Analisadaily.com, Medan — Upaya memperkuat komitmen penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan semakin mendapat angin segar. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sumatera Utara bersama Indonesian AIDS Coalition (IAC) menggelar pertemuan strategis bertajuk Support for Attending Budget Cycle Process in District di Ruang Pertemuan PKBI Sumut, Jalan Multatuli No. 34-X Medan, Senin (8/12/2025).
Pertemuan ini menjadi momentum penting bagi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) untuk memperkuat peran dalam penganggaran program HIV melalui mekanisme Swakelola Tipe 3 (ST3).
Eka Prahadian Abdurahman, Technical Officer PKBI Sumut, menegaskan, perluasan partisipasi OMS dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah, termasuk Musrenbang, adalah langkah krusial untuk memastikan keberlanjutan program HIV. “Kami ingin memastikan program HIV tidak hanya berjalan, tapi juga mendapat dukungan struktural dari APBD,” ujar Eka.
Kegiatan ini dihadiri oleh lebih dari 50 peserta dari OPD Kota Medan, fasilitas kesehatan, organisasi peduli HIV, perwakilan kecamatan dan kelurahan, serta media lokal. Suasana diskusi berlangsung dinamis, membahas strategi memasukkan isu HIV dalam anggaran pemerintah serta memperkuat sinergi lintas sektor.
Perwakilan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Medan, L Marsudi Budi Utomo, menyampaikan bahwa pemerintah bersama masyarakat terus bergerak menuju target “Three Zero”—tidak ada infeksi baru, tidak ada kematian akibat AIDS, dan tidak ada stigma terhadap Odhv pada tahun 2030.
Ia menekankan bahwa stigma masih menjadi tantangan besar. “Banyak yang tidak tahu bahwa ibu rumah tangga pun bisa tertular dari pasangan, dan penularan bisa dicegah jika ditangani sejak dini,” jelasnya.
Pemerintah Kota Medan juga telah melatih para bidan untuk melakukan pemeriksaan HIV pada ibu hamil. Dengan penanganan cepat, risiko penularan dari ibu ke bayi dapat ditekan hingga 90 persen.
Menghapus Stigma, Melindungi AnakIsu anak dengan HIV mendapat sorotan khusus dalam pertemuan ini. Saurma, Ketua YP ADHA, menegaskan pentingnya perlindungan dan edukasi bagi anak-anak yang hidup dengan HIV.
“Tidak pernah ada kasus penularan HIV dari anak kepada teman sekolahnya. Tapi mereka masih sering distigma.”
Ia mengingatkan bahwa anak-anak dengan HIV tetap bisa tumbuh sehat, berprestasi, dan menjalani hidup seperti anak lainnya bila mendapat dukungan yang layak. Bahkan, beberapa anak binaan mereka pernah meraih juara di sekolah.
Program bantuan nutrisi senilai Rp600.000 per bulan pernah berhasil dijalankan melalui ST3, bekerja sama dengan pemerintah dan melibatkan lintas dinas seperti Dinas Kesehatan serta Bappeda. Saurma juga mengapresiasi dukungan pemerintah kota yang dinilainya cukup responsif.
Pertemuan ini menjadi ruang refleksi sekaligus perencanaan bersama, bahwa keberhasilan penanggulangan HIV/AIDS tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja. Kolaborasi pemerintah, komunitas, OMS, dan tenaga kesehatan menjadi kunci untuk menghapus stigma dan memastikan layanan menjangkau seluruh kelompok terdampak.
“Kita harus bergerak bersama, tidak hanya Dinas Kesehatan tetapi juga semua sektor dan organisasi masyarakat. Anak-anak dengan HIV juga berhak masa depan yang cerah,” tegas Saurma.
Kegiatan ini menegaskan bahwa Medan bukan hanya menjadi kota yang responsif terhadap isu HIV, tetapi juga pionir dalam mendorong anggaran inklusif berbasis komunitas. Dengan kekuatan kolaborasi dan semangat menghapus stigma, Medan menatap 2030 dengan optimisme.
Pertemuan ditutup dengan komitmen bersama untuk terus memperkuat advokasi anggaran, memperluas edukasi, dan memastikan program HIV berjalan inklusif, berkelanjutan, dan berbasis kebutuhan masyarakat.
(NAI/NAI)











