceh Tamiang - Setiap tahun, banjir menjadi tamu tak diundang bagi warga Aceh Tamiang. Setiap kali hujan deras mengguyur, ada rasa cemas bagi kaum disabilitas. Kalau dulu panik, sekarang lebih siaga.

Begitu diungkapkan Nasib (47), Ketua Komunitas Satuan Tugas Difabel Siaga Tanggap Bencana dan Berdaya (Satgas Digdaya) Aceh Tamiang.

Ditemui di bengkel kecil bernama Rumah Kreatif Tamiang, di Jalan Ir. Juanda, Aceh Tamiang, Selasa (14/10/2025), suara mesin dan tawa terdengar bersahutan. Di bangku besi sisi kanan bengkel, Nasib terduduk santai setelah menyelesaikan tugasnya memperbaiki sepeda motor.

Sekilas tidak ada yang berbeda dari orang pada umumnya. Tapi Nasib merupakan difabel penyandang tunadaksa. Ia satu dari sejumlah kaum difabel di kabupaten yang berada menjadi pintu gerbang memasuki wilayah Provinsi Aceh itu.

Kali ini, Nasib tak bercerita tentang bengkel. Namun, pengalaman barunya, menjadi relawan kebencanaan. “Sekarang kami sudah berani turun langsung kalau ada musibah,” ujar Nasib dengan senyum bangga.

Ayah dari enam orang anak ini menunjukkan foto-fotonya saat mendapatkan pelatihan pertolongan pertama dan pelatihan tanggap kebencanaan pemadam kebakaran menggunakan alat pemadam api ringan (APAR), menangani korban pingsan, hingga simulasi banjir.

Lewat foto yang ditunjukkan Nasib, ia bersama puluhan difabel berbaris memegang karung gandum, bersiap menunggu intruksi dari instruktur lewat pengeras suara untuk memadamkan api yang telah berkobar dihadapan mereka.

Foto lain, difabel langsung praktik membantu orang pingsan dengan patung sebagai alat peraga. Ada juga anggota Satgas Digdaya menaiki perahu karet. Sebagai simulasi dalam situasi banjir.

Latihan itu semua ditempatkan di satu tempat yaitu pusat latihan pemadam kebakaran PT Pertamina EP Rantau Field, Aceh Tamiang. "Kalau saya gak salah, seingat saya latihannya di September 2024," ucapnya.

Nasib bersama anggota Satgas Digdaya mendapat pelatihan dari program Corporate Social Responsibility (CSR) unggulan Pertamina EP Rantau Field 2024. Tujuannya untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan kemandirian difabel menghadapi situasi darurat. “Pelatihan ini bukan cuma teori, tapi langsung praktik,” katanya.

Nasib mengaku semangat belajar menangani korban pingsan, memadamkan api dengan APAR, hingga simulasi eksekusi korban banjir selama pelatihan. Namun, di balik semangat itu, ada kendala tersendiri.

“Kadang pelatih masih ragu melepas kami di air, takutnya tenggelam. Tapi kami ingin membuktikan, kami juga mampu seperti orang normal,” ungkapnya.

Komunitas Satgas Digdaya saat simulasi memadamkan api (Analisadaily/istimewa)
Praktik di Banjir Rob

Tak lama setelah pelatihan, banjir rob melanda Kecamatan Seruway. Kemampuan hasil pelatihan diuji. Nasib dan rekan anggota Satgas Digdaya membantu warga di pengungsian. Bersama dengan Pertamina, mereka turun tangan, turut membantu menyalurkan bantuan sembako dan membantu mendirikan dapur umum.

Kala hujan deras dua hari berturut-turut tiba, Nasib tak lagi gelisah. Sebab ia sudah siaga untuk menyelamatkan diri dan keluarga serta membantu orang lain.

“Pelatihan itu sangat berguna. Sekarang kalau hujan deras dua hari, kami sudah siaga. Sudah tahu tahapan datangnya air, bagaimana menyelamatkan diri, dan bagaimana membantu orang lain,” ujarnya.

Nasib ingat betul pengalaman membantu korban pingsan di lokasi kejadian. Dia bilang, kalau korban tidak sadar tapi masih bernapas, harus diposisikan miring. Kasih bantal dari tangan, lalu pompa dada 30 kali dan beri napas buatan dua kali. “Itu pengalaman baru bagi kami, dan sekarang kami lebih percaya diri,” cerita Nasib.

Bagi Nasib dan difabel lain, pelatihan itu bukan sekadar menambah ilmu, tapi juga mengubah cara pandang masyarakat terhadap difabel. Dulu dianggap tidak bisa apa-apa. “Sekarang, kami bisa bantu orang, bahkan dalam keadaan darurat. Itu bikin kami bangga dan tambah semangat,” katanya.

Satgas Digdaya memiliki sekitar 25 anggota, dengan 20 orang aktif yang tersebar di seluruh Aceh Tamiang. Mereka siap diterjunkan setiap kali terjadi bencana, minimal untuk membantu di dapur umum atau pos pengungsian.

Rencana Pertamina pun berencana menyiapkan tenda dan peralatan khusus untuk mendukung aktivitas mereka. “Kalau ada kebencanaan, kami siap turun. Minimal membantu masak untuk warga, karena rencananya di sini (Rumah Kreatif Tamiang) juga disiapkan sebagai lokasi pengungsian,” ujarnya.

Nasib saat ditemui di bengkel Rumah Kreatif Tamiang (Analisadaily/irin juwita)
Difabel Tanggap dan Berdaya

Ada peran Pertamina EP Rantau Field dalam mendukung komunitas difabel di Aceh Tamiang. Tak hanya memberdayakan, Nasib menyebut sudah membantu dalam peningkatan kepercayaa diri mereka.

“Paling terpenting itu kepercayaan diri. Dengan adanya program seperti ini, kami merasa diakui, punya peran, dan bisa bermanfaat untuk masyarakat,” ujarnya.

Nasib juga berkesempatan hadir dalam kegiatan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Mojokerto, Jawa Timur, pada awal Oktober 2025. Di forum itu, ia melihat langsung bagaimana difabel dari berbagai daerah berkontribusi dalam upaya kemanusiaan.

Difabel sekarang sudah mulai ikut terlibat dalam pengurangan risiko bencana. Bukan hanya saat bencana, tapi juga sebelum bencana dalam tahap pencegahan dan edukasi.

Meski tinggal di daerah rawan banjir, di Kecamatan Tenggulun, Nasib kini tak takut lagi. “Kalau dulu panik, sekarang lebih siap. Kami tahu harus bagaimana menyelamatkan diri dan orang lain. Bagi kami, keselamatan diri dulu, baru bisa bantu orang lain,” ujarnya dengan senyum bangga.

Manfaat pelatihan kebencanaan itu juga dirasakan Muhammad Yasir (32), anggota Satgas Digdaya, yang merupakan penyandang tunarungu. Melalui penerjemah bahasa isyarat, ia menjadi tahu memberikan pertolongan pertama dan tanggap saat bencana tiba.

“Bermanfaat dan jadi mengetahui kalau ada bencana. Karena saya pernah jadi korban banjir, dengan pelatihan ini saya siaga dan membantu di saat bencana,” akunya.

Tanggap Darurat hingga Mitigasi Risiko

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tamiang, melatih komunitas Satgas Digdaya belajar memahami cara menghadapi situasi darurat mulai dari evakuasi, pertolongan pertama, hingga mitigasi risiko.

Operator Komunikasi BPBD Aceh Tamiang, Sulaiman, menegaskan pentingnya pelatihan kebencanaan bagi difabel, karena sebagian besar difabel tinggal di daerah rawan banjir, seperti di Kecamatan Tenggulun. “Mereka wajib dibekali kemampuan kebencanaan karena tinggal di wilayah berisiko tinggi,” katanya.

Sulaiman merunut amanat Undang-Undang serta Peraturan Kepala BNPB Nomor 14 Tahun 2014 tentang Perlindungan, Penanganan, dan Partisipasi Kaum Difabel dalam Penanggulangan Bencana.

Pelatihan tersebut mencakup peningkatan kapasitas, penyebaran informasi, dan edukasi kebencanaan. Peserta diberi pemahaman mengenai jenis-jenis bencana serta tindakan yang harus dilakukan saat bencana terjadi.

BPBD memberikan praktik langsung ke Satgas Digdaya, seperti penanganan kebakaran skala kecil menggunakan APAR dan alat tradisional seperti karung basah. “Mereka sudah praktik, dan hasilnya cukup baik. Kami terus dorong agar mereka rutin berlatih,” tambahnya.

Banjir menjadi bencana dengan tingkat ancaman tertinggi di Aceh Tamiang. Maka dari itu, kata Sulaiman, pelatihan evakuasi mandiri kepada difabel sangat penting. “Kalau memungkinkan, mereka bisa berperan sebagai penyelamat bagi sesama penyandang disabilitas, karena biasanya mereka lebih mudah berkomunikasi dengan kelompoknya,” ujarnya.

Simulasi pertolongan pertama pada orang pingsan (Analisa/istimewa)
Program pelatihan ini sudah berjalan sejak 2024 diikuti dari berbagasi penyandang disabilitas, seperti tuna rungu, tuna netra, tuna wicara, dan disabilitas fisik. BPBD mengapresiasi dukungan Pertamina melalui program CSR-nya yang turut memfasilitasi kegiatan tersebut. “Kehadiran mereka menjadi pemicu bagi BPBD untuk membentuk unit pelayanan disabilitas di masa depan,” katanya.

Ke depan Rumah Kreatif Tamiang bakal difungsikan sebagai pos siaga bencana sekaligus tempat penampungan (shelter) saat terjadi banjir. BPBD akan terus melatih para difabel dalam manajemen pengungsian inklusif, agar mereka tidak hanya menjadi korban, tetapi juga bisa menjadi pelaksana di lapangan.

Difabel yang telah dilatih mulai menunjukkan peran nyata saat banjir kecil terjadi pada akhir 2024. Sulaiman merespon, bagaimana difabel aktif memberikan informasi, mengingatkan warga, dan melaporkan kondisi banjir melalui grup WhatsApp. “Kesadaran dan partisipasi mereka sudah mulai tumbuh,” jelasnya.

Difabel Hidup Sejahtera dan Berdaya

Komitmen PT Pertamina EP Rantau Field dalam pemberdayaan penyandang disabilitas di Aceh Tamiang terus berkembang. Melalui program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL), perusahaan tersebut membentuk Satgas Digdaya yang berfokus pada peningkatan kapasitas penyandang disabilitas dalam menghadapi bencana, khususnya banjir yang rutin terjadi setiap tahun di wilayah tersebut.

Officer Community Involvement and Development PHR, Regional I, Baskoro Adhi Pratomo, mengakui program pemberdayaan difabel sudah berjalan sejak 2020, mencakup bidang ekonomi dan pendidikan.

Namun, Pertamina melihat ada kerentanan tinggi bagi difabel terhadap bencana. Apalagi di Aceh Tamiang yang rawan akan bencana. Melihat hal itu, mereka mengarahkan dukungan ke bidang kebencanaan.

“Kami melihat Aceh Tamiang ini hampir setiap tahun mengalami banjir. Sementara jumlah penyandang disabilitas di sini cukup banyak, dan mereka masih kesulitan menyelamatkan diri ketika terjadi bencana. Dari situ kami merasa perlu membekali mereka dengan pengetahuan kebencanaan,” ujar Baskoro.

Pada 2024, Satgas Digdaya resmi dibentuk. Mereka dilatih berbagai kemampuan dasar, mulai dari mitigasi bencana, penyelamatan diri saat banjir, hingga penanganan pasca bencana seperti pengelolaan pengungsian dan dapur umum.

Fasilitas yang turut diberikan Pertamina, pembentukan kelembagaan Satgas, termasuk penyusunan SK dan SOP bekerja sama dengan BPBD Aceh Tamiang. Perusahaan juga memberikan bantuan berupa alat keselamatan seperti pelampung (life jacket) dan tahun ini berencana menambah tenda dan perlengkapan pengungsian.

“Tahun lalu fokus kami pada pembentukan kelembagaan. Tahun ini kami lebih fokus pada penguatan pasca bencana, termasuk penyediaan tempat pengungsian yang aman bagi difabel,” kata Baskoro.

Menurutnya, keberadaan Satgas Digdaya juga mendapat perhatian dari luar negeri yang menilai program tersebut unik dan berdampak besar, bahkan menjadi yang pertama di Aceh.

Berkat program ini PEP Rantau Field, bagian dari Pertamina Hulu Rokan (PHR), Regional Sumatra Subholding Upstream Pertamina meraih penghargaan bergengsi untuk kategori Social Empowerment dari Enterprise Asia dalam ajang Asia Responsible Enterprise Awards (AREA) 2025 di Bangkok, Thailand pada Juli 2025 lalu.

Penghargaan ini diraih berkat keberhasilan Program Pemberdayaan Masyarakat Sinar Pelita yang dinilai memberikan dampak positif bagi penyandang disabilitas, sekaligus mendorong terbentuknya paradigma baru dalam penanggulangan bencana yang lebih inklusif.

Harapan terbesar Pertamina adalah agar penyandang disabilitas bisa hidup lebih mandiri dan tidak merasa terpinggirkan. “Harapan kami sederhana saja, teman-teman difabel bisa hidup sejahtera dan berdaya. Kami ingin mereka diterima apa adanya, bisa berpenghasilan dari hasil pemberdayaan ekonomi, dan punya kesiapsiagaan yang baik saat bencana,” tutupnya.

Bagi Nasib dan anggota Satgas Digdaya lainnya, menjadi difabel bukan berarti tidak berdaya. Dari keterbatasan itu, lahir kekuatan. Bukan hanya sejahtera tapi siaga di tengah bencana untuk kemanusiaan. “Kami sekarang tidak dipandang sebelah mata, kami bisa berdaya dan siap siaga,” pungkasnya.

Penulis:  Irin Juwita
Editor:  Adelina Savitri Lubis

Baca Juga

Rekomendasi