Memperingati 80 Tahun Restorasi Taiwan, Menegakkan Keadilan Sejarah dan Membangun Masa Depan Damai

Memperingati 80 Tahun Restorasi Taiwan, Menegakkan Keadilan Sejarah dan Membangun Masa Depan Damai
Konjen RRT di Medan, Huang He (Analisa/istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Tanggal 25 Oktober 1945 merupakan hari yang sangat penting dalam sejarah Tiongkok modern. Pada hari ini, Upacara penerimaan penyerahan diri Jepang terhadap wilayah perang Provinsi Taiwan, Tiongkok yang diadakan di Taipei.

Taiwan dan serta Kepulauan Penghu kembali ke wilayah Tiongkok. Pemerintah Tiongkok menyatakan bahwa mereka akan ‘melanjutkan kedaulatan atas Taiwan’. Pada hari ini, seluruh pulau dihiasi dengan lentera dan dekorasi warna-warni, setiap keluarga menyebarkan berita bahwa rakyat Taiwan telah terbebas dari setengah abad penjajahan Jepang, dan setelah kejadian pahit, mereka akhirnya dapat melihat cahaya matahari lagi.

Pada 24 Oktober 2025, Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional Tiongkok memutuskan untuk menetapkan tanggal 25 Oktober sebagai Hari Peringatan Restorasi Taiwan. Pada 25 Oktober, Rapat Peringatan 80 Tahun Restorasi Taiwan digelar di Beijing.

Memperingati 80 tahun restorasi Taiwan dan dengan teguh menegakkan prinsip satu Tiongkok, memiliki dasar sejarah dan landasan hukum yang kuat.

Sejak Dinasti Song dan Yuan, pemerintahan Tiongkok secara berturut-turut mulai menjalankan administratif atas wilayah Penghu dan Taiwan. Pada tahun 1683, pemerintah Qing mendirikan Prefektur Taiwan dan menempatkannya di bawah yurisdiksi Provinsi Fujian. Pada tahun 1885, dalam menghadapi invasi penjajah Barat, pemerintah Qing menetapkan Taiwan sebagai provinsi untuk memperkuat pertahanannya. Pada bulan Juli 1894, Jepang memulai Perang Tiongkok-Jepang Pertama, dan pemerintah Qing terpaksa menandatangani Perjanjian Shimonoseki yang tidak seimbang dengan Jepang pada bulan April 1895, dan menyerahkan Taiwan dengan pulau-pulau sekitarnya serta Kepulauan Penghu.

Pemulihan Taiwan selalu menjadi aspirasi dan usulan rakyat Tiongkok dan Partai Komunis Tiongkok. Pada Juli 1936, ketika bertemu dengan jurnalis Amerika, Edgar Snow, Mao Zedong menyatakan: ‘Tugas mendesak Tiongkok adalah memulihkan semua wilayah yang hilang... Artinya, wilayah Timur Laut harus dipulihkan. Hal yang sama berlaku untuk Taiwan’.

Pada tahun 1943, Blok Sekutu dalam Perang Dunia II mengeluarkan Deklarasi Kairo, yang menetapkan Taiwan dan Kepulauan Penghu dikembalikan ke Tiongkok. Deklarasi Potsdam tahun 1945 menegaskan kembali ketentuan ini. Jepang secara resmi menerima semua ketentuan Deklarasi Potsdam setelah menyerah pada tahun 1945. Komunitas internasional telah mengakui kedaulatan Tiongkok atas Taiwan secara hukum dan fakta.

Pada 1 Oktober 1949, rakyat Tiongkok menggulingkan pemerintah Republik Tiongkok dan mendirikan Republik Rakyat Tiongkok, dan berhak mewarisi semua kedaulatan, termasuk atas Taiwan. Pada 25 Oktober 1971, Majelis Umum PBB ke-26 mengadopsi Resolusi 2758 dengan suara mayoritas memutuskan untuk memulihkan semua hak Republik Rakyat Tiongkok di PBB, mengakui Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok sebagai satu-satunya perwakilan sah Tiongkok di PBB, dan mengeluarkan perwakilan otoritas Taiwan beserta semua lembaganya dari PBB. Resolusi tersebut menegaskan kembali bahwa hanya ada satu Tiongkok di dunia dan bahwa Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok adalah satu-satunya pemerintahan sah yang mewakili seluruh Tiongkok, termasuk wilayah Taiwan.

Restorasi Taiwan bukan hanya kemenangan bagi bangsa Tiongkok, tetapi juga kemenangan bagi perjuangan keadilan dan kemajuan di seluruh dunia. Restorasi Taiwan dan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok membangkitkan kembali kepercayaan diri negara-negara kolonial dan semi-kolonial yang tertindas di seluruh dunia dalam perjuangan mereka untuk kemerdekaan nasional.

Tiongkok menetapkan Hari Peringatan Restorasi Taiwan bukan hanya untuk mengenang sejarah, tetapi juga untuk memandu jalan ke depan. Saling menghormati kedaulatan dan integritas wilayah merupakan prinsip dasar hubungan internasional. Setiap upaya untuk memecah belah Tiongkok atau menolak pengakuan Taiwan sebagai milik Tiongkok merupakan tantangan terhadap fakta sejarah dan tatanan internasional, serta akan menimbulkan ancaman serius bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia-Pasifik dan dunia.

Baik Tiongkok maupun Indonesia telah mengalami pengalaman pahit dijarah dan ditindas oleh kekuatan kolonial Barat. Sebagai negara berkembang utama, Tiongkok dan Indonesia memiliki persamaan sikap dalam menjaga kedaulatan nasional dan integritas wilayah, serta melindungi kepentingan bersama sebagian besar negara berkembang.

Indonesia senantiasa berpegang teguh pada prinsip satu Tiongkok, dan Tiongkok dengan tegas mendukung upaya Indonesia untuk menjaga persatuan nasional dan keutuhan wilayahnya. Rakyat Tiongkok bersedia bekerja sama dengan rakyat Indonesia untuk berkontribusi lebih besar bagi perdamaian dan pembangunan regional, serta keadilan dan kemakmuran global.

Berita kiriman dari: Huang He, Konsul Jenderal RRT di Medan

Baca Juga

Rekomendasi