Jejak Penghilangan Aset Terbesar: 250.000 Hektar Tanah Eks HGU PTPN II Sumut Lenyap!

Jejak Penghilangan Aset Terbesar: 250.000 Hektar Tanah Eks HGU PTPN II Sumut Lenyap!
Jejak Penghilangan Aset Terbesar: 250.000 Hektar Tanah Eks HGU PTPN II Sumut Lenyap! (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Indonesia Audit Watch (IAW) mengungkap tragedi agraria terbesar dalam sejarah Indonesia: hilangnya sekitar 97,6% dari total 250.000 hektar lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) di Sumatera Utara. Luas aset negara yang lenyap ini setara dengan 3,5 kali luas DKI Jakarta.

Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, menyebut bahwa kini lahan yang tercatat resmi hanya tersisa 5.873 hektar. Menurutnya, ini bukanlah kelalaian biasa, melainkan pola sistematis penghilangan aset negara yang harus diusut tuntas sebagai perkara pidana korupsi.

Iskandar menjelaskan, kisah ini berawal dari warisan konsesi kolonial Belanda (Deli Maatschappij dan Senembah Maatschappij) seluas 250.000 hektar yang dinasionalisasi berdasarkan UU No. 86 Tahun 1958. Seharusnya, sekitar 191.000 hektar dikembalikan kepada negara untuk redistribusi (landreform).

Namun, sejarah berbelok. PTPN yang sudah dinasionalisasi justru melakukan 'operasi pembersihan' dan pengusiran paksa terhadap ribuan petani penggarap. Temuan Tim Penelitian Pilar Batas tahun 1973 bahkan menunjukkan pilar HGU dipindahkan sepihak, menindas perkampungan lama, dan menghapus sekitar 7.000 hektar pertanian rakyat.

Menurut IAW, pada periode 1981–1997 terjadi penghilangan aset yang sistematis. PTPN II justru mengajukan permohonan HGU baru seluas 59.796 hektar, jauh melebihi batas sah 48.685 hektar. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut bahkan menemukan kelebihan penguasaan seluas 61.382 hektar, yang diduga berasal dari tanah-tanah objek landreform milik rakyat.

Keputusan Pansus DPR RI tahun 2004 telah mengungkap bahwa PTPN II menguasai kelebihan lahan hingga 19.093,96 hektar dari alokasi sah dan terjadi manipulasi administratif. Rekomendasi Pansus saat itu tegas meminta BPN meneliti ulang HGU, mencabut yang tumpang tindih, dan meminta kepolisian menindaklanjutinya. Sayangnya, rekomendasi krusial ini diabaikan selama lebih dari dua dekade.

"Selama puluhan tahun, Mahkamah Agung konsisten membela rakyat melalui putusan-putusan penting yang menegaskan tanah eks HGU kembali ke negara, tapi pemerintah seolah berpura-pura tuli," kritik Iskandar Sitorus, Sabtu (1/11).

IAW juga menyoroti modus terbaru yang terjadi, termasuk persetujuan prinsip dari mantan Bupati Deliserdang Ashari Tambunan (yang kini disidik Kejati Sumut) untuk pengembangan 'Kota Deli Megapolitan' di atas lahan eks-HGU yang bermasalah.

Lebih lanjut, Iskandar menyoroti kasus petani penggarap, Sugiono, yang justru dipanggil Polda Sumut karena dituduh menguasai lahan. "Padahal, dugaan transfer ganti rugi dari Pemkab ke PTPN II dilakukan tanpa mekanisme Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang benar," terangnya.

IAW mendesak Polda Sumut dan Kejati Sumut untuk berkoordinasi intensif, fokus mengusut aktor utama (oknum PTPN II dan Pemkab), dan mengaudit total proses ganti rugi yang berpotensi merugikan negara hingga triliunan rupiah.

"Ini bukan sekadar sengketa pertanahan, tapi sudah menjadi perkara pidana korupsi yang melibatkan aset BUMN dan penyalahgunaan wewenang. Saatnya kita buktikan bahwa hukum bisa berdiri tegak membela yang benar," tutup Iskandar Sitorus.

(JW/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi